Mohon tunggu...
Novita Sari
Novita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktif di dunia literasi, pergerakan dan pemberdayaan perempuan

@nys.novitasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepergian Saijah

9 Juni 2020   10:30 Diperbarui: 9 Juni 2020   10:34 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Novita Sari

Beberapa orang yang duduk santai di tangga panjang rumah panggung itu tampak terbengong-bengong. Pohon jambu biji yang tumbuh dekat tangga itu berayun-ayun ditiup angin sore.  Burung gereja masih mematuk-matuk kulit pohon duku besar yang tak jauh dari mereka.

Sesaat setelah seorang gadis belia berbaju rok selutut itu menjelaskan jika ibunya hilang dan menjelma air mata. Begitu keheranan yang memenuhi kepala mereka kira-kira.

Sumirah, perempuan yang tampak paling kerasan diantara mereka memandang gadis itu dengan lekat, matanya menyusuri lekuk tubuh gadis yang lima menit lalu lewat dan disapa oleh ibu-ibu dengan maksud sekenanya.

"Hah, ado pulak?" katanya menimpali

Suaidah, gadis yang tengah berdiri didepan mereka hanya tertunduk diam. Matanya takut tertangkap  pandang Sumirah yang terkenal pemarah, suka membuat omongan yang bukan-bukan, dan besar suaranya.

Ibu-ibu yang lain ikut mengangguk, sambil saling menatap satu sama lain mencari persetujuan. 

Awalnya Suaidah menjelaskan bahwa ibunya yang sudah lima tahun terbujur sakit telah  menghilang tadi malam. Ia bercerita, tadi pagi ibunya datang lewat lelehan air mata yang mengalir di pipinya.

Terbata-bata ia menjelaskan, "mamak hilang tadi malam, sudah tu, tadi pagi waktu kami nangis, air mato kami berkumpul, emak tibo-tibo muncul" suaranya terdengar parau. Perkataan Suaidah itu membuat pikiran Sumirah melihat kedalam masa lalu.

Saijah namanya. Badannya yang kurus kekuningan tampak menyedihkan dengan penyakit kulit yang ia derita. Padahal sebelumnya ia memiliki badan yang seksi, sering menjadi bahan percakapan bapak-bapak di pos ronda. Saat turun untuk mandi dan mencuci pakaian di sungai pun ada banyak mata yang mengikutinya.

Namun, tanpa aba-aba, pada pagi yang dingin, badannya sulit diangkat, kulitnya gatal meradang bahkan pandangannya kelabus. Hanya Suaida, anak perempuan satu-satunya yang ia miliki sejak ia bercerai dengan suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun