Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Simbah, Jangan Makan Gula-gula (Kekuasaan)

21 Agustus 2024   15:40 Diperbarui: 28 Agustus 2024   19:51 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gula Manis

Kekuasaan sering kali diibaratkan seperti gula yang manis---menarik dan menggugah selera. Bagi banyak orang, kekuasaan adalah sesuatu yang diinginkan dan dianggap sebagai sebuah pencapaian.

Namun, sebagaimana gula yang disukai anak-anak, kekuasaan juga bisa membawa dampak negatif jika tidak diolah dengan bijaksana. Orang tua biasanya mengingatkan anak-anaknya untuk menghindari konsumsi gula yang berlebihan demi menjaga kesehatan gigi. 

Prinsip yang sama seharusnya berlaku dalam dunia kekuasaan; berlebihan dan salah penggunaan kekuasaan dapat merusak.

Gula Manis dan Potensi Penyakit

Dalam masyarakat modern, kesadaran untuk mengurangi konsumsi gula semakin meningkat, dengan banyak orang beralih ke alternatif seperti gula jagung. 

Fenomena ini mencerminkan perubahan yang lebih besar dalam perilaku konsumsi dan kesadaran akan kesehatan. 

Demikian pula, dalam hal kepemimpinan, penting untuk memilih dan mengelola kekuasaan dengan bijaksana dan tidak sembarangan, sama seperti memilih bahan makanan yang lebih sehat untuk tubuh.

Bertapa Dulu

Simbah dari desa memberikan nasihat yang bijak tentang bagaimana seharusnya seseorang menghadapi kekuasaan. 

Ia menyarankan agar sebelum memegang kekuasaan, seseorang harus melakukan introspeksi dan mencari petunjuk dari Tuhan. Hal ini penting agar kepemimpinan yang diambil tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga untuk masyarakat. 

Dalam hal ini, kepemimpinan yang baik harus bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, dan tidak menyengsarakan rakyat.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki prinsip yang kuat dan memahami bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab yang besar. Setiap tindakan dan keputusan harus dipertimbangkan dengan matang dan berlandaskan pada kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan pribadi.

Perlu Integritas Bukan Karena Viral

Simbah juga mengingatkan agar jangan terburu-buru ingin memimpin orang lain. Di Indonesia, terdapat banyak individu yang berpotensi menjadi pemimpin bijak dan berintegritas. Namun, terkadang kualitas mereka tidak dikenal secara luas karena mereka tidak mencari perhatian atau popularitas. 

Orang-orang ini lebih fokus pada pelayanan dan kebaikan daripada mencari pengakuan.

Dalam memilih pemimpin, seringkali masyarakat terjebak pada penampilan atau sopan santun semata, bukan pada kemampuan dan integritas sebenarnya
.

Oleh karena itu, penting untuk menilai calon pemimpin berdasarkan kualifikasi dan rekam jejak mereka dalam pelayanan masyarakat, bukan hanya pada kesan awal atau pesona mereka.

Kepentingan Negara dan Gula Kekuasaan

Penting juga untuk memikirkan kesejahteraan keluarga, tetapi tidak dengan cara yang menekan atau menguasai orang lain demi keuntungan pribadi. 

Kepemimpinan harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan niat baik, bukan dengan memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan keluarga sendiri. Nilai-nilai ini harus dipegang teguh agar kekuasaan digunakan untuk kesejahteraan umum.

Kearifan dalam kepemimpinan memerlukan kematangan dan kedewasaan. Negara kita sangat luas dan memiliki banyak orang yang bijaksana yang tidak menginginkan perhatian publik. 

Mereka lebih memilih untuk bekerja di belakang layar dan membuat perbedaan tanpa harus dikenal. Kualitas ini patut dicontoh dan dihargai dalam dunia kepemimpinan.

Kesalahan terbesar dalam memilih pemimpin adalah memprioritaskan penampilan luar atau kemampuan berbicara daripada integritas dan komitmen mereka terhadap pelayanan publik
. 

Sebagaimana yang diingatkan oleh simbah, penting untuk memilih pemimpin berdasarkan nilai-nilai yang mendasari tindakan mereka, bukan hanya pada aspek superficial. 

Hanya dengan demikian kita dapat memastikan bahwa kekuasaan digunakan untuk kebaikan dan kesejahteraan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun