Mohon tunggu...
Nyayu Fatimah Zahroh
Nyayu Fatimah Zahroh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Everything starts from my eyes

Coba sekekali lihat ke langit setiap hari, dan rasakan betapa membahagiakannya \r\n\r\nhttp://nyayufatimahzahroh.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Inikah Akhir Kisah Bencana Asap Kebakaran?

21 November 2015   18:42 Diperbarui: 18 September 2019   13:53 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana kebakaran tahun ini memang menyita perhatian masyarakat luas. Bahkan Pak Presiden kita sendiri turun langsung untuk melihat seberapa parah bencana kebakaran hutan yang telah merugikan banyak orang baik secara materi maupun non materi. 

Namun sepertinya pamor bencana nasionali ini mulai turun, pemberitaan di televisi udah jarang bahkan tidak lagi menanyangkan perkembangan bencana asap kebakaran hutan dan lahan. Apakah ini akhir dari bencana kebakaran hutan dan lahan?

Kini posko-posko bencana asap kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah seperti di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, bahkan di ibukota sendiri untuk menanggulangi bencana asap. 

Di pulau Jawa tampaknya mulai ditutup seiring berkurangnya titik panas (hotspot) dan bertambahnya intensitas curah hujan yang turun di wilayah terjadinya bencana. 

Tenaga dan pikiran telah dikerahkan untuk menanggulangi bencana yang hampir terjadi setiap tahun, mulai dari masyarakat setempat, pemerintah lokal, hingga pemerintah pusat. Tak penting lagi apakah hari libur nasional, akhir pekan, atau hari biasa. Yang terpenting adalah bencana asap kebakaran harus diselesaikan.

Sekarang ini saya sedang berada di posko satgas udara dalam pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca untuk menanggulangi bencana asap kebakaran lahan dan hutan di provinsi Sumatera Selatan. 

Ini adalah posko terakhir dalam periode bencana asap kebakaran lahan dan hutan setelah beberapa posko lainnya tutup. Kondisi di Sumatera Selatan ini sejak saya menginjakan kaki seminggu kemarin sudah lebih baik jika dibandingkan dengan kondisinya 3 bulan lalu ketika posko bencana ini baru saja di buka.

Hari ini (21/11) tercatat 4 titik panas berada di Sumatera Selatan dan sebanyak 6 titik api di seluruh Indonesia berdasarkan pantauan citra satelit NOAA. Titik-titik panas sudah mulai padam walaupun dalam operasi satgas udara masih saja ditemukan beberapa titik kebakaran lahan dan hutan yang dibakar secara sengaja. 

Dikatakan sengaja karena luasan lahan yang dibakar benar-benar berbentuk persegi. Masyarakat yang membakar hutan tersebut sebelumnya membuat batas dengan menggali sedikit batas lahan yang akan dibakar kemudian mengairinya sehingga kebakaran hutan tidak meluas ketika api mengenai batas air tersebut. 

Esok harinya, mereka akan melakukan hal yang sama di lahan yang lain dan berulang terus.

Kini intensitas curah hujan pun meningkat hampir di sebagian besar wilayah Sumatera Selatan. Curah hujannya mencapai lebih dari 60 mm. Berkat bantuan teknologi modifikasi cuaca (TMC) selama lebih dari 130 hari, telah lebih dari 160 kali penerbangan untuk penyemaian awan, dan telah menghabiskan lebih dari 100 ton garam untuk meningkatkan curah hujan sejak awal bulan Juli lalu. 

Selain TMC ada juga upaya dari waterboobing menggunakan heli Kamov dan Bolkow untuk mematikan langsung titik api yang terlihat dari udara. Ribuan satgas darat yang memantau langsung ke lokasi kebakaran pun akan dipulangkan mengingat hampir habisnya titik api di wilayah Sumsel.

Saya jadi teringat yang pernah dikatakan oleh Danlanud (Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara) Palembang “Dalam kondisi tenang seperti ini (jumlah hotspot berkurang hampir nol) kita jangan sampai lengah. 

Dalam peperangan, di saat kondisi seperti inilah kita akan diserang oleh musuh. Jadi tetap melaksanakan tugas dengan semestinya hingga benar-benar aman”.

Kebakaran lahan dan hutan ini pada umumnya terjadi karena ulah manusia baik itu oleh masyarakat setempat maupun perusahaan-perusaahan yang ingin membuka lahan dengan cara membakarkan hutan. 

Bencana ini akan terus berlanjut pada musim kemarau tahun depan jika pemerintah tidak bertindak tegas dengan para pelaku yang merugikan banyak orang ini. Masyarakat pun harus mengawasi pembakaran liar yang terjadi sekelilingnya dengan cara melaporkannya kepada pihak berwajib.

Sumberdaya yang kita miliki ini bukan hanya milik masyarakat lokal maupun masyarakat Indonesia pada umumnya tetapi milik seluruh umat di dunia. Karena sumberdaya alam yang kita miliki tidak akan bertambah jumlahnya seiring bertambahnya jumlah penduduk. 

Bahkan sumberdaya alam ini semakin berkurang setiap tahunnya. Sehingga kita harus bersaing untuk memanfaatkan SDA ini. Bersikap bijaklah terhadap alam agar dapat kita wariskan bersama kepada anak cucu kita nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun