Mohon tunggu...
Obed Milimar
Obed Milimar Mohon Tunggu... Arsitek - Profesional Aristek dan Paska Sarjana Magister Teologia

Pemerhati dinamika masyarakat, kemajuan hasil teknologi dan afirmasinya dengan masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Masa Depan Manusia dan Nasib Bumi

5 Januari 2024   13:45 Diperbarui: 7 Januari 2024   17:24 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun berganti, kita merasa masa depan bumi sedang berpacu dengan waktu. Ada saja perubahan baru akibat kemajuan sains dan teknologi. Semua terkoneksi oleh alam semesta kosmos, tatanan hidup dan nilai-nilai manusia turut berubah. Manusia harus mempersiapkan penyesuaian dramatis yang mungkin, seperti penyesuaian asas tradisional, proses sains biologis, manusia robotik humanoid dan pola dimensi intersubjektif manusia yang baru.  

Perang dan konflik kemanusiaan masih terus berlangsung hari-hari ini. Dipicu oleh ambivalensi keadilan, persoalan dominasi dan subordinasi. Perang sesama manusia dengan mengafirmasi prinsip yang adil telah menjadi problematik. Belum dapat diprediksikan kapan berakhirnya perang antara Rusia dan Ukraina, demikian halnya antara Palestina dan Israel yang kini meluas kekantong-kantong perlawanan milisi Yaman, Lebanon, Yordania dan Laut Merah. Perang telah menjadi totonan logis sebagai 'tindakan tertinggi dalam konflik' diatur oleh Hukum Humaniter Internasional. Perang berdampak menghancurkan, namun tampaknya integral menghuni nilai kemanusiaan telah membawa paradoks bagi masa depan bumi.

Revaluasi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC) terkait SDGs serta Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, bulan Juli dan September 2023, secara jelas mengafirmasi suramnya masa depan kemanusiaan. 17 tujuan target SDGs yang disepakati oleh 190 negara pada September 2015 meleset dari perkiraan.  

Harapan melindungi planet bumi dari perubahan iklim, mewujudkan perdamaian dan keadilan, dunia tanpa kemiskinan, kehidupan yang sehat dan sejahtera, dan sejumlah tujuan SDGs lain yang hendak dicapai hingga tahun 2030 dikhawatirkan gagal maksimum. Faktor utama penyebab kegagalan adalah meluasnya konflik perang dan wabah virus Covid-19. Namun ada penyebab yang lain, seperti persoalan dominasi dan subordinasi, geopolitik serta suramnya prediksi ekonomi global.

Bertubi-tubi persoalan yang datang saat ini, di depan sudah mengantri berbagai persoalan baru berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu perubahan penting adalah terkait sains biologis, misalnya bayi tabung, kloning dan kecerdasan artifisial robot humanoid dan pengendaliannya. Ini belum termasuk teknologi cryonic yang dapat disalah gunakan untuk kejahatan medis. Kombinasi penemuan tersebut merupakan bentuk kehidupan masa depan yang bisa kita ramalkan saat ini.   

Selain perkembangan sains dan teknologi, faktor lain juga mempengaruhi, misalnya terkait dengan demografi tidak terkontrol, keterbatasan sumber daya alam, serta ancaman bom hidrogen yang lebih kuat dari bom nuklir, limbah radio aktif, ataupun perubahan iklim yang ekstrim.

Kemajuan spektakuler sains dan teknologi kini telah menjadi keniscayaan. Persoalan di atas dapat menjadi retrospeksi bagi hakekat kemajuan pada periode-periode yang akan datang. Hal inilah telah memberi pemahaman baru dalam pengertian teologi dari sudut pandang ontologis.

Bayangkan, ketika ilmuwan berpikir, dari manakah partikel yang menyusun semua materi alam semesta, misalkan, elektron dan positron memperoleh energi. Bagaimana mereka berkelindan dalam loncatan partikel ke mikroba -- yang menyusun pondasi kehidupan, -- pastilah ada energi fundamental, titik dimana energi yang lebih besar bisa dijelaskan dalam satu prinsip yang lebih besar lagi hingga sampai pada titik energi yang fundamental yang lengkap. Dengan bukti tersebut prinsip ontologis juga berlaku pada hipotesis-hipotesis sains dan teknologi.  Kemiripan teori big bang sebagai titik fundamental awal mula waktu alam semesta kosmos membuktikan argumen ontologis.                                      

Selama ini, solusi terhadap masa depan yang ditawarkan oleh hampir semua tradisi biasanya normatif, bahwa bumi akan berjumpa hari kiamat dan manusia akan hidup lagi di akhirat setelah kematian. Namun dengan terbukanya akses-akses kemajuan teknologi, kematian tidak lagi menjadi masalah, tapi terhadap kontrol teknologi, rekayasa genetika, penggabungan manusia-mesin dan domestifikasi hewan-tumbuhan serta manusia ke planet lain.

Lalu kira-kira seperti apa hubungan yang terjadi antara manusia dan masa depan bumi kelak? Dapatkah kita ragukan bahwa seluruh rencana bagi bumi sangat baik, meski masih terdapat sisa sikap kritis, dimensi intersubjektif dan tentu saja moralitas sendiri.

Moralitas seperti semua agama, berkembang ditengah problema bumi di atas. Moralitas asas tradisional atau agama menjadi sintesis yang sangat kritis dari banyak unsur, yang mungkin menjadikan penyebab mengapa agama bisa eksis dengan sedemikian baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun