Ratapan Anak Tiri
(2)
Tari mengangguk. Ia tidak mengiyakan perkataan ibu tirinya. Hatinya terlalu sakit. "Mengapa ayahnya begitu mudah mempercayai ibu tiriku yang bejat.
"O, begitu. Ayah anterin Ibu berobat ya. Kasihan nanti terus sakit." Ayah tari berkata sambil memegangi kepala ibu.
"Ndak usah ayah. Ini sudah baikan. Mungkin karena kepayahan jemur pakaian dan cuci perabot di dapur."
Hati Tari makin luka. Ingin rasanya ia teriak dan berkata tentang kebohongan ibu tirinya. Tapi Tari berpikir. "Tak mungkin ayah membelaku.
*****
Hari senin, Tari dan adiknya Maya berangkat kesekolah. Seperti biasa mereka jalan kaki. Sekolahnya kira-kira 400 meter dari rumah.
Dasar ibu tiri. Selalu ambil muka dihadapan ayah. Ibu menyuapi Tari dan Maya sebelum berangkat sekolah. Dimanapun kejahatan ibu tiri terbawa. Ketika menyuapi Maya, nasi yang diberikan lengkap dengan lauk pauk. Namun ketika gantian Tari, nasinya sedikit, dan tidak berisi apa-apa.
"Ibu, banyakin dan kasi daging ayam nasi Kakak Tari. Masak nasi putih aja." Maya nyeletuk berkata. Yaah, namanya anak kecil pasti masih polos dan lugu.
Ayahnya menoleh. Namun dengan cepat ibunya berkata.
"Sudah sayang. Tuh lihat kakak Tari makannya lahap."
Setelah selesai sarapan pagi, mereka pamitan. Tidak berselang lama mereka tiba di sekolah bel masuk terdengar.teng...teng..teng...Sebuah besi tua tergantung dipukul. Suaranya cukup keras.
Jam pertama Tari dapat pelajaran berhitung. Belum berjalan 20 menit, Tari sudah tertidur. Ibu guru Marni memperhatikan, tapi dia tidak membangunkan. Kejadian Tari tertidur di kelas sudah sering kali. Ibu Marni sudah maklum, karena beliau tahu Tari punya ibu tiri.
"Tari, bangun nak. Jam istirahat berbunyi." Tari terkejut, dan mau bergegaa keluar kelas.