Mohon tunggu...
Nyimas Hilmiyati
Nyimas Hilmiyati Mohon Tunggu... Penerjemah - Selalu bersyukur

seorang ibu rumah tangga dengan 6 orang anak yang sudah gemar menulis sejak di bangku sekolah dasar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Tanpa Judul (Bagian 1)

14 Desember 2012   18:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:38 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pressed between pages

Flowers will die

Stories may end as time passed by

You and I will always be…..

Sebait lagu grup band Air Supply ini dinyanyikan dengan sedih oleh Dinda. Matanya menerawang pada kisah romansanya. Kejadiannya masih fresh di ingatan. Ya beberapa tahun yang lalu secuil cerita itu berlangsung. “Kevin”, batinnya seakan bertanya dimana kau kini berada ? matanya mulai digenangi airmata, dadanya terasa sesak mengingat kekasih hatinya itu.

Dua tahun yang lalu, saat itu Dinda masih duduk dikelas 2 SMA, Dinda sosok gadis tomboy, walaupun ia cantik tapi ia tidak pernah memanfaatkan kecantikannya itu. Dengan cara bicara yang ceplas-ceplos membuat Dinda mudah mendapatkan sahabat dan ia juga terkenal di sekolahnya. Apalagi prestasinya yang segudang, selain jago Bahasa Inggris, jago basket dan juga jago nyanyi. Kebanyakan teman Dinda adalah kaum cowok. Tapi tanpa sepengetahuan Dinda banyak lho cowok disekolahnya yang menyukainya, bahkan mengaguminya secara diam-diam bahasa kerennya secret admirer. Dinda memiliki seorang sahabat namanya Kevin. Ia temannya semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Banyak hal yang mereka alami bersama. Mulai dari mengerjakan peer  hingga pergi ke sekolah pun secara bersama-sama. Saling mengerti satu sama lain itulah persamaan mereka.

Hingga suatu saat, disiang yang panas, tiba-tiba Kevin mengeluarkan darah dari hidungnya. Tentu saja membuat Dinda panik luar biasa, bagaimana tidak Kevin anak yang kebal penyakit setahu Dinda. Dinda berusaha untuk membantunya, tapi Kevin menolak, “sudahlah Dinda, aku sudah terbiasa mimisan kalo panas begitu menyengat”. Dinda terhenyak. Mengapa ia tak pernah tahu akan hal ini. “Yuk pulang, Kevin sambil berlari kencang menuju mobil jemputannya dengan mengambil topi yang dipakai Dinda. “Kevin tunggu, teriak Dinda tertawa. Dan keduanya pun tertawa gembira. Begitulah cermin persahabatan mereka.

Hari berganti hari dengan ceria, seceria remaja seusia mereka. Saat perpisahan sekolah tiba, akan diadakan farewell party di sekolahnya. Akan diadakan inagurasi. Diwajibkan tiap siswa maupun siswi untuk datang secara berpasang-pasangan. Tentu saja hal ini membuat Kevin maupun kebingungan setengah mati. Gimana tidak, hanya mereka berdua yang tidak memiliki kandidat untuk dijadikan soulmate di pesta perpisahan itu.

Adam, Izur, Dany, menawarkan diri untuk menjadi partner Dinda. Dinda emoh karena ia ingin tahu terlebih dahulu siapa yang bakal menjadi pendamping sahabatnya Kevin. Dari lubuk hati yang paling dalam, ternyata Kevin juga hanya menginginkan Dinda untuk menjadi pasangannya di malam itu. Sayangnya, Kevin tak tahu bagaimana untuk menyampaikan maksudnya ke sahabat kecilnya itu. Sebenarnya Kevin malu dengan dirinya sendiri. Usut punya usut Kevin dan Dinda pernah berikrar untuk tetap menjadi sahabat selamanya tanpa embel-embel titi, Wajar kan bila Kevin merasa ia telah mengkhianati janji persahabatan mereka dulu.

Oh my God, help me please what should I do? How can I tell her about my intention? Oh Tuhan gimana cara aku ngomong ke Dinda ya, gusarnya dalam hati. Dinda tak mungkin bersedia menjadi pasangan aku. Kevin gundah gulana dan hatinya gelisah. Malamnya ia tak bisa tidur. Kevin masih mencari cara untuk jujur dengan Dinda kalo dia ada atensi yang lebih kepada Dinda selama ini. Asal tahu saja, memang Kevin suka dengan Dinda sejak mereka masih bersekolah dengan seragam merah putih, tapi Kevin tak berani, karena mereka berdua saat itu masih kecil, dan belum tentu juga Dinda mau diajak pacaran sama aku, Kevin tersenyum geli.

Oh Dinda aku malu untuk mengatakan semua kenyataan ini. Aku bukan hanya sayang kamu sebagai sahabat tapi aku sayang kamu sebagai seorang kekasih hati, Aku selalu berangan-angan kita akan selalu bersama sampai kapanpun.

