Mohon tunggu...
Obed
Obed Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Menghidupi Kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada! Ancaman Teknologi Digital Terhadap Anak-anak

25 Juli 2024   21:34 Diperbarui: 30 Juli 2024   21:08 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Peringatan ini menyoroti peran vital anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, yang membutuhkan perhatian dan dukungan dalam aspek kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. 

Melalui berbagai kegiatan dan kampanye, HAN mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan keluarga, untuk berkomitmen dalam menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan ramah anak, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Di era digital, tantangan yang dihadapi oleh populasi anak-anak sampai pemuda ini semakin kompleks. Akses ke teknologi dan internet membawa serta peluang dan risiko. Di satu sisi, teknologi dapat meningkatkan akses ke pendidikan berkualitas melalui e-learning dan sumber daya online. Namun, di sisi lain, penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko cyberbullying, paparan konten negatif, dan masalah kesehatan mental. 

Literasi digital yang rendah dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan data pribadi. Selain itu, ketergantungan pada perangkat digital dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik, seperti gangguan tidur dan obesitas. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan literasi digital, pengawasan penggunaan teknologi oleh orang tua, serta kebijakan perlindungan anak yang komprehensif dari pemerintah dan lembaga terkait.

Obed: AI Generated
Obed: AI Generated

 Cyberbullying

Era teknologi digital membawa berbagai manfaat, tetapi juga menimbulkan ancaman baru terhadap anak-anak. Salah satu ancaman utama adalah cyberbullying, di mana anak-anak dapat menjadi korban perundungan di dunia maya. 

Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2023, sekitar 40% dari total remaja di Indonesia pernah mengalami cyberbullying. Data ini menunjukkan tingginya kasus intimidasi online di kalangan anak-anak dan remaja di negara ini. Situasi serupa juga terjadi di luar negeri. 

Menurut laporan dari Pew Research Center, sekitar 59% remaja di Amerika Serikat mengalami cyberbullying atau telah melihatnya terjadi di kalangan teman-teman mereka, (https://soa-edu.com/) Cyberbullying dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan emosional anak-anak, menyebabkan stres, depresi, dan bahkan masalah kesehatan fisik. 

Kasus cyberbullying sering kali terjadi melalui media sosial, pesan teks, dan platform online lainnya, di mana pelaku merasa lebih leluasa karena anonimitas yang diberikan oleh dunia maya.

Obed: AI Generated
Obed: AI Generated

Selain cyberbullying, anak-anak juga rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi dan paparan konten yang tidak pantas. Predator online dapat mencoba memanipulasi atau mengeksploitasi anak-anak melalui media sosial dan platform komunikasi lainnya. 

Selain itu, anak-anak bisa dengan mudah mengakses konten yang tidak sesuai dengan usia mereka, seperti kekerasan dan pornografi. Oleh karena itu, penting bagi orang tua, pendidik, dan pembuat kebijakan untuk bekerja sama dalam memberikan edukasi tentang keamanan digital, menerapkan pengawasan yang efektif, dan memastikan bahwa lingkungan online yang digunakan oleh anak-anak aman dan ramah anak. 

Dengan edukasi yang tepat dan pengawasan yang ketat, diharapkan dapat mengurangi risiko ancaman digital dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak untuk belajar dan bermain di dunia maya.

Eksploitasi seksual Online

Eksploitasi seksual online merupakan ancaman serius bagi anak-anak, yang dapat menjadi target grooming oleh predator seksual. Predator ini menggunakan platform digital untuk membangun hubungan dengan anak-anak, sering kali dengan tujuan mengeksploitasi mereka secara seksual. 

Ancaman ini semakin nyata dengan kemudahan akses internet dan penggunaan media sosial yang semakin meluas di kalangan anak-anak. Konten pornografi anak yang tersebar di internet juga menambah keparahan masalah ini, karena menyebarkan dan memperkuat siklus kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak.

Laporan berjudul "Disrupting Harm in Indonesia," yang diterbitkan menjelang Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli, menyajikan bukti-bukti nyata tentang eksploitasi seksual dan perlakuan salah terhadap anak di dunia maya.  Laporan ini mengumpulkan data dari survei rumah tangga terhadap 995 anak dan pengasuh, survei terhadap tenaga layanan di lapangan, serta wawancara dengan pihak berwenang dan penyedia layanan dari kalangan pemerintah. 

Penelitian ini berlangsung antara bulan November 2020 dan Februari 2021, dengan fokus pada anak usia 12-17 tahun, (https://www.unicef.org/indonesia). Hasil penelitian menunjukkan tingginya angka eksploitasi seksual online di Indonesia dan perlunya tindakan tegas untuk mengatasinya.

Tindakan tegas diperlukan untuk menangani masalah ini, termasuk penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelaku eksploitasi seksual online dan penyebar konten pornografi anak. Selain itu, edukasi dan kesadaran masyarakat tentang bahaya eksploitasi seksual online harus ditingkatkan, khususnya bagi anak-anak dan orang tua. 

Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan platform digital perlu bekerja sama dalam menciptakan lingkungan online yang aman dan mendukung, di mana anak-anak terlindungi dari ancaman predator seksual dan konten berbahaya. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi risiko eksploitasi seksual online dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak di Indonesia.

Paparan konten tidak pantas 

Paparan konten tidak pantas adalah ancaman signifikan dalam era digital, di mana anak-anak dapat dengan mudah mengakses informasi dan materi yang tidak sesuai dengan usia mereka. Dengan kemajuan teknologi dan ketersediaan internet di hampir setiap perangkat, anak-anak dapat tanpa sengaja menemukan konten kekerasan, pornografi, dan bahasa kasar yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional dan psikologis mereka. 

Konten-konten ini tidak hanya merusak kesehatan mental anak, tetapi juga dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dan memahami hubungan sosial. 

Berdasarkan data dari ICT Watch, salah satu klasifikasi risiko anak dari pengaruh negatif internet adalah mudahnya akses informasi melalui internet, yang membuat anak tanpa sengaja menyaksikan konten pornografi secara berulang. 

Selain itu, laporan dari National Center For Missing and Exploited Children tahun 2024 menunjukkan bahwa ada sebanyak 5.566.015 konten kasus pornografi anak di Indonesia selama kurun waktu 4 tahun, (https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/).

Sementara berbagai alat filter dan kontrol orang tua dirancang untuk membantu melindungi anak-anak dari paparan konten berbahaya, sering kali alat-alat ini tidak memadai untuk sepenuhnya mengamankan mereka dari risiko ini. 

Filter dan pengaturan kontrol yang tersedia sering kali tidak dapat mengikuti kecepatan perkembangan teknologi dan kecanggihan cara anak-anak mengakses informasi. Anak-anak yang lebih cerdas teknologi juga dapat dengan mudah menemukan cara untuk menghindari batasan-batasan yang diterapkan. Hal ini membuat pentingnya pemantauan yang lebih aktif dan dialog terbuka antara orang tua dan anak-anak mengenai penggunaan internet dan bahaya konten yang tidak pantas semakin mendesak.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada pendekatan yang lebih komprehensif dalam melindungi anak-anak dari paparan konten tidak pantas. Selain mengandalkan alat filter, penting bagi orang tua untuk terlibat secara aktif dalam pendidikan digital anak-anak mereka, mendiskusikan risiko yang mungkin mereka hadapi di dunia maya, dan menetapkan aturan yang jelas mengenai penggunaan internet. 

Kolaborasi antara orang tua, pendidik, dan penyedia layanan internet juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan mendukung pertumbuhan anak-anak yang sehat dan positif. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi risiko paparan konten berbahaya dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak di era digital.

Kecanduan Gadget dan Media Sosial

Penggunaan berlebihan gadget dan media sosial dapat membawa dampak serius terhadap kesehatan fisik dan mental anak-anak. Masalah kesehatan yang sering timbul termasuk gangguan tidur akibat paparan layar yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik yang dapat menyebabkan obesitas, serta gangguan konsentrasi yang mempengaruhi prestasi akademis dan kegiatan sehari-hari. Selain itu, kecanduan terhadap perangkat digital dan media sosial dapat mengurangi interaksi sosial anak-anak di dunia nyata. 

Mereka mungkin menjadi lebih terisolasi, kehilangan keterampilan komunikasi tatap muka, dan mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat dan bermakna dengan teman-teman serta keluarga. 

Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengatur penggunaan gadget, mendorong aktivitas fisik, dan mempromosikan keseimbangan antara kehidupan online dan offline agar anak-anak dapat berkembang secara holistik.

Untuk melindungi anak-anak di era digital, langkah pertama adalah meningkatkan literasi digital mereka. Edukasi tentang penggunaan internet yang aman, cara mengenali dan menghindari konten yang tidak pantas, serta pentingnya privasi online sangat krusial. 

Orang tua dan pendidik perlu menyediakan informasi yang jelas dan mendidik anak-anak tentang risiko yang mungkin mereka hadapi di dunia maya. Dengan keterampilan literasi digital yang baik, anak-anak dapat lebih bijak dalam menggunakan teknologi dan melindungi diri mereka dari bahaya yang mungkin muncul.

Selain itu, pengawasan aktif dan penerapan kontrol orang tua merupakan langkah penting dalam melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan kecanduan gadget. Orang tua harus memanfaatkan alat kontrol yang ada di perangkat dan platform digital untuk membatasi akses ke konten yang tidak sesuai dengan usia anak. 

Keterlibatan orang tua dalam aktivitas online anak-anak, seperti mengetahui situs web dan aplikasi yang mereka gunakan serta berdiskusi secara rutin tentang pengalaman mereka di dunia maya, dapat membantu mencegah paparan konten yang merugikan dan memastikan anak-anak aman saat online.

Untuk mengatasi ketergantungan pada gadget dan media sosial, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mendorong anak-anak berpartisipasi dalam aktivitas offline yang bermanfaat. Kegiatan fisik seperti olahraga dan bermain di luar rumah, serta interaksi sosial tatap muka dengan teman dan keluarga, dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial dan menjaga kesehatan fisik. 

Dengan menciptakan rutinitas yang seimbang antara waktu layar dan aktivitas offline, anak-anak dapat mengurangi risiko masalah kesehatan dan sosial yang terkait dengan penggunaan gadget berlebihan, serta tumbuh dalam lingkungan yang lebih sehat dan mendukung.

Obed: AI Generated
Obed: AI Generated

Perlindungan Anak di Lingkungan Digital adalah upaya penting untuk menjaga anak-anak dari berbagai ancaman yang timbul dari penggunaan internet dan teknologi digital. Anak-anak sangat rentan terhadap risiko seperti cyberbullying, predator online, dan paparan konten dewasa yang tidak sesuai dengan usia mereka, yang dapat berdampak serius pada kesehatan mental, emosional, dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, perlindungan anak di lingkungan digital memerlukan keterlibatan aktif dari keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung anak-anak dalam berinteraksi dengan teknologi. Langkah-langkah perlindungan ini penting karena membantu meminimalisir risiko penyalahgunaan informasi dan data pribadi anak, melindungi mereka dari konten yang tidak pantas seperti kekerasan atau pornografi, dan mencegah mereka menjadi korban cyberbullying serta predator online yang dapat menyebabkan trauma dan dampak emosional yang mendalam.

Peran orang tua, lingkungan, dan sekolah sangat penting dalam upaya perlindungan ini. Orang tua harus terlibat secara aktif dengan mengawasi penggunaan teknologi oleh anak-anak, menerapkan kontrol parental, dan berdiskusi secara rutin mengenai bahaya dunia maya. Lingkungan sekitar, termasuk teman sebaya dan komunitas, juga berperan dalam menciptakan budaya yang mendukung keamanan digital dan saling melindungi.

Sekolah, sebagai lembaga pendidikan, memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi siswa tentang literasi digital, etika online, dan cara menghadapi potensi ancaman di dunia maya. 

Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan pada gadget dan media sosial, anak-anak perlu diberikan aktivitas nyata yang menyenangkan dan bermanfaat, seperti menari, berolahraga, dan menyalurkan hobi mereka. Dengan kolaborasi dari semua pihak ini, diharapkan anak-anak dapat beradaptasi dengan teknologi secara aman dan sehat, serta terlindungi dari berbagai risiko digital yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun