Cinta siapa yang paling tulus di muka bumi ini? hampir setiap orang menjawabnya "IBU", bukan ayah, bukan pacar, apalagi Presiden yang belakangan justeru sering galau pada dirinya sendiri karena khawatir citranya merosot gara-gara tidak boleh tidak harus menaikkan BBM.
Di Madura ada adagium "Mun anak tacabbur ka somor, reng towa langsung norok acabbur, tape mun reng towa se tacabbur ka somor, anak gik repot nyare andeh" (Jika anak kecebur sumur, orang tua langsung ikut terjun, tapi jika orang tua yang kecebur sumur, anak masih sibuk cari tangga).
Entah kenapa, belakangan saya sering melihat kenyataan terbalik saat menganalogikan pemerintah sebagai orang tua bagi kita, rakyatnya. Tidak jarang saya menjumpai kenyataan yang menyiratkan bahwa sebagai orang tua, pemerintah mencintai kita menggunakan logika, bukan dengan perasaan.
BBM misalnya. Sudah banyak sekali pengamat dan pejabat serta ekonom yang mengatakan bahwa subsidi BBM kita harus segera dikurangi. Sebab jika tidak, APBN akan jebol dan hutang luar negeri kita yang sudah 1000 Triliun lebih itu akan makin menumpuk. Bahkan bunganya bisa membuat kita dicap sebagai negara gagal. Namun yang kita lihat hingga saat ini, pemerintah maju mundur dan terkesan ragu-ragu untuk menaikkan BBM.
Menaikkan BBM memang pilihan sulit. Sebab harga-harga akan naik, rakyat menjadi panik, dan mereka akan mengkambing-hitamkan pemerintah dengan tuduhan tidak bisa mengendalikan harga dan tidak becus mengurus persoalan ekonomi.
Tapi sebagai orang tua, pemerintah seharusnya sadar bahwa kebaikan untuk jangka panjang harus menjadi prioritas ketimbang nyaman sejenak namun ada jurang kesengsaraan menanti. Mengapa harus takut dibenci bila benar-benar untuk kebaikan? mengapa harus ragu dan khawatir dibenci jika memang untuk masa depan bangsa. Mengapa butuh logika untung-rugi bila benar-benar punya nyali layaknya ibu bagi anaknya?
Mencintai dan ngemani buah hatinya, seorang ibu tidak butuh logika. Keselamatan, kebaikan dan nasib anaknya, melebihi kepeduliannya terhadap dirinya sendiri. Â Sehingga ketika anaknya kecebur sumur, secara reflek ia juga langsung menyeburkan diri karena khawatir akan keselamatan anaknya. Pada saat yang sama tidak terbersit dalam pikirannya akibat yang bisa timbul pada dirinya sendiri.
Seorang ibu tidak takut melakukan hal-hal baik yang mungkin tidak disukai sang anak. Ia tidak khawatir citranya akan turun di mata anaknya dan membuatnya tak lagi  hormat.  Bahkan baginya, lebih baik melihat anak membencinya daripada harus menerima kenyataan anaknya hidup tidak beruntung (kekurangan, mengkhawatirkan dan tidak terhormat).
Mungkin karena ketulusan itulah Nabi pernah berujar bahwa "sorga berada di bawah telapak kaki ibu", bukan dibawah telapak kaki ayah, bukan dibawah telapak kaki guru, apalagi di bawah kaki Presiden.