Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Dilema Penjual Pakaian di Pasar Tradisional Salatiga

10 Agustus 2024   13:17 Diperbarui: 12 Agustus 2024   21:48 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kios di Pasar Raya Lantai 1 / dok.pri

Saya sedang mengobrol santai sambil minum kopi di teras tetangga saya. Kopi pahit tanpa gula yang disuguhkan menemani kami berbincang tentang banyak hal, termasuk kondisi ekonomi saat ini. 

Tetangga saya, sebut saja Pak Haryadi, menceritakan tentang betapa sulitnya kondisi pasar tradisional, khususnya bagi para penjual kebutuhan sekunder.

Salah satunya, kami berbicara tentang kios pedagang pakaian di Pasar Raya Salatiga, yang kini semakin sepi pengunjung dan mengalami penurunan jumlah pengunjung, bahkan mungkin omzet penjualan mereka.  

Kata Pak Haryadi dengan nada penuh kekhawatiran. "Para pedagang sekarang harus berjuang lebih keras untuk bertahan di tengah tantangan yang semakin berat."

Pasar Raya Salatiga telah lama menjadi pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan bagi masyarakat kota Salatiga dan sekitarnya. 

Terletak di jantung kota, pasar ini juga merupakan bagian penting dari budaya lokal yang terus bertahan di tengah arus modernisasi. Salah satu sektor yang ada di Pasar Raya Salatiga adalah penjualan pakaian.

Kios Sepi Pengunjung

Penjual pakaian di Pasar Raya Salatiga terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pedagang kecil hingga yang memiliki beberapa kios di berbagai sudut pasar. 

Produk yang ditawarkan sangat beragam, mencakup pakaian tradisional hingga busana modern yang mengikuti tren terkini. 

Keberagaman ini mencerminkan kebutuhan konsumen yang juga bervariasi, dari mereka yang mencari pakaian sehari-hari hingga yang membutuhkan busana untuk acara khusus.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penjual pakaian di Pasar Raya Salatiga menghadapi tantangan yang signifikan seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku konsumen.

Ketika saya mengobrol dengan Pak Haryadi tetangga yang saudaranya berjualan di sana, dia berkata, "Orang sekarang lebih suka belanja online, jadi di sini makin lama makin sepi, padahal dulu pasar ini selalu ramai."

Pedagang yang telah lama berjualan di pasar ini, juga menambahkan, "Dulu orang mau sewa kios itu sampai berebut dan memesan jauh-jauh hari, nggak mudah untuk dapat kios di sini."

Perilaku Konsumen Berubah

Kemunculan platform e-commerce dan media sosial telah mengubah cara masyarakat berbelanja, beralih dari metode tradisional di pasar ke belanja online. 

Ketika saya bertemu dengan tetangga yang saudaranya berjualan di sana, dia berkata, "Orang sekarang lebih suka belanja online, jadi di sini makin lama makin sepi, padahal dulu pasar ini selalu ramai."

Meskipun Pasar Raya Salatiga tetap memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen yang mencari interaksi langsung dengan penjual. 

Selain itu, kualitas barang yang dapat dilihat secara langsung, dan harga yang bisa dinegosiasikan, kondisi pasar kini terlihat sepi. 

Namun, penurunan pengunjung ini tidak hanya disebabkan oleh perkembangan pusat perbelanjaan modern dan belanja online, tetapi juga oleh turunnya daya beli masyarakat dan perubahan perilaku konsumen yang mulai beralih ke platform digital

Dilema Pedagang Kain

Banyak penjual pakaian yang masih bertahan, namun bukan lagi semata-mata untuk mengandalkan usaha ini sebagai sumber penghasilan utama. 

Bagi sebagian pedagang, membuka kios di Pasar Raya kini lebih merupakan cara untuk mengisi waktu dan mempertahankan tradisi berjualan, meskipun mereka menyadari bahwa sangat sulit untuk mengandalkan usaha ini sebagai kekuatan ekonomi yang stabil.

Akibat dari situasi yang sulit ini, beberapa pedagang bahkan harus mencari alternatif lain untuk mendukung ekonomi keluarga mereka. 

Mereka mulai merambah usaha lain di luar pasar, seperti berjualan online, membuka warung makan, atau pekerjaan lainnya yang dianggap lebih stabil. 

Meskipun mereka tetap membuka kios di Pasar Raya, usaha tersebut sering kali tidak lagi menjadi prioritas utama, melainkan hanya sebagai pelengkap untuk menambah penghasilan.

Beralih ke E-commerce

Sebagai respons terhadap perubahan ini, beberapa penjual pakaian di Pasar Raya Salatiga mulai beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi digital. 

Mereka mulai menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk, serta bekerja sama dengan platform e-commerce untuk memperluas jangkauan pasar. 

Namun, proses adaptasi ini tidaklah mudah, mengingat tidak semua penjual memiliki akses atau pengetahuan yang cukup tentang teknologi.

Beberapa pedagang yang lebih kreatif, terutama dari generasi milenial, bahkan mulai menjual pakaian secara live di media sosial. "Sekarang ada saudara saya yang jualan secara live di Instagram dan Facebook. 

Dulu kita cuma mengandalkan kios di pasar, tapi sekarang penjualan online jauh lebih besar. Pindah ke e-commerce itu nggak mudah, tapi kita harus beradaptasi kalau nggak mau ketinggalan," ungkap Pak Haryadi.

Pasar Raya Salatiga menghadapi persaingan dengan pusat perbelanjaan modern dan butik yang menawarkan suasana belanja yang lebih nyaman dan eksklusif. 

Meskipun demikian, keunikan pasar tradisional yang penuh warna, suasana yang akrab, dan produk dengan harga yang kompetitif tetap menjadi keunggulan utama yang menarik konsumen untuk terus datang.

Dalam upaya mempertahankan eksistensi mereka, penjual pakaian di Pasar Raya Salatiga dituntut untuk terus berinovasi, baik dalam produk yang ditawarkan maupun dalam strategi pemasaran yang digunakan.

Pemerintah telah mengambil langkah signifikan untuk memfasilitasi pengembangan UMKM dengan berbagai program yang terus digalakkan, sehingga ekonomi tetap berputar meskipun menghadapi tantangan. 

Salah satu upaya tersebut adalah pelatihan kontinyu bagi para pengusaha UMKM, yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, termasuk memanfaatkan teknologi terbaru.

Setelah lebih dari setengah jam mengobrol, saya menyadari bahwa kopi pahit saya sudah habis. Saya segera berpamitan karena harus mengerjakan pekerjaan lain. 

Intinya, ekonomi harus tetap berjalan, dan dilema yang dihadapi harus dijadikan pemicu untuk terus maju di tengah kemajuan teknologi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun