Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin atau Pengendali?

15 September 2024   14:04 Diperbarui: 16 September 2024   17:34 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kepemimpinan (https://pixabay.com)

Di era digital yang penuh inovasi ini, tantangan terbesar bagi para pemimpin bukan hanya bagaimana memanfaatkan teknologi. Tetapi bagaimana memilih orang yang tepat untuk menghadapi perubahan tersebut.

Banyak pemimpin masih terjebak dalam pola pikir lama, di mana kepatuhan menjadi nilai utama dibandingkan kompetensi. 

Mereka lebih suka memilih karyawan yang bisa 'disetir' dibandingkan yang qualified dan memiliki pandangan kritis.

Padahal, di tengah transformasi digital yang berlangsung cepat, pola kepemimpinan semacam ini dapat menghambat kemajuan organisasi. 

Alih-alih mendorong inovasi dan solusi kreatif, pemimpin yang terlalu fokus pada kontrol sering kali justru membatasi potensi timnya. 

Di sini, kita perlu bertanya: Apakah pemimpin seperti ini yang kita butuhkan di masa depan?

Pemimpin yang Lebih Takut Pada Perubahan?

Banyak dari pemimpin ini mungkin merasa nyaman dengan status quo. Mereka lebih suka bekerja dengan orang-orang yang patuh karena merasa bisa menjaga kontrol penuh atas keputusan. 

Namun, di era digital, pola pikir ini tak lagi relevan. Saat ini, teknologi dan inovasi berkembang jauh lebih cepat dari yang kita bayangkan.

Hanya individu yang kreatif, berpikiran terbuka, dan qualified yang dapat mendorong organisasi melaju ke depan.

Karyawan yang hanya menerima arahan tanpa berpikir kritis atau memberikan masukan justru bisa menjadi beban bagi organisasi. 

Mereka mungkin memenuhi tugas yang diberikan, tetapi tidak akan membawa organisasi ke tingkat yang lebih tinggi.

Kualifikasi Bukan Hanya Soal Gelar

Satu kesalahan besar yang sering dilakukan pemimpin adalah meremehkan kualifikasi karyawan.

Banyak yang berpikir bahwa kualifikasi hanyalah soal gelar atau pengalaman di atas kertas, padahal di era digital, kualifikasi mencakup kemampuan untuk beradaptasi, berpikir kritis, dan terus belajar.

Pemimpin yang enggan memberi ruang bagi orang-orang seperti ini berisiko melewatkan peluang besar. 

Karyawan yang qualified dapat menghadirkan perspektif baru, mengidentifikasi peluang dalam teknologi, dan menerapkan strategi inovatif.  

Gagasannya mungkin tidak terpikirkan oleh mereka yang hanya mengikuti perintah.

Peluang Kemajuan untuk Pemimpin dan Karyawan

Pemimpin yang terbuka untuk bekerja dengan orang-orang yang lebih kritis dan qualified akan melihat bahwa ini bukan ancaman, melainkan peluang besar. 

Mereka bisa membentuk tim yang lebih dinamis, yang mampu menghadapi tantangan era digital dengan lebih percaya diri dan efektif. 

Pemimpin juga akan belajar untuk lebih berperan sebagai fasilitator inovasi, bukan hanya sebagai pengendali.

Di sisi lain, karyawan yang qualified juga akan merasa lebih dihargai dan termotivasi, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan loyalitas mereka terhadap organisasi. 

Ini adalah win-win solution yang tidak hanya menguntungkan bagi pemimpin tetapi juga seluruh tim dan organisasi.

Saatnya Berubah!

Era digital menuntut perubahan dalam cara kita memimpin dan bekerja. Pemimpin yang masih lebih memilih orang yang bisa disetir, ketimbang yang qualified, sudah waktunya mempertimbangkan kembali pendekatan mereka. 

Mungkin sekarang saatnya berhenti takut pada perubahan dan mulai memanfaatkannya untuk kemajuan bersama.

Dalam dunia yang semakin didominasi oleh teknologi, keberanian untuk memilih orang yang tepat --- yang qualified dan kreatif --- akan menentukan apakah organisasi akan berkembang atau justru tertinggal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun