15 tahun sudah, komunitas Tiada Ruang berdiri. Komunitas yang awalnya didirikan sebagai tempat berkreasi seni bagi dosen dan karyawan di Fakultas Seni dan Desain UK Petra Surabaya. Tempat untuk bereksperimen seperti sebuah laboratorium seni.
Pada November 2005, Tiada Ruang lahir. Tahun itu adalah awal bagaimana kami "mengenalkan" mural pada masyarakat di Surabaya. Saya yakin, bahwa sebenarnya karya seni ini sudah dipraktikkan oleh para seniman, hanya saja saat itu belum banyak yang melakukannya di ruang-ruang terbuka. Sangat berisiko memang. Namun ya harus dilakukan.
Penolakan dan sinis menyertai perjalanan mural di Surabaya. Namun semua memang waktu yang akan menguji. Setelah melalui banyak "cobaan" pelan-pelan Surabaya menjadi lebih hidup dengan banyak komunitas dan tentu saja karya mural yang makin beragam.
Mulai menjamurnya mural di Surabaya, membuat Tiada Ruang mundur dari dunia jalanan. Sudah kira-kira tujuh tahun yang lalu, Tiada Ruang mulai mengubah orientasinya. Dari seniman jalanan, ke kafe dan restoran, kemudian tujuh tahun yang lalu mulai fokus ke aktivitas sosial melalui mural.
Konsep Tiada Ruang adalah "berbagi mural". Hal ini dilakukan setelah melihat banyak sekali sekolah-sekolah setingkat TK dan SD yang ingin sama seperti sekolah lain yang mampu membuat mural agar siswa senang di sekolah.
Keterbatasan sekolah adalah tidak memiliki biaya untuk membeli cat maupun mengupah jasa pembuatan mural di dinding sekolah. Sekolah-sekolah inilah yang tiba-tiba mengajukan proposal ke Tiada Ruang. Proposal yang dilampiri foto kondisi sekolah itulah yang kemudian membuat trenyuh.
Pada awal-awal aktivitas sosial ini, kebanyakan perpustakaan sekolah yang ingin diperindah dengan mural. Namun lama-lama banyak yang kemudian minta wajah dinding sekolahnya dilukis juga.
Pengalaman yang sangat berharga dan membekas hingga kemudian Tiada Ruang memutuskan untuk fokus di aktivitas sosial adalah saat mengerjakan mural di TK di daerah Kediri. Sekolahnya berada di lereng Gunung Wilis. Letak sekolah ini pun menanjak. Berada di ujung jalan yang berarti secara geografis, sekolahnya seakan-akan berada di pucuk gunung.