Mohon tunggu...
Erny Kusuma
Erny Kusuma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka kuliner dan jalan-jalan, kemudian diurai dalam sebuah artikel.

Penikmat indahnya wisata alam Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Lain Kehidupan Jelang Lebaran

15 Juni 2018   03:01 Diperbarui: 15 Juni 2018   03:07 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Sisi Lain Kehidupan Jelang Lebaran

Bersyukurlah, mungkin kehidupan kita lebih baik dari mereka. Mungkin kita lebih beruntung dari mereka. Saat diantara kita mempersiapkan diri menyambut hari raya Idul Fitri, ada yang cukup hanya bisa makan seadanya. Tak muluk harapan mereka, bisa makanpun sudah luar biasa.

Gambaran itu saya tangkap dari seorang ibu yang sudah sepuh. Kurang lebih usianya 60 tahun. Langkahnya siang tadi tertatih menuju suatu tempat yang berada di sebuah gang di sekitar kota Malang. Bangunan berlantai 2 itu tak seberapa luas. Ukurannya kurang lebih 3m x 10m saja. 

Dari kejauhan beberapa motor tampak parkir disisi jalan tepat didepan bangunan itu. Namun tak lama satu motor berlalu tergantikan oleh motor lainnya. Begitu seterusnya. Silih berganti orang-orang yang keluar masuk dari rumah itu. Saya penasaran, tempat apakah itu?

Keingintahuan membawa saya melangkah ke rumah sederhana bercat coklat itu. Sepintas saya melihat 2 deret kursi tunggu berhadapan saling berseberangan. Ada semacam loket tempat bertransaksi. Ramai dan antri. Meski tidak seperti di bank yang menggunakan kartu antri, tetapi teratur mengikuti giliran. 

Saya mencoba melongok diantara deretan orang-orang yang menunggu. Transaksi satu orang tak lebih 5 menit. Setelah menerima uang satu demi satu berlalu dengan meninggalkan barang bawaanya,tergantikan dengan lembaran rupiah.

Dimeja agak luas kurang lebih berukuran 2m x 1 m itu tempat menaksir harga barang. Di atas meja saat saya mencoba mendekat, ada baju-baju, piring, mangkok, hp, laptop dll. Dari percakapan kilat antara orang-orang didepan loket dengan orang di dalam loket, saya baru ngeh kalau itu proses menggadai barang. Dan yang menarik barang yang diterima hampir semuanya barang rumah tangga. 

Begitu calon nasabah menyodorkan barang, misalkan baju-baju, sang kasir atau pemilik usaha gadai rumahan itu langsung menilai harga. Ada tawar menawar dan itu tak berlangsung lama hanya hitungan menit dan tak lebih 5 menit, transaksi gadai selesai.

Seperti ibu sepuh yang sudah saya ceritakan diawal tulisan, dia memasukkan atau menggadaikan piring 1 lusin. Saat saya tanya, menurut pengakuannya, dia mendapat uang sebesar 50rb dan diberi waktu 4 bulan untuk menebusnya. 

Tentu saja saat mengambil atau menebus piring bukan lagi 50rb tetapi bertambah dengan uang jasa pinjaman atau bunga. Besaran bunganya tergantung dari lamanya pinjaman. Untuk seminggu bunga dipatok kurang lebih 4% dari nilai pinjaman.

Dari perbincangan dengan ibu sepuh tadi saya merasa trenyuh. Untuk sekedar makan atau beli beras terpaksa menggadai barang yang dia miliki. Dan itu tidak terjadi pada dirinya saja. Karena saya dalam 30 menit bisa menghitung berapa orang yang bertansaksi. Diantaranya, sebut saja Nisa. Dia terpaksa menggadai hp karena butuh untuk kebutuhan lebaran.

"Di gadai sini, sederhana dan cepat cair uangnya, katanya sambil menunjukkan surat atau bukti transaksi yang kelak saat pengambilan barang harus dibawa.

Eksistensi Gadai Perorangan

Dari kisah nyata diatas, saya mencoba mengambil benang merah, gadai atau koperasi yang dikelola pribadi itu sangat "membantu" warga sekitar. Terlepas dari jasa pinjaman yang ditawarkan, mungkin karena proses transaksi yang tidak bertele-tele.

Proses sederhana dari macam-macam barang rumah tangga yang ditaksir harga oleh pengelola gadai perorangan ini seperti dewa penolong. Saat kepepet butuh dana tinggal datang ke  rumah gadai semua teratasi. Tanpa survey dan proses kilat.

Dikaitkan dengan menyambut lebaran ini seperti yang saya lihat, banyak transaksi per harinya. Dari beberapa orang nasabah saya mendapat info, rata-rata mereka memiliki "kitir" atau bukti transaksi gadai lebih dari satu. Woww...

Disatu sisi gadai ini sangat membantu, disisi lain kalau tidak bisa menebus saat jatuh tempo, pengelola berhak melelang. Jadi seperti buah simalakama ya? Mau menebus belum ada dana tidak ditebus bisa hilang . Tapi menurut ibu sepuh tadi, kalau jatuh tempo belum ada dana bisa membayar bunganya saja.

Disisi lain orang-orang menyambut hari kemenangan dengan suka cita, ternyata masih banyak orang-orang yang terjepit karena faktor ekonomi. Semoga ibu sepuh dan yang lainnya bisa terbebas dari rasa membutuhkan akan gadai perorangan. Karena kalau dihitung cermat bukan membantu tapi justeru membuat mereka seperti ketagihan untuk melakukan pinjaman yang tak berkesudahan... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun