Mohon tunggu...
Man Krisnha
Man Krisnha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Udayana

Seorang mahasiswa gabut yang suka ngomongin politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Partai Politik di Negara Presidensial: Emang Boleh?

8 Januari 2025   13:18 Diperbarui: 8 Januari 2025   13:18 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koalisi Indonesia Maju (Sumber: Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka/RM.id)

Koalisi partai politik merupakan hal yang sangat lumrah ditemukan pada negara yang menganut sistem demokrasi. Namun, dalam sebuah negara demokrasi yang menggunakan sistem presidensial, koalisi ini dapat berpotensi untuk melemahkan peran presiden itu sendiri.

Apalagi koalisi ini terbentuk tidak berdasarkan alasan kesamaan ideologi, melainkan untuk mendapat sebuah kedudukan di pemerintahan. Ini akan melahirkan pertanyaan, mengapa hal ini bisa terjadi? Apasih penyebab partai-partai membuat koalisi?

Apa itu Koalisi Partai Politik?

Sebelum melangkah lebih lanjut, kita harus mengetahui definisi dari partai politik. Partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.

Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik---(biasanya) dengan cara konstitusional---untuk melaksanakan programnya (Budiardjo, 2008). Partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi karena menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dan kekuasaan.

Lembaga ini memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik.

Beberapa partai menggabungkan diri menjadi suatu koalisi didasari oleh beberapa alasan, salah satunya yaitu untuk dapat mengusung seorang presiden dan wakil presiden. Hal ini diatur di dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang diperbaharui dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Undang-undang ini menetapkan suatu syarat bahwa pasangan calon yang maju dalam pemilihan umum harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mendapat kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau mendapat 25% (dua puluh lima persen) dari total suara yang sah secara nasional dalam pemilihan umum legislatif sebelum pelaksanaan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden.

Alasan lain dari terbentuknya koalisi yaitu mencegah terjadinya deadlock legislative dimana terdapat perbedaan pendapat antara mayoritas suara di parlemen dengan pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan sebuah ketidakstabilan politik dalam suatu negara. Maka dari itu, pemerintah harus mendapat dukungan mayoritas di parlemen untuk mencapai suatu kestabilan politik

Koalisi partai politik seharusnya hanya ditemukan pada negara-negara yang menganut sistem parlementer seperti Inggris dan Prancis. Koalisi bisa terjadi karena adanya peleburan antara eksekutif dan legislatif dalam sistem ini sehingga pemerintah harus mendapat suara mayoritas dalam parlemen untuk mendapat dukungan.

Di Indonesia sendiri, lembaga eksekutif memiliki kuasa yang lebih kuat dibanding eksekutif di negara lain karena menganut sistem presidensial. Dalam negara presidensial, presiden menjabat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Emangnya Koalisi Partai Politik Salah?

Jawaban singkatnya, tidak salah sepenuhnya tergantung tujuan dari dibentuknya koalisi tersebut. Menurut Hannan (2021), koalisi partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu policy-blind coalition dan policy-based coalition.

Policy-blind coalition yaitu koalisi yang tidak didasarkan kepada pertimbangan kebijakan, namun berfokus kepada pemaksimalan kekuasaan. Sedangkan, policy-based coalition yaitu koalisi yang didasarkan kepada pertimbangan kebijakan-kebijakan yang hendak direalisasikan.

Pada suatu sistem presidensial yang ideal, eksekutif bertugas untuk menjalankan pemerintahan sedangkan legislatif bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan adanya koalisi ini, legislatif tidak akan bisa menjalankan fungsi pengawasannya dengan maksimal karena partai yang mengusungnya berada di pihak yang sama dengan eksekutif.

Hal ini dapat mengganggu mekanisme check and balance. Hal-hal yang saya sebutkan di atas merupakan hasil dari tergabungnya sistem presidensial dengan sistem multipartai.

Pada akhirnya, kita tak dapat menyimpulkan apakah koalisi partai politik merupakan hal yang benar atau salah. Setelah membaca tulisan ini, saya harap Anda dapat menilai sendiri apakah koalisi ini merupakan hal yang masih perlu dilakukan atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun