Sisi Lain Bromo yang Memesona
Bromo itu seperti magnet. Orang tak cukup sekali untuk berkunjung melihat kecantikan alamnya. Gunung yang beberapa kali erupsi ini menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan.Â
Letak Bromo berada di perbatasan 4 kabupaten yakni Malang, Lumajang, Â Probolinggo dan Pasuruan. Â Sehingga untuk menuju ke Bromo bisa memilih akses mana sesuai keinginan pengunjung.Â
Salah satu akses bisa masuk dari desa Wonokitri,  Pasuruan. Desa ini menjadi base camp pengunjung yang mau ke Bromo. Dengan  berkendara jeep Daihatsu Hardtop para pemburu sunrise pukul 03.30 dini hari mulai menantang hawa dingin.  Berkendara melalui jalan yang berkelok dan tajam. Kelokan jalan  ada yang membentuk huruf S yang berulang-ulang. Woww....Â
Dini hari itu saya dan 15 orang sahabat dari komunitas Rainbow Moms (RM) Â memulai perjalanan dari Basecamp Wonokitri. Dingin yang menembus tulang tak terasa karena terkalahkan oleh niat menyambangi Bromo yang fenomental itu.Â
Bromo yang Menakjubkan
Saya pertama kali menginjakkan kaki di Bromo tahun 90-an dan sampai kini sudah beberapa kali bercengkerana dengan alamnya. Â Tak berubah, tetap menarik dan menakjubkan! Â Menyusuri lautan pasir yang luas, Â memandang savana dan juga lekukan-lelukan seksi bukit Teletubies. Semua itu sudah menjadi satu paket yang harus dikunjungi. Â Viewnya yang membuat decak kagum KuasaNYA tak bisa dipungkiri.Â
Saat mencapai kawah Bromo ada kepuasan hati. Â Melihat kawah dengan suara gemuruh rasanya ciut juga. Â Tapi rasa itu terkalahkan oleh rasa takjub yang tak berkesudahan. Lelah bakal terbayar lunas oleh view yang luar biasa memukau.
Saat menuju ke basecamp kami meski merasa lelah masih menikmati panorama indah sekitar Bromo. Kami kembali menyusuri jalanan yang tadi kami lewati. Kalau pas menuju Bromo konsentrasi terpusat pada tujuan, Â saat kembali terpusat pada view sekitar perjalanan.Â
Jalan meliuk tajam dan terjal kami nikmati. Disatu sisi jalan terlihat jurang menganga yang siap menerkam pengendara yang lengah. Sementara disisi lainnya bukit batu yang kokoh berornamen tak beraturan, bergurat-gurat membentang sepanjang jalan. Artistik dan indah sekali karena penuh guratan-guratan alami.Â
Konon kata driver jeep yang membawa saya dan sahabat RM menjelajah kawasan ini, dulunya nenek moyang mereka menyisir bukit ini untuk jalan dengan cara tradisional. Mereka meratakan sisi bukit batu memakai alat sederhana semacam cangkul. Dari guratan batu yang nampak memang seperti diratakan dengan alat tajam seperti cangkul / pacul. Benar tidaknya... Wallahualam...Â
Tak percaya? Sila buktikan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H