Setelah kejadian itu, mulailah semua warga menjaga ketat tanaman mangga milik mereka mengingat musim mangga telah memasuki masa ranum. Ada yang menggilir anggota keluarga untuk mengamati tanaman mangga di halaman, ada juga yang memasang lonceng di pohon mangga dengan tali yang terjalin sampai kedalam rumah sehingga sewaktu-waktu bisa ditarik dan menimbulkan bebunyian, bahkan ada yang sengaja membayar orang untuk menjaga pohon mangga mereka. Â
Sekitar tiga hari, semua berjalan dengan lancar. Namun, dihari keempat semua bisa ditebak. Tutu kembali berhasil menggasak pohon mangga milik salah satu warga. Kali ini pohon mangga milik pak Juan yang menjadi korbannya. Bu Rosmiyati, istri pak Juan tampak pucat saat mengetahui pohon mangga miliknya telah dirusak. Pak Juan sendiri tampak menggebu-gebu menceritakan kebengisan Tutu terhadap pohon mangga miliknya. Sambil menunjuk-nunjuk ia mengumpat Tutu. Orang-orang yang datang terbakar kegeramannya.Â
Hingga apa yang ditakutkan sebagian orang harus terjadi. Semuanya bersepakat untuk membunuh Tutu dengan cara menyerangnya bersama-sama. Mulailah warga mengatur siasat dengan dipimpin Suef, seorang centeng di kampung ini. rapat-rapat rahasia digalakkan, warga ingin pembunuhan Tutu dilakukan diam-diam tanpa harus membuat gaduh apalagi hingga membuat aparat datang dan menghakimi semuanya. Anak-anak juga tak diizinkan tahu, cukup kepala keluarga saja yang menangani ini.
Hasil dari kesepakatan tersebut, warga akan membunuh Tutu malam ini. Beberapa orang terlihat membawa botolan cairan, dengan alat semprot khusus. Beberapa lagi membawa golok, parang, pisau lipat hingga kain hitam.Â
Tibalah saatnya kiamat untuk Tutu malam itu. Semuanya melakukan pembunuhan dengan enteng, tidak ada alat yang tidak terpakai, tak pula sesulit yang dibayangkan dan kini Tutu, keluarga dari kelas Bemisia tabaci yang sering membuat pertumbuhan tanaman mangga terhambat itu telah tiada. Ini semua karena Suef telah diberi resep dari ahli pengobatan tanaman sebelumnya.