Koalisi partai politik merupakan hal yang sangat lumrah ditemukan pada negara yang menganut sistem demokrasi. Namun, dalam sebuah negara demokrasi yang menggunakan sistem presidensial, koalisi ini dapat berpotensi untuk melemahkan peran presiden itu sendiri.
Apalagi koalisi ini terbentuk tidak berdasarkan alasan kesamaan ideologi, melainkan untuk mendapat sebuah kedudukan di pemerintahan. Ini akan melahirkan pertanyaan, mengapa hal ini bisa terjadi? Apasih penyebab partai-partai membuat koalisi?
Apa itu Koalisi Partai Politik?
Sebelum melangkah lebih lanjut, kita harus mengetahui definisi dari partai politik. Partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik---(biasanya) dengan cara konstitusional---untuk melaksanakan programnya (Budiardjo, 2008). Partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi karena menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dan kekuasaan.
Lembaga ini memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik.
Beberapa partai menggabungkan diri menjadi suatu koalisi didasari oleh beberapa alasan, salah satunya yaitu untuk dapat mengusung seorang presiden dan wakil presiden. Hal ini diatur di dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang diperbaharui dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Undang-undang ini menetapkan suatu syarat bahwa pasangan calon yang maju dalam pemilihan umum harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mendapat kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau mendapat 25% (dua puluh lima persen) dari total suara yang sah secara nasional dalam pemilihan umum legislatif sebelum pelaksanaan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden.
Alasan lain dari terbentuknya koalisi yaitu mencegah terjadinya deadlock legislative dimana terdapat perbedaan pendapat antara mayoritas suara di parlemen dengan pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan sebuah ketidakstabilan politik dalam suatu negara. Maka dari itu, pemerintah harus mendapat dukungan mayoritas di parlemen untuk mencapai suatu kestabilan politik
Koalisi partai politik seharusnya hanya ditemukan pada negara-negara yang menganut sistem parlementer seperti Inggris dan Prancis. Koalisi bisa terjadi karena adanya peleburan antara eksekutif dan legislatif dalam sistem ini sehingga pemerintah harus mendapat suara mayoritas dalam parlemen untuk mendapat dukungan.
Di Indonesia sendiri, lembaga eksekutif memiliki kuasa yang lebih kuat dibanding eksekutif di negara lain karena menganut sistem presidensial. Dalam negara presidensial, presiden menjabat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.