Mohon tunggu...
Wulandini Nugra Rizeki
Wulandini Nugra Rizeki Mohon Tunggu... Freelancer - Capicornio

Saya menulis supaya tetap waras.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Apa Hanya Berijazah SMA, Tidak Hina

4 Februari 2020   12:01 Diperbarui: 4 Februari 2020   12:15 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pasti bangga ya kalau kita bisa tamat kuliah dan dapat gelar sarjana. Tapi tidak semua orang bisa dan mampu.

Di negeri kita bagi beberapa orang bisa menyelesaikan sekolah sampai tingkatan Sekolah Menengah Atas (SMA) itu adalah sebuah anugerah tersendiri. Banyak yang tumbang sebelum selesai karena banyak faktor. Dan kita yang bisa melewatinya dengan mulus, tidak sepatutnya menghina mereka yang tidak mampu.

Memangnya kenapa dengan lulusan SMA yang tidak lanjut kuliah? Bukan suatu hal yang memalukan kok. Karena pasti masing-masing orang punya alasannya sendiri. Teman-teman saya, dan juga beberapa orang di lingkungan saya banyak yang hanya lulusan SMA. Dan hidupnya berjalan normal saja. Alasan mereka juga beragam.

Ada yang memang tidak melanjutkan pendidikan karena ingin meneruskan usaha keluarga, ada yang ingin langsung bekerja, ada yang tidak mampu secara finansial, bahkan ada juga mungkin yang langsung menikah. Semuanya wajar saja.

Apakah dari para lulusan SMA ini ada yang sukses dan jadi kaya raya? Banyak. Karena lahirnya sebuah kesuksesan tidak bisa kita ukur hanya mengandalkan ijazah SMA.

Ibu saya juga lulusan SMA, setelah lulus beliau langsung bekerja di sebuah perusahaan minyak di Indonesia ini. Hampir dua puluh tahun beliau berkarir sampai akhirnya rela keluar kerja karena mengikuti bapak saya yang dipindah tugaskan ke Jawa.

Saya juga begitu. Saya memang sudah berniat tidak akan kuliah selepas SMA. Sempat bekerja sebagai waitress, operator telepon, resepsionis sampai akhirnya jadi tim marketing di sebuah layanan tv berbayar. Dari situ saya malah bisa jadi seorang corporate negotiator bahkan jadi reporter sebelum akhirnya saya mengundurkan diri dan mulai bekerja dari rumah.

Biasa saja tuh, tidak ada yang tidak wajar sepertinya. Saya malah mengagumi beberapa teman saya yang juga bermodal ijazah SMA tapi bisa meraih kebahagiaan sepenuhnya. Malah sering juga kita jumpai para lulusan SMA ini lebih sukses daripada yang sarjana.

Lho, kok bisa? Ya bisalah.

* Beberapa orang yang merasa pilihan bidangnya terbatas karena hanya berijazah SMA akan menjadi orang yang sangat menghargai profesi dan pekerjaan yang mereka dapat. Pernah kan lihat atau mungkin mengenal karyawan toko yang masa kerjanya sudah tahunan? Atau juga karyawan pabrik yang kerja sejak lulus SMA sampai sekarang berusia di atas tiga puluh tahun?

* Attitude itu nilainya di atas ijazah. Jadi walau kuliah sudah sampai strata dua atau tiga tapi kamu tidak punya sopan santun dan etika, bisa bubar jaya pekerjaanmu. Dan ini benar terjadi, banyak contohnya yang sering mengalami terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaan atau bahkan dipecat hanya karena punya tingkah laku yang bablas. Tingkat pendidikanmu  bisa saja lebih tinggi dari yang lulusan SMA, tapi bisa jadi akhlak mereka jauh lebih tinggi daripada kamu.

* Pada dasarnya tidak ada pekerjaan yang pantas untuk kita perolok. Apapun pekerjaan orang otomatis itu adalah pilihan dan tanggung jawabnya. Selama tidak merugikan kita, kenapa kita harus memandang rendah?

Saat beberapa hari yang lalu ramai di Twitter tentang sebuah utas yang bercerita bahwa ada seorang mahasiswi farmasi sebuah universitas ternama di daerah Sumatera yang mengirim pesan bernada merendahkan seseorang yang bekerja sebagai kasir dan hanya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Dia membanggakan orangtuanya yang kaya raya, membanggakan diri bisa kuliah di universitas beken tapi mengolok-olok seorang yang jelas-jelas sudah bekerja dan tidak lagi merepotkan orang tuanya.

Permasalahan ini belum diulas lagi, entah bagaimana awal mula permasalahannya sehingga menjadikan keluarnya hinaan-hinaan itu. Namun apapun alasannya, bagi saya merendahkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang lain adalah contoh betapa rendahnya moral kita.

Kalau memang sedang ada masalah ya kenapa tidak fokus sama masalahnya saja? Kenapa harus bawa-bawa soal latar belakang pendidikan? Memangnya dia lulus sekolah jadi ngerepotin elu? Memangnya dia jadi kasir jadi ngeribetin hidup elu? Jatuhnya malah elu yang lebih hina daripada orang yang dihina. Ya kan?

Saya percaya, apapun pendidikanmu asal kamu selalu bertanggung jawab atas semua pilihanmu, asalkan tingkah lakumu tidak menyakiti orang lain maka kehormatan itu akan datang dengan sendirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun