Ada beberapa tanda kalau kompos sudah matang. Yang pertama adalah sudah tidak ada belatung/sudah mati dan sampah berwarna hitam/coklat gelap. Kemudian, kompos sudah tidak bau lagi, baunya sudah seperti tanah. Kemudian suhu kompos sudah tidak hangat lagi, karena pada saat mengompos suhu sampah hangat.
Setelah matang, kompos dikeluarkan dari komposter dan dijemur atau diangin-anginkan agar kering. Lalu, kompos disaring/diayak agar memisahkan material yang masih besar-besar ukurannya dengan yang ukuran lebih kecil. Untuk ukuran yang lebih besar bisa digunakan sebagai material hijau di kompos berikutnya.
Kenapa kita harus mengelola sampah sendiri?Â
Sebagian besar sampah yang kita hasilkan adalah sampah organik dan itu akan menjadi masalah besar kalau dibuang di TPA yang kondisinya sudah menumpuk-numpuk karena sampah organik yang tidak terurai secara sempurna akan menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca 20 kali lebih berbahaya dari gas karbondioksida. Gas metana juga mudah terbakar, bahkan bisa terjadi ledakan.Â
Hei... jangan bangga dulu pakai produk yang compostable tapi tetap dicampur dengan sampah lain.
Masih banyak lagi dampak terhadap lingkungan akibat sampah organik masuk ke TPA seperti mencemari tanah dan air bumi (groundwater) yang mungkin dimanfaatkan juga oleh warga sekitar TPA.
Mengompos itu mudah kan? Kalau dari pengalaman, memang awal-awal dirasa memberatkan karena tidak terbiasa. Tapi, lama kelamaan mulai terbiasa dan bisa merasakan manfaatnya.Â
Selain sampah di rumah lebih sedikit, lebih kering, dan tidak bau, dapat kompos untuk tanaman itu bonusnya. Kita tinggal menambahkan 1:1:1 sekam, tanah, dan kompos yang sudah jadi.
Kalau buat composter sendiri, apa bisa? Bisa banget, asalkan memenuhi kriteria ada sirkulasi udara, ada tutupnya (agar tidak kena matahari langsung, atau air hujan masuk), dan saringan di dasar composternya supaya memisahkan air lindih dengan komposnya.Â
Air lindih ini sebagai POC (pupuk organic cair) yang bisa digunakan untuk tanaman yang sebelumnya diencerkan terlebih dulu dengan air dengan perbandingan 1:100.
Kalau kata foundernya sustaination Mba Dwi Sasetyaningtyas, tidak ada kata gagal dalam mengompos, hanya kompos yang tertunda. Makanya, yuk mulai dari sekarang kita kelola sampah kita.