Kevin tergila-gila kepada Dinda cukup mengherankan, karena mereka bagai langit dan bumi. Kevin adalah anak seorang pengusaha terpandang, sementara Dinda cuma anak seorang pedagang kecil-kecilan. Dinda bisa satu sekolah dengan Kevin, karena dulunya waktu itu papi Kevin membuat sebuah home industry dikawasan rumah milik papi Kevin. Dan mereka memutuskan untuk menetap di sekitar daerah tersebut. Rumah Kevin sangat mentereng, lain halnya dengan Dinda hanya sebuah rumah mungil yang sederhana.

Jarang-jarang lho ada keluarga seperti keluarganya Kevin, mereka adalah down to earth family alias keluarga yang rendah hati dan tidak sombong. Mereka pun keluarga harmonis dan baik hati di kampong Dinda. Papi Kevin tidak segan-segan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya. Setiap warga yang membutuhkan pertolongan, tak pernah pulang dengan tangan hampa, pasti pulang dengan senyuman. Oleh sebab itu, semua warga menghormati beliau dan menyayangi keluarga Kevin. Kebetulan sebagian besar tetangganya itu juga karyawan papinya Kevin. Persamaan Kevin dan Dinda mereka sama-sama anak tunggal.

Kevin jatuh sakit, badannya panas dan menggigil.  Mama mengetuk kamar Kevin dengan maksud membangunkan Kevin, Kevin tak berdaya untuk bangkit dan menemui mama di luar kamar. Mama menyelidiki tidak seperti biasanya Kevin seperti ini, untunglah pintu tidak terkunci. Mama berteriak histeris, ia melihat Kevin lemas terlunglai” papi pun bergegas ke kamar putra semata wayangnya. Akhirnya Kevin dibawa ke Rumah Sakit.

Tak berselang lama Dinda tiba di rumah sakit dan menjenguk sahabatnya Kevin. Kevin sumringah melihat Dinda. Dinda dengan sigap mendekati dan memegang tangan Kevin, Kevin kamu kenapa? lirih Dinda kuatir. “Gak papa kok, aku cuma kecapean aja” hibur Kevin. Dinda cemberut karena Kevin sahabat yang bandel,”tuhkan udah dibilangin jangan terlalu di porsir olahraga basketmu”,sungut Dinda. Kevin heran kenapa tiba-tiba Dinda jadi sensi sekali. Kevin segera mencairkan suasana. “Iya nih sebenarnya bukan salah olahraganya tapi aku kelupaan sarapan dan makan di kantin waktu kemaren. Ah yang bener?  Dindapun kaget. Kevin yang paling doyan makan, bisa lupa sama makanan. Kenapa bisa Kevin, canda Dinda sambil mencubit dagu Kevin. Kamu kok senyam-senyum sih daritadi Dinda, rajuk Kevin. Ya iyalah, Kevin gitu loh, sekali lupa makan langsung pingsan. Ha ha ha Dinda mentertawakan Kevin. Kevin pun ikut tertawa.

Dokter datang dan memeriksa Kevin dan memanggil kedua orangtua Kevin, Begini pak, sebenarnya Kevin tidak menderita sakit apa-apa. Ia hanya kecapean jadi sore ini juga Kevin bisa pulang. Demi mendengar perkataan dokter Kevin dan Dinda berteriak kegirangan. Dokter yang melihat kelucuan kedua sahabat itu ikut tersenyum.

Suatu sore di rumah Kevin, seperti biasa Dinda tak pernah canggung dengan keluarga Kevin, karena Dinda sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga itu. Disaat Dinda sedang meracau dengan candanya, tiba-tiba Kevin memegang tangan mulus Dinda. “Dinda kamu khawatir dengan aku”, tanya Kevin. “Ya iyalah, makanya aku jengukin kamu”, balas Dinda. “Dinda aku harus jujur”, Kevin mulai menunjukkan keseriusan di air mukanya. “Please Dinda aku gak sedang ngawur, aku boleh jujur kan”, cecar Kevin. “ Alah ngomong aja gak usah pake izin segala”, goda Dinda. “Serius nih Dinda”. “Gitu aja pake serius, mang kenapa? Malam inagurasi tinggal 2 malam lagi khan? Kevin bertanya. Terus Dinda tertarik dengan pembicaraan Kevin. Dinda mendahului bertanya ke Kevin, hmmm Kev, kalau boleh tau siapa calon yang akan nemenin kamu? “Udah ada sih tapi aku belum berani ngomong ke dia”, ucap Kevin lagi. “Kamu malu ya? Hayooo ketauan ya, sini aku yang bilangin ke cewek itu. Tapi ngomong-ngomong siapa sih?, si Jessy yang suka jaga image ke kamu? Atau anak Pak Harun penjaga sekolah kita, tebak Dinda sambil terpingkal-pingkal. Kevin tersenyum kecut melihat canda Dinda. “Hmm kasih tau gak ya”, Kevin berusaha membuat Dinda penasaran. “Orangnya ada disini nih”, kata Kevin sambil melambaikan sebuah foto yang ada ditangannya. Kevin segera menghindar dan tertawa-tawa. Pun Dinda mengejar ingin merebut foto yang ada di tangan Kevin sahabatnya, jadilah mereka kejar-kejaran seperti biasa memperebutkan sesuatu. (bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun