Boleh Ku Kenang Juara 1 Kepala Sekolah Tingkat Nasional
Pertama, tentu saya minta maaf tulisan ini saya buat bukan menunjukan jumawa saya sebagai pribadi, tetapi semata keinginan untuk mengenang kembali dan berharap media kompasiana ikut menyimpannya.
Waktu itu di tahun 2010. Bulan Agustus. Setelah saya berhasil menjadi juara 1 kepala sekolah SMP tingkat provinsi, maka saya menjadi utusan untuk berlaga di Jakarta bersama 34 provinsi dari seluruh Indonesia.
Sebelumnya tentu kami mendapat pembekalan dan petunjuk di daerah, sehingga persiapan dan kesiapan semakin mantap.
Walau ada pengalaman beberapa kali mengikuti lomba lainnya, namun kali ini tentu ada beban lebih karena di pundak ada titipan harapan dari pejabat pendidikan di kabupaten maupun provinsi.
Waktu terus berjalan. Sampailah pada proses pemilihan. Dimulai dari tes tulis. Maraton sampai sore tes wawancara dan presentasi. Sedangkan untuk penilaian administrasi sudah terlebih dahulu karena dokumen sudah dikirim duluan.
Diwaktu senggang, nyali saya sempat ciut, karena melihat dokumen yang dibawa oleh salah seorang kepala sekolah SMP, seperti sebesar troli. Luar biasa banyaknya. Saya berpikir pasti ini yang juara.
Saat wawancara yang menarik bagi penguji (mungkin ada profesor) adalah ketika saya memaparkan makalah yang saya beri judul: Manajemen Qolbu Untuk Meningkatkan Prestasi Sekolah.
Saya digiring kok nulis manajemen qolbu. Apa latar belakangnya?
Saya pun menjelaskan berdasarkan pengalaman, ketika SDM sekolah dijejali penghargaan (seperti dengan bermacam uang tambahan), bila qolbu (hati nurani) mereka tidak tersentuh oleh utamanya diri sendiri akan sia-sia.
Lalu saya diingat apa langkah saudara dalam implementasi manajemen qolbu? Karena saya yang melakukan, maka saya lebih rilek menjawab. Hal yang biasa saya lalukan:
1. Pertemuan berkala sambil camilan seperti ngopi, ngeteh dan sesekali bubur kacang hijau. Kami berbaur, rilek setelah evaluasi kinerja masing-masing.
2. Saya merubah model penghargaan berbasis kinerja. Kita bahas bersama staf untuk memberikan bobot nilai kinerja apa saja biar sepadan seperti wakasek, wali kelas, guru piket.
Saya masih ingat bagaimana memberi bobot penghargaan yang tinggi bagi guru yang membina lomba dan  berprestasi,  termasuk kepada siswa. Termasuk pelajaran tambahan, sehingga tidak lagi anak2 berkeliaran ikut les di luar.
3. Saya berusaha mengajak guru dan staf refresing di akhir tahun sehingga mereka pernah sampai ke Jakarta, Malang dan Surabaya sambil berkunjung di sekolah favorit. Tentu ini atas kerjasama dengan pihak ke tiga utamanya dengan komite.
Kesan menarik dari dewan juri, saya lumayan banyak menulis di mas media, membuat buku ber ISBN, buat makalah dan juga diktat.
Demikian pengalaman singkat saya. Mohon maaf bila tidak berkenan. Semoga pula dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H