Mohon tunggu...
Jose Iskandar
Jose Iskandar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

Rangkap Jabatan Semakin Banyak, Rakus atau Kekurangan SDM?

28 Mei 2017   10:49 Diperbarui: 29 Januari 2018   17:37 5331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (fortune.com)

Rangkap Jabatan. Fenomena ini jelas dan nyata terjadi di tubuh pemerintahan negeri. Hingga saat ini belum ada peraturan ataupun kebijakan yang melarang adanya pejabat merangkap jabatan.

Rangkap jabatan, banyak menimbulkan pro dan kontra ditambah lagi mereka yang juga menjabat sebagai pemimpin partai politik (Parpol) sementara dia juga menjabat sebagai pejabat di tubuh pemerintahan.

Kesenjangan inilah nantinya akan ditakutkan oleh publik, dimana akan dipastikan adanya intervensi ataupun mendahulukan kepentingan kelompok ataupun partai demi mendahulukan kepentingan orang banyak.

Banyak kita melihat pejabat yang merangkap jabatannya. Kecenderungan ini, ditakutkan nantinya dimana pejabat tersebut tidak fokus ataupun berkompenten dalam menjalani jabatannya tersebut.

Apa sebab, mereka tidak hanya menjabat pada satu organisasi saja, dimana tubuh mereka dibagi dua untuk memimpin organisasi yang mana nantinya akan berkaitan.

Itulah yang ditakuti publik, dimana pejabat tidak bisa mengontrol diri ataupun fokus pada satu bidang saja. ‎Ketakutan publik ini menimbulkan ataupun mendesak pemerintah untuk membuat peraturan ataupun kebijakan tentang pejabat rangkap jabatan.

Menurut publik, perlu dibuat aturan yang melarang perangkapan jabatan di pemerintahan dengan jabatan di partai politik untuk menghindari konflik kepentingan.

Hasil jajak pendapat menangkap kecenderungan sikap publik yang menolak perangkapan jabatan tersebut. Sebagian besar responden (80,7 persen) menyatakan, pejabat publik di pemerintahan yang merangkap sebagai ketua dan pengurus parpol cenderung akan menimbulkan masalah.

Salah satu kekhawatiran responden adalah kerja pejabat publik tidak fokus untuk melayani kepentingan masyarakat. Selain itu, potensi konflik kepentingan akan muncul ketika terjadi rangkap jabatan publik dan jabatan politik di partai.

Penyikapan seperti ini juga muncul dari publik ketika menilai pemerintahan di awal era reformasi banyak ketua umum parpol masuk jajaran kabinet. Penilaian ini terekam dari hasil survei beberapa lembaga, yakni adanya kekhawatiran publik soal pemanfaatan fasilitas negara untuk kepentingan parpol.

Sikap serupa dari responden muncul dalam jajak pendapat pekan lalu. Menurut mereka, seseorang yang menduduki jabatan publik dan sekaligus aktif sebagai ketua ataupun pengurus parpol rawan terjadi konflik kepentingan.

sumber foto: kaltim pos
sumber foto: kaltim pos
Komisi Pemberantasan Korupsi mendefinisikan konflik kepentingan sebagai situasi penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan UU memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat memengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.

Ketakutan inilah nantinya akan memporakporandakan tubuh pemerintahan ataupun organisasi yang dipimpin pejabat rangkap jabatan ini. Sebelum jauh nantinya terjadinya ketimpangan ataupun menimbulkan kontra yang berlebihan, sebaiknya pemerintah harus mengeluarkan peraturan ataupun kebijakan yang melarang rangkap jabatan.

Saat ini pemerintah kerap mengembar-gemborkan reformasi birokrasi. Salah satu upaya yang ditempuh berupa pelarangan rangkap jabatan para abdi negara, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2005.

Tampaknya langkah pemerintah tersebut hanya angin lalu. Pasalnya, hingga kini jumlah pejabat yang rangkap jabatan, khususnya yang duduk di kursi komisaris BUMN justru bertambah banyak jumlahnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Ombdusman Republik Indonesia (ORI), ditemukan ratusan abdi negara memiliki jabatan ganda yakni sebagai komisaris BUMN. Tercatat, sedikitnya 125 pejabat dari sejumlah instansi yang menduduki posisi Komisaris BUMN.

Para pejabat yang memiliki jabatan rangkap itu, berasal dari berbagai instansi.

Mulai dari kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,Kementerian Perindustrian, Sekretariat Kabinet, TNI/Polri, Kementerian Pariwisata, serta dari kalangan akademisi sejumlah Perguruan Tinggi Negeri.

Selain itu, ada juga pejabat daerah seperti sekretaris daerah, kepala dinas yang menjabat sebagai komisaris perusahaan negara.

Kementerian BUMN relatif banyak menempatkan pejabatnya di kursi komisaris. Ada sekitar 20-an orang pejabatnya, yang memiliki jabatan ganda.

Bahkan, ada seorang pejabat yang menjadi komisaris di dua perusahaan. Ony Suprihartono, yang kini menjabat Kepala Biro Perencanaan, SDM, dan Organisasi Kementerian BUMN merangkap menjadi Komisaris PT Pupuk Indonesia dan PT Jamkrindo.

Hampir semua pejabat Eselon I dan II Kementerian BUMN menduduki posisi dewan pengawas Perusahaan pelat merah. Di jajaran pejabat Eselon I, ada nama Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi, Wahyu Kuncoro dan Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Gatot Trihargo yang menjabat Komisaris Bank BNI.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Aloysius Kiik Ro yang menjabat Komisaris PT PLN; Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Hambra di dewan komisaris PT Semen Indonesia; Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Edwin Hidayat Abdullah di PT Pertamina. Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri.

Petinggi TNI-Polri, juga tercatat sebagai Komisaris BUMN. Kepala Staf tiga matra TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara merangkap sebagai komisaris.

KSAD Jenderal Mulyono duduk sebagai Komisaris PT Pindad, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di PT Dirgantara Indonesia, dan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi sebagai Komisaris di PT PAL Indonesia (Persero). Lainnya Wakapolri Komjen Syafruddin di PT Pindad.

Dari sejumlah nama dan instansi yang diklarifikasi, menyatakan, rangkap jabatan komisaris merupakan hal yang wajar.

Angkatan Laut, misalnya, melalui juru bicaranya, menyatakan bahwa jabatan Komisaris PT PAL melekat pada KSAL. Kewenangan Komisaris Utama PT PAL tidak menyangkut operasional. Hanya fungsi pengawasan PT PAL.

Itulah realita banyak pejabat yang rangkap jabatan di tubuh pemerintahan maupun di perusahaan badan usaha milik negara hingga swasta. Ini harus menjadi pekerjaan rumah pemerintah agar tidak terjadi kongkalingkong dengan adanya pejabat rangkap jabatan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun