"Maaf pak, jujur saya katakan saya sedikit ada masalah." Sampai disitu Rani menunduk. Kelihatan dia menahan air matanya agar tidak keluar.
"Boleh aku tahu?" Tanya bos Rani yang bermata agak sipit. Tahulah pengusaha sukses di negeri ini adalah mereka yang menguasai perdagangan di seantero dunia.
Rani diam sejenak. Ia mempermainkan pulpen ditangannya untuk mengusir perasaan risau.
"Maaf Pak. Ini sangat pribadi. Lain kali Bapak pasti tahu." Jawab Rani agak gugup.
"Ooo, kalau begitu Bapak minta mohon fokus bekerja. Kamu karyawan saya yang sangat handal. Kalau masalahnya dari perusahan mohon diutarakan. Soal gajih misalnya."
"Tidak, tidak Pak. Saya nyaman bekerja disini. Bapak sudah banyak memberi perhatian. Untuk nafkah, Saya rasa sudah cukup."
"Baik kalau begitu. Sudah cukup. Silahkan keluar. Tetap hati-hati ya."
Rani menjulurkan tangannya yang putih mulus, dan terus melangkah keluar dari ruangan bosnya.
Namun dibalik langkahnya, Rani merasa menyesal karena menyimpan rahasia yang bisa mencelakakan hidupnya. Tapi kalau disampaikan? Ia akan sangat malu dan takut kalau dikeluarkan dari perusahannya.
Begitulah hidup Rani semakin bimbang. Rani menyesal sudah berani bermain api.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H