[caption caption="Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis (dokumentasi program ACCCRN)"][/caption]
Dampak Perubahan Iklim pada Pertanian Kota Probolinggo
Pada tahun 2013, telah dikaji mengenai kondisi Kota Probolinggo dalam kaitannya dengan dampak perubahan iklim. Salah satu sektor yang rentan akibat perubahan iklim adalah sektor pertanian. Di sektor ini, serangan hama pada tanaman, mundurnya waktu panen, cuaca ekstrim yang menyebabkan banjir dan kekeringan, serta penurunan kualitas komoditas yang seharusnya panen pada musim kemarau, menjadi dampak-dampak negatif dari perubahan iklim yang terjadi di Kota Probolinggo. Sebagai kota yang 60% produksi padinya dilayani dari kota itu sendiri, isu ketahanan pangan pun muncul di tengah kondisi yang mempersulit aktivitas pertanian sekarang ini.
Di saat yang bersamaan, kebiasaan petani dalam menggunakan pupuk dan pestisida kimia selama bertahun – tahun menyebabkan lahan pertanian menjadi tidak berkelanjutan. Selain tidak bisa menggantikan unsur hara, pupuk kimia membuat tekstur tanah semakin keras jika dipakai terus menerus. Di samping itu kebiasaan petani menggunakan pupuk kimia ternyata berkontribusi pada produksi gas metana yang juga mempengaruhi perubahan iklim.
Menyadari kondisi tersebut, Komite Pengarah dan Komite Teknis Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan Kota Probolinggo berkolaborasi dengan APEKSI dan Mercy Corps Indonesia melalui program ACCCRN (Asian Cities Climate Change Resilience Network) untuk melaksanakan kegiatan pengembangan pertanian organik di kota tersebut, khususnya di Kelompok Tani Bangu Jaya di Kelurahan Sumber Taman.
Penerapan Penggunaan Pupuk Organik pada Pertanian Padi dan Jagung
Tidak kurang dari 100 orang petani dari Kelompok Tani dan Kelompok Wanita Tani Bangu Jaya terlibat dalam pengembangan kapasitas mereka untuk mempraktikan pertanian organik di lahannya. Selain mendapat pengenalan metode pertanian organik, para petani diajak untuk praktik dalam sekolah lapang untuk komoditas padi dan jagung. Menurut Dinas Pertanian, setelah pendampingan selesai, sekitar 78 petani tetap berkomitmen untuk melanjutkan praktik pertanian organik di wilayahnya.
[caption caption="Petani merupakan kelompok rentan terhadap dampak perubahan iklim akibat sulitnya memprediksi musim dewasa ini (dokumentasi program ACCCRN)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/09/16/pertanian-converted-55f9416bad9273890f07bc10.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
[caption caption="Petani memanfaatkan kotoran ternak untuk diolah menjadi pupuk organik (dokumentasi program ACCCRN)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/09/16/dsc05441-converted-55f9422c1793733209894bda.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Para petani menyadari bahwa penggunaan pupuk organik dapat membantu keberlanjutan kegiatan pertanian mereka. Pada kondisi ideal, proporsi bahan penyusun tanah adalah 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% air, dan 25% udara. Komposisi ideal tersebut yang berusaha dikembalikan oleh para petani agar kualitas tanah ke depannya tidak memburuk akibat terpapar bahan kimia yang berlebihan.
“Penggunaan pupuk organik terbukti menghasilkan komoditas yang lebih aman dikonsumsi. Kualitas tanaman juga lebih baik seperti terlihat dari warna daun yang lebih segar. Kemampuan membuat pupuk organik juga memberi kesempatan pada petani untuk menambah penghasilan. Semoga ke depannya lebih banyak petani yang beralih kembali ke yang alami.” – Nur Huzaimah, Kelompok Tani Bangu Jaya
Selain memperoleh benefit secara kualitas, ternyata para petani juga memanfaatkan peluang ekonomis dari tren produk organik yang sekarang lebih dikenal di masyarakat. Kelompok Tani Bangu Jaya sekarang bisa mendapatkan sampai 70 orang pembeli setiap bulannya untuk pupuk organik yang mereka hasilkan. Bahkan, mereka juga bisa memasarkan hasil pertanian mereka ke pihak swasta yang membutuhkan pasokan beras organik untuk kebutuhan produknya. Terlebih lagi, sepanjang tahun 2014 sampai 2015 ini, Kelompok Tani Bangu Jaya berhasil memproduksi sekitar 200 ton pupuk organik baik untuk mereka gunakan sendiri maupun mereka pasarkan.
“Tidak mudah mengubah praktik pertanian yang sudah berjalan sampai sekarang. Akan tetapi upaya terus menerus untuk mengenalkan dan mendampingi para petani diharapkan dapat membuat mereka beralih ke praktik pertanian organik demi keberlanjutan aktivitas pertanian.” – Bapak Yudha, Kepala Dinas Pertanian Kota Probolinggo
[caption caption="Pertanian organik bertujuan untuk mengembalikan unsur hara pada tanah dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan penggunakan bahan kimia berlebihan (dokumentasi program ACCCRN)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/09/16/dsc05417-converted-55f941addd22bd3d1526250c.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Perlu disadari bahwa penerapan pertanian organik tidak serta merta memberi hasil instant yang dapat dirasakan langsung, melainkan membutuhkan waktu lebih untuk merasakan manfaat nyata dari praktiknya. Maka perlu komitmen yang nyata dari berbagai pihak untuk mendorong terus praktik yang baik untuk lingkungan ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI