Mohon tunggu...
Nyoman Prayoga
Nyoman Prayoga Mohon Tunggu... Pekerja NGO -

Currently working as Flood Resilience Program Manager at Mercy Corps Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perlukah Pelibatan Dunia Usaha untuk Membangun Ketahanan Perkotaan Terhadap Perubahan Iklim?

31 Desember 2015   11:33 Diperbarui: 31 Desember 2015   11:52 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sektor usaha seperti kegiatan industri tidak luput dari ancaman dampak perubahan iklim yang bisa mengganggu stabilitas aktivitas usaha mereka. (Dokumentasi Program ACCCRN)"][/caption]

Seperti banyak diketahui, perubahan iklim sudah menjadi fenomena yang menunjukan bukti dan dampaknya di berbagai level. Temperatur rata-rata global yang menghangat, anomali musim, cuaca ekstrem, kejadian bencana terkait iklim, kenaikan muka air laut, dan hal-hal lain yang berimbas pada dampak satu ke dampak lainnya. Contohnya, ketika es di kutub mencair dalam jumlah besar, volume air laut global menjadi bertambah dan menyebabkan permukaan air laut naik. Tambak-tambak ikan tepi pantai mulai tenggelam ini berarti penghasilan peternak ikan menurun atau bahkan hilang. Ada perputaran uang yang hilang karena dampak tidak langsung dari perubahan iklim. Tadinya hal ini hanya dianggap sebagai kejadian bencana saja, namun prosesnya terus berulang di banyak tempat sehingga jumlah kerugian akumulatif menjadi besar.

Contoh nyata dari dampak perubahan iklim yang menguji ketahanan suatu daerah adalah ketika kejadian banjir besar di Thailand pada November 2011. Kejadian ini berlangsung cukup lama dan mengakibatkan gangguan pasokan dan distribusi terhadap banyak industri. Lumpuhnya industri di Thailand ternyata mengakibatkan dampak di skala regional. Pada masa tersebut, pasokan suku cadang mobil di pabrik perakitan kendaraan di Filipina mengalami gangguan, distribusi barang-barang elektronik ke Indonesia terhambat. Ada konsekuensi kerugian  sangat besar selama kejadian banjir besar Thailand. Tingginya curah hujan dan rendahnya kapasitas daerah industri Thailand untuk beradaptasi terhadap banjir mengakibatkan kerugian 45 miliar dollar (World Bank 26/11/2011), kerugian  terbesar dalam 50 tahun sejarah Thailand. Nyatanya nominal tersebut cukup untuk membangun sebuah jaringan drainase skala besar agar daerah industri Thailand bisa meminimalisir ancaman maupun dampak dan kerugian dari banjir. Kejadian tersebut seharusnya menjadi contoh pembelajaran mengenai pentingnya perspektif pertimbangan perubahan iklim pada proses perencanaan pembangunan perkotaan. Tidak menutup kemungkinan hal-hal seperti ini akan kembali terulang di tempat yang sama atau di tempat lain.

[caption caption="Banjir di Thailand pada tahun 2011 sempat melumpuhkan banyak daerah di negara tersebut sehingga berdampak pada aktivitas ekonomi yang mengganggu berbagai pasokan distribusi skala nasional dan internasional (Dokumentasi Daniel Berehulak untuk MTHAI)"]

[/caption][/caption]

Seperti banyak praktisi di bidang perubahan iklim lainnya, Mercy Corps Indonesia melalui program ACCCRN (Jejaring Kota-Kota di Asia yang Berketahanan Iklim) di Indonesia meyakini bahwa sangat penting untuk bekerja sama dengan pelaku usaha di bidang perubahan iklim. Harus diakui, tidak sedikit perspektif dunia usaha yang  menganggap perubahan iklim hanyalah urusan aktivitas dan penggerak lingkungan. Mengapa pelaku usaha harus dilibatkan? Karena mau tidak mau kita harus mengakui bahwa isu perubahan iklim adalah isu pembangunan, dan kegiatan pembangunan memiliki konsekuensi ekonomi yang tentu saja berarti ada pelaku usaha di dalamnya. Tidak jarang terjadi perdebatan dan persinggungan antara pelaku ekonomi dengan pemerhati lingkungan karena kegiatan produksi, kegiatan usaha, kegiatan industri, dan istilah kegiatan pembangunan lainnya yang erat kaitannya dengan perubahan iklim, baik penyebab maupun terdampak. ACCCRN melihat bahwa dunia usaha merupakan mitra strategis dalam aksi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim mengingat mereka adalah salah satu aktor pembangunan yang dominan. Nilai kolaborasi harus selalu ditekankan dalam isu perubahan iklim karena kapasitas sektor privat dalam proses usaha yang peduli dan mempertimbangkan perubahan iklim bisa menjadi benefit bagi banyak pihak.

[caption caption="Dunia usaha saat ini sudah lebih sering dilibatkan dalam forum-forum perkotaan yang membahas perubahan iklim sebagai salah satu isu penting. (Dokumentasi Program ACCCRN)"]

[/caption]

[caption caption="Para pelaku usaha berpartisipasi secara aktif berbagai pengalaman mereka dalam merespon dampak perubahan iklim di dalam forum Climate Week pada bulan Oktober 2015 yang lalu. (Dokumentasi Climate Week, 2015)"]

[/caption]

Penggunaan bahan produksi lokal diyakini lebih ramah lingkungan dibandingkan impor dari negara lain. Menanam kacang kedelai hitam di indonesia dan memanfaatkannya untuk proses produksi maupun keperluan konsumsi dalam negeri berarti lebih sedikit bahan bakar dan biaya untuk proses transportasi dibandingkan jika harus mengimpor kacang kedelai hitam dari negara lain. Memiliki fasilitas pemanenan air hujan skala perusahaan atau pabrik sebagai sumber air alternatif bisa mendorong upaya penghematan air dibandingkan mengandalkan pompa sedot air tanah terus menerus sepanjang tahun. Menerapkan kebijakan paperless/ mengurangi penggunaan kertas dan reuse/ penggunaan ulang kertas bekas akan sangat berguna untuk menjaga sumber daya pohon dan juga mengurangi biaya pembelian alat-alat perkantoran. Jika lebih banyak pelaku usaha menyadari bagaimana perubahan iklim berdampak pada sektor usahanya, maka harapannya dapat membuat mereka mulai memikirkan cara produksi yang mempertimbangkan isu perubahan iklim tersebut. Dengan begitu, maka sebenarnya mereka juga melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sektor usaha mereka sendiri. Efisiensi energi dan sumber daya jika diperhitungkan pasti akan memberi keuntungan ekonomi pada biaya produksi dan pastinya akan mendukung keberlangsungan usaha seterusnya.

Penulis:

  • Putri Handayani (Corporate Liaison Senior Officer ACCCRN - Mercy Corps Indonesia)
  • Nyoman Prayoga (City Government Partnership Coordinator ACCCRN - Mercy Corps Indonesia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun