Mohon tunggu...
Erny Kusuma
Erny Kusuma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka kuliner dan jalan-jalan, kemudian diurai dalam sebuah artikel.

Penikmat indahnya wisata alam Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Suara "Bleng" Penanda Waktu Buka Puasa, Tak Terdengar Lagi

3 Juni 2018   23:50 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:30 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok.istimewa)

Suara "Bleng" Penanda Waktu Buka Puasa, Tak Terdengar Lagi

Semua orang pasti memiliki kenangan masa kecil saat bulan Ramadhan. Sayapun begitu. Menghabiskan masa kecil di sebuah kota di Jawa Tengah, ada yang melekat dalam ingatan saya. Sebuah tradisi yang dulu sangat kental, entahlah sekarang.

Kenangan itu mulai dari saat menjelang bulan puasa hingga akhir puasa atau malam takbiran. Masih ingat dalam benak saya saat saya masih duduk di sekolah dasar. Semua yang berhubungan dengan segala aktivitas berpuasa pun ikut saya jalani.

Beberapa hal yang saya lakukan saat masih kecil, antara lain:

1. Membersihkan diri dengan keramas batang padi yang dibakar atau lazim disebut merang. Ditahun 1980-an meski sampho sudah ada, namun tradisi di kota kecil Pemalang Jateng saat itu masih keramas dengan merang. Khususnya saat menjelang bulan Ramadhan atau sehari sebelum berpuasa.

Cara membuat shampo merang yakni batang padi sebelumnya dibakar. Hasil pembakaran dicampur air kemudian disaring. Nah hasil penyaringan merang itu yang dipakai untuk shampo. 

Belakangan baru saya ketahui kalau batang merang sangat bagus untuk memperkuat dan menghitamkan rambut.

2. Setiap sore menunggu Bedug Maghrib dengar suara "bleng" dari Alun-alun kota

Suara "bleng" adalah penanda waktu buka puasa. Bleng itu berasal dari dentuman meriam dari bambu. Caranya dengan menyulutkan api disalah satu bagian bambu, sedangkan pada bagian dalam bambu diberi minyak tanah. Sekarang di jaman now penanda saat berbuka puasa sudah tidak lagi terdengar suara "bleng" yang cukup memekakkan telinga. 

3. Masa kecil saya hidup disebuah asrama polisi atau kerap dinamakan penduduk sekitar atau penduduk kampung sebagai anak tangsi. Karena saat itu di asrama tidak ada mushola, sehingga setiap sholat tarawih kami anak tangsi ikut di masjid kampung. Berkumpul dengan anak warga kampung sangat menyenangkan. Kerukunan dan pertemanan  tercipta karena bulan Ramadhan. Padahal di keseharian anak tangsi dan anak warga kampung biasanya saling ejek dan bertengkar. Biasa dunia anak-anak. Tapi saat bulan puasa diantara kami bisa melebur dan menyatu saat shalat tarawih. Unik ya?

Itulah kenangan saya saat kecil di bulan Ramadhan. Masih melekat dan tak mungkin terhapus dari ingatan. Bila dikaitkan dengan jaman now sangat jauh berbeda ya? Jaman now tidak mengenal sampho merang asli dan suara "bleng" sebagai penanda buka puasa yang tak terdengar lagi kini.  Bilakah terulang kembali masa itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun