Mohon tunggu...
Nydia Susanto
Nydia Susanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Travel blogger

Travel blogger, mengulas berbagai tempat wisata, restoran, penginapan dalam dan luar negeri yang saya kunjungi

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Wisata Tempat Persembunyian Robin Hood-nya Jakarta, Rumah Si Pitung Menjadi Saksi Bisu Keberadaan Tokoh Legendaris Betawi

8 Januari 2024   13:05 Diperbarui: 8 Januari 2024   13:26 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari sejumlah tour yang ditawarkan Ira Lathief dalam rangka syukuran atas 15 tahun kariernya sebagai tour guide, saya akhirnya memilih rute ke Rumah Si Pitung.

Lokasinya yang menurut saya nun jauh di sana, yakni di kawasan Marunda, Jakarta Utara, akan lebih mudah ditemukan bila perginya beramai-ramai.

Dari Stasiun Tanjung Priok sebagai titik temu, saya dan teman-teman Kompasiana menaiki angkot yang sudah dikoordinasikan oleh Mbak Ira sebelumnya.

Sesampainya di sana, sebuah rumah panggung berwarna coklat kemerahan bertuliskan "Rumah Si Pitung" menyambut kami. 

Terdapat 2 macam sudut pandang mengenai siapa Si Pitung ini. Di satu sisi, ia adalah pahlawan untuk orang-orang miskin yang banyak menentang kebijakan Belanda. 

Di sisi lain, Si Pitung tak lebih daripada perampok dan pengacau, terutama di mata pemerintah kolonial Belanda.

Hidup di sekitar pertengahan abad ke-19, sebagian orang mengira bahwa Si Pitung hanyalah legenda seperti Malin Kundang dan Sangkuriang, termasuk saya. Padahal ia benar-benar pernah ada.

Si Pitung berasal dari Kampung Rawa Belong, Jakarta, dari pasangan Pinah dan Piung.

Dengan latar belakang pendidikan pondok pesantren Hadji Naipin, pada dasarnya ia sosok yang baik dan pandai mengaji.

Namun insiden yang dialami ayahnya, di mana uang hasil penjualan kambingnya dirampok oleh komplotan bandit Belanda dan Tionghoa, mengubah arah hidupnya.

interior. Dok pribadi
interior. Dok pribadi

Ia belajar bela diri supaya dapat melawan bandit-bandit yang merampok ayahnya dulu.

Dengan banyaknya tokoh bandit yang dikenalnya, Pitung dianggap sebagai salah satu bandit yang ditakuti. 

Si Pitung, yang kerap kali menentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda, berkeinginan melawan para tuan tanah Belanda yang menyengsarakan rakyat kecil.

Dalam beraksi, ia tidak melakukannya sendiri, melainkan dengan komplotan lainnya dengan total 7 orang.

Pitung diduga bukanlah nama orang, melainkan singkatan dalam bahasa Jawa dari "Pituan Pitulung" yang berarti kelompok 7.

ruang makan dan pakaian adat. dok pribadi
ruang makan dan pakaian adat. dok pribadi

Pada umumnya, komplotan 7 orang ini mengenakan baju yang seragam alias sama persis, sehingga membingungkan siapapun yang mengejarnya.

Menurut penelitian yang dilakukan Margreet van Till (1996), jejak Si Pitung sudah ditemukan sejak tahun 1982.

Di mana hasil perampokan yang dilakukan selama 8 tahun tersebut bukanlah untuk memperkaya diri apalagi foya-foya, namun diberikan kepada rakyat yang tertindas.

Maka ia dijuluki Robin Hood van Batavia, yang meresahkan tuan tanah dan membuat polisi Belanda kewalahan untuk menangkapnya.

Namun seulung-ulungnya Si Pitung, ia akhirnya berhasil ditembak mati dengan peluru emas dari senjata milik AMV. Hinne, kepala polisi karesidenan Batavia.

alat-alat rumah tangga kuno. Dok pribadi
alat-alat rumah tangga kuno. Dok pribadi

Tidak ada 1 bidikan kamera pun yang menunjukkan wajah asli Robin Hood van Batavia ini walaupun ceritanya meluas di mana-mana.

Tapi bukti keberadaannya tercantum dalam media berbahasa Belanda, misalnya De Telegraaf melalui artikel bertajuk "Een Gevreesde Bandiet", yang berarti Seorang Bandit yang Ditakuti.

Sedangkan, mengenai rumah panggung berbahan kayu ulin yang diberi nama "Rumah Si Pitung", sebetulnya bukanlah milik Si Pitung. Melainkan seorang saudagar kaya dari Bugis bernama Haji Safiudin.

Si Pitung hanya menggunakan rumah tersebut untuk bersembunyi dari pihak kepolisian Belanda yang terus-menerus mengejarnya.

Dikabarkan bahwa Haji Safiudin dan Si Pitung adalah sahabat baik. Untuk menutupi kecurigaan bahwa rumah tersebut menjadi tempat persembunyian, keduanya merancang plot supaya Si Pitung merampok rumah saudagar kaya itu.

alat musik rebana. dok pribadi
alat musik rebana. dok pribadi

Keturunan terakhir dari Haji Safiudin masih tinggal di rumah panggung kakek buyutnya hingga ia menjualnya kepada pemerintah untuk dijadikan objek wisata bersejarah.

Sejak tahun 1993, rumah panggung bergaya Bugis dari kayu ulin itu diresmikan sebagai cagar budaya.

Pada tahun 2020, rumah Si Pitung direnovasi dengan lantai ubin ditinggikan 4 meter supaya tidak kena banjir. Bagian-bagian rumah yang mulai rusak termakan usia digantikan dengan kayu jati karena harga kayu ulin yang semakin mahal.

bendera Indonesia dari jendela rumah panggung. dok pribadi
bendera Indonesia dari jendela rumah panggung. dok pribadi

Seluruh perabotan yang mengisi rumah bukanlah milik Haji Safiudin dan keturunannya, melainkan sumbangan dari Babe Ridwan Sadli, budayawan Betawi yang tersohor. Benda-benda yang dipajang merupakan perkakas rumah tangga kebutuhan sehari-hari yang digunakan masyarakat Betawi di masa silam yang tergolong antik.

perayaan dengan roti buaya. Dok pribadi
perayaan dengan roti buaya. Dok pribadi

Luas lahan kompleks museum adalah 3000 m2, yang terdiri dari Rumah Si Pitung dan 2 bangunan lainnya yang didirikan tahun 2009 sebagai kantor dan ruang serbaguna.

Di bangunan serbaguna inilah Mbak Ira membagikan pengalamannya selama 15 tahun sebagai tour guide dengan highlights tamu-tamu terunik yang pernah dibawanya, termasuk tamu asing. 

Selain itu, Bang Indra sebagai ketua HPI DKI Jakarta dan Cik Linda yang spesialisasinya membawa turis berbahasa Jepang turut berbagi cerita suka duka dan pengalaman unik tak terlupakan selama menjalankan profesinya.

Acara gathering ini juga dimeriahkan dengan makan camilan kue basah khas Betawi, pembagian door prize dan bersantap 3 roti buaya yang "berkeluarga" dengan dicabik-cabik beramai-ramai oleh peserta rombongan yang mengincar isi coklat pada roti tersebut terutama di bagian perut si buaya.

Masjid Al-Alam Marunda. Dok pribadi
Masjid Al-Alam Marunda. Dok pribadi

Trip ke Rumah Si Pitung takkan lengkap tanpa menelusuri tempat persembunyian Si Pitung lainnya, yaitu Masjid Al-Alam Marunda yang mempunyai keajaiban tersendiri, di mana pembangunannya hanya memakan waktu sehari.

Terdapat juga sumur yang airnya tak pernah kering di lokasi yang sama.

Sebagai penutup, kami mengunjungi ke kawasan laut di Marunda dengan terlebih dahulu melewati beberapa rumah perkampungan penduduk sekitar.

Setelah itu kami menaiki angkot yang sama seperti keberangkatan untuk kembali ke Stasiun Tanjung Priok dan pulang ke rumah masing-masing.

perairan Marunda/ dok.pribadi
perairan Marunda/ dok.pribadi

Kunjungan ke Rumah Si Pitung menambah wawasan dengan fakta-fakta menarik dan mematahkan persepsi yang pernah ada dalam benak saya bahwa Si Pitung hanyalah tokoh fiktif dari cerita rakyat biasa. 

Tak ketinggalan, berjumpa dengan teman-teman yang rutin ikut tour WKJ dan teman-teman baru yang berpengalaman membuat trip ini semakin menyenangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun