Hidupku, Semuanya  Untukmu RioÂ
Pandangan Utari tak lepas dari Rio yang terkapar. Sedikitpun Rio ada tanda bergerak. Utari mendengar suara alat kontrol berbunyi. Ia mendongak keatas depan. Dilihatnya garis-garis yang bergelombang. Utari pastilah tidak paham alat itu. Tapi ia menduga pasti itu alat kontrol.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11siang. Terlihat ibu perawat mulai sibuk menyiapkan alat-alat. "Pasti akan ada kunjungan dokter." Pikir Utari.
"Buk, mohon ibu keluar sebentar ya. Akan ada kunjungan dokter." Kata perawat perempuan yang sangat ramah.
Utari bergegas keluar ruang ICU. Ia mencari tempat duduk di bangku panjang. Dalam hatinya bergejolak antara benci dan cinta. "Mengapa keluarga Rio begitu tega membuang Rio. Tidakkah mereka punya rasa kasihan? Bukankah Rio juga manusia? Rio berhak mendapat kasih dan sayang. Mengapa mengapa Aku harus mengambil beban yang berat ini?" Pikir Utari sambil menghapus air matanya.
Tidak lebih dari 20 menit, seorang perawat memanggil Utari. Bersama tim dokter, mereka menjelaskan kondisi Rio.
"Buk Utar, sebentar lagi Rio akan dioperasi. Masih ada 1 peluru yang bersarang di dadanya. Itu harus segera diambil," kata dokter Putut spesialis bedah.
Utari sedikit shok. Terlihat wajahnya lesu. Ia tak menyangka akan seperti ini.
"Dokter, apapun yang terbaik untuk Rio, sementara hanya saya yang menemani, saya menerima saja."
"Ooo, Ibu bukannya keluarga Rio?"
Utari menunduk. "Bukan dokter. Saya hanya teman dekat."