Mohon tunggu...
Fathoni  Ashari
Fathoni Ashari Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Suka dengan desain grafis, edit foto, video, oprek seputar komputer dan menulis, walaupun semuanya masih amatiran.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup di Zaman Anak-anak Suka Sinetron daripada Kartun

24 September 2016   05:35 Diperbarui: 24 September 2016   09:35 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kartun yang pernah tayang di indonesia memang untuk tontonan anak-anak, disajikan dalam animasi yang menarik interaktif. Selain itu banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik, mulai dari cerita yang inspiratif, mengajarkan betapa pentingnya persahabatan dan pertemanan sampai mengajari kita untuk pantang menyerah. Bahkan banyak sekali pesan yang tersirat di dalam kartun tersebut. akan lebih baik jika anak-anak menonton kartun yang lebih banyak pelajaranya daripada menonton sinetron.

tidak sedikit orang di buat nostalgia hanya karena mengingat atau melihat tayangan ulang kartun yang ia tonton pada masa kecilnya. Karena memang masa anak-anak lebih cepat untuk mengingat sesuatu yang ia lihat. Mumpung daya ingat masih bagus, tidak semestinya  diperlihatkan  dengan tontonan yang tidak sesuai umurnya. Tontonan yang sesuai umurnya dan salah satunya adalah kartun, tapi sekarang tontonan kartun sangat sedikit di banding beberapa tahun yang lalu. Ini juga menjadi salah satu yang di sayangkan dari tayangan kartun.

Apa dampak yang terjadi karena pengaruh tontonan yang tidak sesuai umurnya?

Jika anak-anak menonton tayangan sinetron yang penuh konflik, maka yang tergambar dalam ingatanya adalah konflik dan masalah tersebut, yang mungkin di tiru dan di tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh ketika anak melihat seorang ibu-ibu yang dalam peranya suka marah-marah, maka tidak menutup kemungkinan si anak akan meniru kebiasaan marah-marah ibu tersebut. begitu pula adegan percintaan yang ada di sinetron, mulai dari jalan bareng, gandengan tangan, berpelukan sampai berciuman. Itu bisa memicu pendewasaan dini, yang artinya dewasa sebelum waktunya. dan pada akhirnya dari kecil sudah tertanam kebiasaan yang salah, mungkin bisa dibawa hingga ia dewasa.

Lalu, Upaya apa yang bisa kita lakukan? 

Upaya yang bisa kita lakukan, setidaknya untuk meminimalisir dampak tersebut antara lain pilihlah tontonan pada tayangan TV yang cocok sesuai umurnya, bisa kita arahkan ke tontonan anak-anak semisal kartun atau acara petualangan anak-anak atau acara edukasi lainnya. tidak mengajak anak-anak ketika menonton tayangan yang seharusnya tidak di tonton oleh anak-anak tersebut, seperti sinetron, infotainment. Dan terus awasi ketika si kecil menonton televisi. 

mungkin sekian, semoga tulisan ini bermanfaat dan mohon maaf jika tedapat kesalahan, terimakasih.

#JURNALISTIKUINJOGJA2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun