rumah desa berdinding bambu, Â Dan atap kayu yang ringkih, Â Aku duduk melamun, menatap ke atas, Â
Menerobos dinginnya malam yang sunyi.
Ketika kunyanyikan kidung Malam,Â
Di luar sana, bukit-bukit batu kapur menjulang, Â
Mengukir siluet gelap di langit malam, Â
Pepohon jati dan bambu yang rimbun, Â
Seakan berbisik dalam hembusan angin dingin.
Ketika kunyanyikan kidung Malam,
Sehelai sarung tipis menyelimuti badan ini, Â
Di atas meja di tengah rumah bambu, Â
Lampu senthir, redup bersinar, Â
Menyebar cahaya lembut dalam gelap malam.
Sebuah kidung kunyanyikan lirih, Â
Di antara gelapnya malam dan dingginya malam, Â
Memuja Sang Pencipta alam, Â
Dengan nada-nada penuh syukur dan doa.
Ketika kunyanyikan kidung Malam,Â
Ya, di desa yang terpencil, Â
Dengan sejuta harapan, Â
Kan selalu ingat dan kurindukan, Â
Ketika bersama orang tua yang penuh kasih menjagaku.
Di tengah keheningan malam, Â
Ku rasakan alam berbicara, Â
Menyanyikan lagu-lagu rahasia Â
Yang hanya bisa didengar oleh hati yang peka.
Ketika kunyanyikan kidung Malam,
Dinginnya malam membungkus segala rasa, Â
Dan di rumah desa yang sederhana ini, Â
Aku merasa sentuhan hangatnya cinta, Â
Dan membiarkan diriku terlarut dalam kedamaian malam.