Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Becak Tua Pak Diyono, Kekuatan Roda Ekonomi Keluarga

31 Juli 2024   19:58 Diperbarui: 1 Agustus 2024   07:23 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Becak Tua Milik Pak Diyono/ Poto Antok

Sore itu, saya menunggu anak saya yang sedang memangkas rambut di ruko Pandawa, Salatiga. Saya memanfaatkan waktu tersebut untuk mengobrol ringan dengan Pak Diyono. Pak Diyono adalah seorang tukang becak. Ia sudah berusia 79 tahun.

Jam menunjukkan pukul 5 sore ketika saya duduk dengan Pak Diyono di sudut pos ronda samping sebuah gedung koperasi. Rupanya, beliau sedang menunggu pegawai koperasi keluar, sambil menunggu waktu untuk menutup pintu pagar koperasi tersebut. Beliau rutin membantu menutup pintu pagar di tempat itu.

"Dhereng wangsul, Pak?" sapa saya. "Dhereng taksih ngentosi," jawab Pak Diyono. ("Belum pulang, Pak?" sapa saya. "Belum, masih menunggu," jawab Pak Diyono).

Dalam obrolan sore itu, Pak Diyono menceritakan bahwa ia telah lama menjadi tukang becak setelah sebelumnya bekerja sebagai sopir truk. Di pangkalan truk, ia sering berinteraksi dengan tukang becak yang nongkrong di sana.

Dari situ dia mulai tertarik mengayuh becak. Sehingga Pak Diyono berganti pekerjaan dari sopir truk ke tukang becak. Perubahan ini merupakan bagian dari perjalanan hidupnya sejak puluhan tahun yang lalu.

Kesendirian 

Dia menceritakan bahwa dia sudah cukup tua, namun masih mengayuh becak untuk mengatasi rasa kesepian di rumah. "Kagem olahraga, Mas, kersane sehat," pungkasnya. Dia merasa aktivitas ini juga membantu menjaga kesehatannya.

Beberapa bulan yang lalu, istrinya meninggal dunia, meninggalkan rasa sedih yang mendalam di hatinya. Hingga saat ini, kesedihan itu masih terasa. 

Dia bercerita, istrinya saat itu sudah pamit dan meminta agar dia menjaga anak-anak. Sebenarnya, tidak ada penyakit yang menyebabkan kematian itu, cerita Pak Diyono.

Dia juga menceritakan bahwa istrinya dulu berjualan nasi dan sayur. Dia mengakui betapa istrinya orang yang sabar, dan sangat mencintainya.

Pak Diyono memiliki enam anak, empat di antaranya sudah berkeluarga. Dia juga dikaruniai tujuh cucu dan empat cicit. Keluarganya yang besar memberikan banyak kebahagiaan dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun