Mohon tunggu...
Nyayu Fatimah Zahroh
Nyayu Fatimah Zahroh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Everything starts from my eyes

Coba sekekali lihat ke langit setiap hari, dan rasakan betapa membahagiakannya \r\n\r\nhttp://nyayufatimahzahroh.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asap Pontianak Paling Berbahaya

16 September 2015   20:27 Diperbarui: 16 September 2015   20:34 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada jam 14:30 melalui citra radar BMKG kami melihat satu sel awan potensial yang berada di atas kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Ukurannya memang tak seberapa, tapi kami ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Maklumlah kemarin kami tidak melihat satu sel pun awan untuk disemai di atas daratan Kalimantan Barat. Sang pilot Kapten Deharday langsung berkoordinasi dengan crew casa untuk mempersiapkan penerbangan. Saya pun langsung mempersiapkan diri, GPS, antena, form penerbangan, dan jangan lupa oksigen kaleng di masukan ke dalam tas.

Saya percepat langkah menuju apron sambil membawa tas terbang, di sana sudah berkumpul para crew pesawat yang mengenakan wearpack hijau. Saya sempat melihat kondisi jarak pandang di sekitar taxiway Supadio. Lumayan jika dibandingkan dengan tadi pagi yang mencapai 200 meter. Hal tersebut terbukti karena pesawat sipil Lion baru saja melintas di depan mata saya. Rupanya baru landing.

Kapten Deharday, Lettu Awan, Letda Fatur, dan crew-crew lainnya sudah berkumpul. “Heading ke 30 derajat, Capt” kata Mas Alfan sebagai rekan flight scientist saya. “Siap” jawab sang kapten. Bang Harday, begitu saya memanggilnya, memimpin doa agar segala sesuatunya lancar. Tepat jam 14:45 kami naik pesawat Casa A2105.

Engine on pada jam 14:50, langsung saya catat di form penerbangan. Mas Alfan mempersiapkan GPS, memasang antenanya, dan memastikan sinyal sudah ditangkap. Saya mengintip dari tempat duduk saya yang arahnya tegak lurus dengan posisi kepala pesawat, sepertinya Bang Harday dan Fatur agak ragu-ragu. Tak dapat saya tangkap pembicaraan mereka karena suara mesin yang bising. Tiba-tiba saja sang pilot mematikan mesin tepat di jam 15:00. “Ko mesinnya dimatikan?” kata saya bingung. Sang pilot pun bangun dari tempat duduknya dan berkata “Bandaranya close”.

Bang Harday sempat terheran-heran dengan kejadian ini. Sebelum naik ke pesawat, informasi visibility mencapai 1.600 meter di Bandara Supadio. Tentunya ini sudah cukup untuk take off dari bandara. Saat mesin sudah dinyalakan, Bang Harday sempat melihat visibility mulai berkurang “Kok pekat ya?” katanya. Ia pun langsung menanyakan kepada pihak bandara berapa tingkat visibility sekarang. Jawaban yang didapat adalah 800 meter. Mesin masih menyala. Tapi, lama kelamaan sang pilot merasa visibility semakin rendah. Benar saja. Dari pihak bandara menyatakan close karena visibility sekarang mencapai 300 meter. Mesin dimatikan.

Betapa cepatnya angin membawa asap-asap tersebut ke wilayah lain. Dalam 10 menit visibility bisa turun drastis dari 1500 meter menjadi 300 meter. Dari pantauan satelit, titik-titik api di Kalimantan barat terkonsentrasi di wilayah selatan. Namun angin yang dominan di Kalimantan Barat berasal dari arah selatan membawa massa udara ke utara. Hal tersebut membuat asap-asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berada di selatan terbawa hingga ke utara. Data yang ada pun mendukung, bahwa sebagian besar wilayah yang berada di utara memiliki visibility lebih rendah dibandingkan dengan wilayah di bagian selatan yang banyak hotspotnya.

Asap kebakaran tak hanya mengganggu penerbangan, tetapi juga proses belajar mengajar. Menurut Pak Suwarno satgas TMC dari BPBD Kalbar, sebagian besar sekolah di Kalimantan Barat yang terkena asap kebakaran diliburkan paling tidak untuk pekan ini. Hal tersebut karena asap kebakaran yang tak tanggung-tanggung menunjukkan angka yang sangat berbahaya. Pada jam 8-10 pagi  di Pontianak merupakan waktu konsentrasi tertinggi partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikron (PM10) dari asap kebakaran. Tercatat hingga 1.000 u gram per meter kubik lebih, masuk ke dalam kategori “Berbahaya”. Jauh dari ambang batas aman yaitu 150 ugram per meter kubik. Nilai yang kualitas udara Pontianak ini merupakan yang paling parah jika dibandingkandengan kota Palembang dan Pekanbaru yang juga sedang mengalami bencana asap.(http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/Kualitas_Udara/Informasi_Partikulat.bmkg)

Dampak yang sudah jelas terasa jika terpapar asap kebakaran dalam waktu lama adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Penyakit ini memerlukan penangan yang cepat agar tidak berlanjut ke kondisi yang lebih parah. (http://www.alodokter.com/ispa)

Asap kebakaran hutan dan lahan tidak mengenal batas administrasi. Walaupun luas hutan dan lahan yang dibakar sudah dibatasi sedemikian rupa agar api tidak menyebar kemana-mana, tetap saja asap tidak acuh. Ia akan menyebar meluas mengikuti dewa Anemoi untuk bermigrasi ke tempat lain. Dampak yang disebabkan pun tak hanya daerah sekitarnya. Tetapi wilayah yang jauhnya hingga beratus-ratus kilometer. Banyak orang yang dirugikan. Oleh karena itu, lebih baik jika kita bantu mengingatkan dampak kebakaran kepada orang-orang yang ingin membakar hutan dan lahan dan segera laporkan jika ada yang membakar hutan dan lahan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun