Awal agustus 2017, mataku menatap nanar seorang gadis remaja yang menangis sesegukan dihadapanku. Diantara isak tangisnya ia berkata " Bu, saya tidak berani menolong partus karena saya belum pernah melakukannya sendirian".
Partus adalah istilah medis untuk wanita yang akan melahirkan. Dan gadis remaja ini adalah salah satu peserta workshop atau pelatihan yang diadakan oleh institusi di tempatku bekerja saat itu. Pada tahun 2013 hingga akhir 2018, saya bekerja sebagai seorang co trainer di Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi ( JNPK KR) cabang Kota Palembang. Â JNPK KR merupakan Lembaga independen dibawah naungan POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia ). Lembaga ini melakukan berbagai pelatihan bagi dokter spesialis kebidanan, dokter umum dan Bidan di seluruh wilayah Indonesia.
Kembali lagi pada cerita saya mengenai gadis remaja yang panggil saja namanya nada ( nama sengaja disamarkan guna menjaga privasi ). Nada sedang mengikuti tes praktikum dalam Pelatihan APN (Asuhan Persalinan Normal), dimana setelah lulus tes ini nada akan diturunkan ke klinik untuk menolong pasien langsung. Tapi ternyata setelah 3 kali saya menyuruh nada mengulang prosedur penanganan pasien melahirkan secara normal, tiga kali juga penilaiannya tetap sama yaitu nada gagal dalam tes ini. Hingga akhirnya saya meminta waktu khusus pada Master Trainer (Trainer level tertinggi dari JNPK KR) untuk membimbing nada lagi supaya bisa melakukan prosedur penanganan pasien melahirkan sesuai dengan yang ada dalam buku panduan.
Sebelum mulai bimbingan, kuluangkan sedikit waktu untuk berbicara berdua saja dengan nada. Saya hanya penasaran bagaimana seorang bidan yang telah melalui proses Pendidikan Bidan selama 3 tahun tapi belum mahir dalam menolong persalinan. Akhirnya waktu 20 menit saya membuahkan hasil, ternyata nada selama menjadi mahasiswa tidak pernah berani menolong persalinan sendirian, selalu saja minta didampingi seniornyo. Hal ini dikarenakan rasa takut dan tidak percaya diri selama menolong persalinan.
Kupegang kedua tangan nada sembari berkata, "untuk saat ini saya akan membantu nada supaya berani menolong persalinan sendirian tapi dengan satu syarat, nada pun harus mampu menguasai semua prosedur pertolongan persalinan dengan baik. Jika kamu mampu menguasai prosedurnya , maka  saya yakin kamu mampu menolong persalinan dengan percaya diri". Nada pun membalas kata-kata saya dengan anggukan kepalanya.
Hari itu kami berdua lalui dengan belajar hingga sore hari. Hingga saya yakin bahwa nada sudah terampil untuk melakukan praktik di klinik dengan pasien langsung. Bukan sekedar support ilmu yang saya berikan tapi saya juga memberi support mental kepada nada supaya yakin dan percaya diri dalam menolong persalinan. Keesokan siangnya, alhamdulillah nada sudah dapat pasien untuk ditanganinya. Saya pun seharian membimbing dan mengawasi nada dalam menolong persalinan pasien tersebut.
Ketika semua proses persalinan pasien selesai dan saya bersiap untuk pulang, tiba-tiba nada menghampiriku dengan mata berkaca-kaca sembari berkata  " bu, terima kasih untuk semua ilmu yang ibu berikan dan saya tidak akan melupakan kebaikan ibu seumur hidup. Insya allah dimanapun dan kapanpun saya pasti akan mengingat ibu". Kata-kata nada ini membersitkan rasa bahagia yang luar biasa di hati saya saat itu. Saya bahagia karena ilmu saya bisa bermanfaat bagi orang lain, bukan hanya nada tapi juga bermanfaat bagi pasien-pasien yang akan ditolongnya. Dan dalam agama islam, ini adalah salah satu amal jariyah yang akan selalu mengalir pahalanya sampai kapanpun.
Sejak saat itu saya merasa bahagia dan sangat beruntung karena Allah telah memberikan saya kesempatan untuk menjadi seorang trainer. Saya diberikan Allah kesempatan untuk berbagi ilmu dan keterampilan dengan para bidan, terutama diseluruh wilayah provinsi Sumatera Selatan. Anggap saja saya menyantuni para sejawat dengan ilmu yang bermanfaat.
Meskipun saat ini saya tidak lagi menjadi seorang trainer, tapi saya masih sering berbagi ilmu dengan para sejawat saya di Rumah Sakit tempat saya bekerja saat ini. Karena berbagi ilmu sama saja berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
Ternyata berbagi kebahagiaan tidak harus berwujud materi, banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengukir kebahagiaan bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Satu hal yang perlu diingat yaitu keikhlasan dalam berbagi dengan orang lain akan menciptakan kebahagiaan untuk diri kita sendiri dan juga orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H