Meskipun harus menempuh perjalanan dari daerah Suruh yang berjarak sekitar 20 kilometer, semangatnya tidak pernah pudar. Ia yakin usaha ini akan memberikan hasil.
Proses pembuatan dawet Banjarnegara pun tak kalah menarik. Santan yang kental dicampur dengan gula merah menciptakan rasa manis yang khas.Â
Cendol yang kenyal menambah kesegaran minuman ini, membuatnya semakin disukai banyak orang.
Selain rasanya yang enak, dawet juga menjadi simbol kearifan lokal. Banyak orang yang mencarinya tidak hanya untuk menghilangkan dahaga, tetapi juga untuk merasakan nostalgia akan tradisi daerah.
Setiap hari, Bu Sumarti harus bersiap dari pagi untuk menyiapkan bahan-bahan. Dedikasi dan kerajinan inilah yang membuatnya mendapatkan kepercayaan dari pelanggan.
Cerita Bu Sumarti mencerminkan banyak kisah serupa dari pedagang kecil di Indonesia.
Mereka berjuang untuk kehidupan yang lebih baik, seringkali dengan cara yang sederhana tetapi penuh makna. Dalam setiap cangkir dawet, tersimpan harapan dan usaha yang gigih.
Dawet Banjarnegara bukan hanya sekadar minuman; ia adalah simbol kehidupan, dan perjuangan.Â
Melalui sosok Bu Sumarti, kita bisa melihat betapa pentingnya usaha kecil dalam menjaga budaya dan memenuhi kebutuhan ekonomi.Â
Setiap gelas dawet yang terjual adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H