Teori perkembangan sosial yang dikemukakan oleh Lev Vygotsky dan Jean.
Perkembangan anak dalam konteks kehidupan sosial merupakan topik yang kompleks dan penting dalam psikologi perkembangan. Dua teori yang sangat mempengaruhi pemahaman tentang perkembangan anak dalam lingkungan sosial adalah teori Jean Piaget dan Lev Vygotsky.Teori Jean Piaget menjelaskan urgensi peran kognisi dalam perkembangan anak. Piaget menggambarkan anak-anak membangun pengetahuannya sendiri melalui tahapan perkembangan kognitif. Dalam konteks kehidupan sosial, teori Piaget menyoroti bagaimana anak memperoleh dan mengadaptasi pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Anak-anak belajar dengan bereksplorasi, bertanya, dan membangun pengetahuan bersama teman sebaya dan orang dewasa. Sementara itu, Lev Vygotsky menegaskan peranan lingkungan sosial dalam tumbuh kembang anak. Teorinya memperkenalkan konsep bidang perkembangan nyata, dimana anak dapat belajar dari interaksi dengan orang yang lebih berpengalaman. Dalam kehidupan sosial, Vygotsky mengemukakan bahwa anak dapat mengembangkan keterampilan kognitif dan sosial melalui kerjasama dengan orang dewasa dan teman sebaya. Hal ini memperkuat gagasan bahwa belajar adalah proses sosial yang berlangsung dalam konteks sosial. Kombinasi teori Piaget dan Vygotsky membantu kita memahami bagaimana anak-anak mengembangkan pemahaman tentang dunia sosial mereka dan bagaimana lingkungan sosial memainkan peran penting dalam proses ini. Melalui eksplorasi dan interaksi yang terarah dalam kehidupan bermasyarakat, anak-anak dapat membangun landasan pengetahuan dan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk berkembang dan menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi.
• Perkembangan Kognitif Anak
Kognisi mengacu pada proses berpikir, yakni keterampilan seseorang untuk mengkorelasikan, mengevaluasi, dan merenungkan suatu peristiwa atau kejadian, yang merupakan kapasitas berpikir individu. Proses kognitif berkaitan dengan kapasitas intelektual yang membedakan individu dengan beragam minat dan bakat, khususnya yang berorientasi pada ide dan pembelajaran. Terminologi “Kognitif” berasal dari “cognition”, yang mengacu pada proses menafsirkan dan memahami informasi. Kognisi, secara garis besar, mengacu pada proses perolehan, pengorganisasian, dan penerapan pengetahuan. Gagne mendefinisikan kognisi sebagai proses internal yang terjadi di dalam sistem saraf pusat ketika seseorang terlibat dalam kegiatan berpikir. Kognitif mengacu pada keseluruhan kegiatan mental yang mencakup persepsi, pikiran, memori, dan pemrosesan informasi. Kegiatan ini memungkinkan individu mendaptkan pengetahuna, mampu mencari solusi atas suatu permasalahan, dan melakuksanakn perencanaan masa depan. Ini mencakup semua proses psikologis yang terlibat dalam belajar, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memprediksi, menilai, dan memikirkan mengenai lingkungannya. Artinya, karena kemapuan kognitifnya, anak memanfaatkan kemampuan kognitif untuk menggunakan alat kognitif untuk mengobservasi, membangun hubungan, mengevaluasi, dan merenungkan suatu peristiwa atau kejadian, dengan tujuan menyelesaikan masalah secara efisien dan berhasil serta memperoleh tujuan. Semakin besar tingkat rangsangan yang diterima seorang anak dari interaksinya dengan lingkungan berbanding lurus dengan keterlibatan anak tersebut dengan dunia luar, sehingga menghasilkan kecepatan pemrosesan kognitif yang semakin cepat. Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh berbagai aspek, yang dapat dijelaskan yakni:
a. Hereditas, yang pertama kali dikemukakan oleh filsuf Schopenhauer, menyatakan bahwa seseorang dilahirkan dengan sifat-sifat bawaan yang tidak terpengaruh oleh lingkungannya.
b. Lingkungan, yang mengacu pada kondisi dan pengaruh eksternal terhadap individu atau sistem, merupakan inti dari teori lingkungan atau empirisme yang dikembangkan oleh John Locke yang menyatakan bahwasanya manusia pada dasarnya lahir dengan keadaan polos seperti selembar kertas kosong, tanpa tulisan atau cacat apa pun.
c. Kematangan, mengacu pada keadaan suatu organ yang telah berkembang sempurna dan mampu menjalankan peran spesifiknya.
d. Pembentukan, mengacu pada variabel luar yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan pada seseorang.
e. Minat dan bakat, yakni unsur berpengaruh yang memandu tindakan menuju tujuan tertentu dan berfungsi sebagai motivasi untuk terlibat lebih aktif dan tampil pada tingkat yang lebih tinggi.
f. Kebebasan, yang mengacu pada kemampuan orang untuk berpikir secara luas, memungkinkan mereka memilih pendekatan khusus untuk pemecahan masalah dan memilih isu berdasarkan kebutuhan masing-masing.
Dengan hasil kajian data yang di peroleh oleh peneliti melalui metode angket kuesioner menunjukan terdapat beberapa anak usia dini yang dalam perkembangannya dilingkungan masyarakat mendapatkan peraturan-peraturan dari orang tua yang berdampak pada terganggunya proses perkembangan syaraf motoric anak usai dini dikarenakan terbatasnya kesempatan anak untuk mengeksplor banyak hal yang seharusnya bisa dipelajari dan menjadi peran kognitif dalam perkembangan anak. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh para orangtua ingin anaknya mengetahui tentang hal yang bolah dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh anak.