Mohon tunggu...
Adexfree
Adexfree Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis adalah ruang untuk berbagi

Simplicity

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jaga Kesehatan Mental Dimulai dari Diri Sendiri

13 Oktober 2022   18:53 Diperbarui: 13 Oktober 2022   18:56 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu kita digemparkan oleh peristiwa Mahasiswa UGM yang bunuh diri, disalah satu Hotel di yogyakarta. Keputusan bunuh diri yang diambil oleh mahasiswa ini kemungkinan besar disebabkan masalah psikologi yang dialaminya. 

Peristiwa memilukan ini seakan menjadi pengingat bagi kita semua  bahwa kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan jasmani. Apalagi tanggal 10 oktober ini, kita baru saja memperingati Hari Kesehatan Jiwa sedunia yang tahun ini bertemakan "Make Mental health and well Being For All Global Priority ".

Kondisi psikologis seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Termasuk digitalisasi yang mengharuskan kita berinteraksi secara kontinyu dengan gadget. Bahkan tak jarang fenomena sebuah keluarga yang berkumpul tapi malah setiap anggota keluarganya sibuk dengan gawainya masing-masing, tanpa menghiraukan lagi komunikasi verbal yang seharusnya tercipta dalam satu keluarga. 

Hadirnya berbagai aplikasi membuat masyarakat berlomba-lomba membuat konten yang seringkali diciptakan bukan hanya hasil  kreativitas semata tapi lebih kepada peningkatan jumlah view dan follower. Contohnya jika terjadi bencana alam atau kecelakaan, masyarakat yang melihat bukannya berlomba untuk saling membantu mengatasi bencana, tapi sibuk memegang gawai masing-masing.

Hal ini menjadi cermin bagi kita semua ternyata interaksi sosial telah bergeser nilainya akibat digitalisasi yang merambah ke semua aspek kehidupan. Minimnya rasa peduli dan empati dalam masyarakat juga mempengaruhi individu-individu yang berinteraksi didalamnya. 

Pada akhirnya tercipta manusia-manusia individualisme, yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dia hanya peduli dengan dirinya sendiri, dan ketika terbentur suatu masalah tanpa ada jalan keluarnya, yang ada dipikiran hanya jalan buntu. Dia tak mampu mengutarakan dengan orang-orang disekitarnya karena dia berpikir orang-orang disekitarnya memiliki pemikiran yang sama dengannya, dan akhirnya bunuh diri menjadi  pemecahan masalahnya.

Ini salah satu dampak negatif digitalisasi yang harus bisa kita tanggulangi bersama. Dan harus dimulai dengan diri sendiri, kemudian keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Bagaimana caranya ???

1. Tanamkan jiwa sosial dan empati dalam diri masing-masing. 

Bangun komunikasi sosial dengan orang lain, terutama dengan keluarga dan orang-orang terdekat. Sehingga kita tidak merasa sendiri, apalagi jika menghadapi suatu masalah karena merasa ada orang-orang terdekat tempat berbagi cerita atau berbagi masalah. 

Kehidupan yang serba digital ini memang mengharuskan kita untuk berinteraksi dengan android secara kontinyu, namun bukan berarti kita tidak memiliki jedah untuk berempati dengan orang lain, semua itu tergantung dari diri kita masing-masing.

2. Ciptakan suasana keluarga yang komunikatif. 

Jika sedang kumpul keluarga, saling berbagi cerita sehari-hari meskipun itu hanyalah kejadian yang sederhana namun ini akan menumbuhkan rasa peduli dan perhatian antar anggota keluarga. Setiap anggota keluarga akan merasa ada yang menyayanginya, jadi ketika bertemu masalah diluar maka keluarga lah yang menjadi tumpuannya. Selesaikan masalah bersama-sama karena seringkali suatu masalah tak dapat diselesaikan oleh kita sendiri.

sumber : www.zurich.co.id
sumber : www.zurich.co.id

3. Bangun hubungan sosial dengan lingkungan

Keluarga adalah bagian dari masyarakat, jadi interaksi sosial dengan masyarakat pun sangat penting. Jika anda tinggal dilingkungan perumahan yang terkesan individualisme, bukan karena sifat individunya tapi mungkin karena padatnya aktivitas yang membuat para tetangga tidak bisa saling menyapa. Apa salahnya pilih waktu libur untuk mengadakan family gathering, agar bisa mengenal satu sama lain.

4. Kenali gangguan kesehatan mental sejak dini

Jika rasa empati sudah ada dalam diri kita, akan mudah bagi kita mengenali perubahan psikologis dari orang-orang terdekat kita. Jika kita merasa orang terdekat kita mulai menarik diri, cenderung pendiam, emosi tidak stabil,mudah cemas, mudah tersinggung, tidak fokus dan mudah putus asa, ini adalah gejala depresi.

Jadi kita bisa mengambil tindakan lebih lanjut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi karen orang-orang yang depresi seringkali tidak merasa bahwa dia berada di fase itu, disinilah peran orang-rang terdekat untuk mengenali gejalanya.

Yuk....Mari kita cegah bunuh diri dengan menjaga kesehatan mental sejak dini, dimulai diri sendiri , kemudian keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Sumber referensi :

1. Kemenkes Perkuat Jaringan Layanan Kesehatan Jiwa di Seluruh Fasyankes -- Sehat Negeriku (kemkes.go.id)

2. 19 Ciri Ciri Depresi Ringan - Berat - HaloSehat  

3. Kasus Mahasiswa UGM Bunuh Diri, Bukti Darurat Kesehatan Mental Remaja 

4. Ketahui 5 Alasan Pentingnya Agenda Liburan Keluarga - Zurich.co.id 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun