Hari ini (11/6) sebenarnya adalah hari yang saya tunggu-tunggu dimana pada hari senin saya telah mendaftar untuk acara ini. Sejak pertama kali rangkaian acara Jelajah Non-Tunai dimulai di 5 kota besar, saya menunggu-nunggu roadshow yang diadakan di Jakarta. Hari-demi-hari, bulan-demi-bulan, belum ada kepastian tanggal dilaksanakannya nangkring yang diselenggarakan oleh Kompasiana dan Bank Indonesia. Bukan apa-apa, tapi saya punya cerita tersendiri dengan kartu non-tunai ini
Saya telah menggunakan kartu non-tunai sejak saya masih sekolah dasar sekitar 13 tahun lalu. Orang tua saya telah mengajarkan saya untuk menabung. Pada saat itu, Ayah saya telah mendaftarkan akun bank untuk anak di salah satu bank swasta agar saya pun semakin bersemangat untuk menabung. Maklumlah, ini adalah akun bank pertama saya dan jaman itu jarang sekali anak SD punya akun bank. Dengan kepemilikan akun tersebut, saya juga diberi kartu ATM. Kartu tersebut memang tersimpan di dompet saya, tapi tak pernah saya pakai untuk mengambil uang. Hanya sebagai penghias dompet saja, biar terlihat keren. Hehehe. Ketika menginjak SMP lah, saya mulai menggunakan kartu itu untuk mengambil uang seperlunya.
Namun, ada momen-momen dimana saya merasa kartu non tunai ini sangat berguna dan fungsinya tak bisa digantikan oleh uang tunai. Pertama kali saya rasakan adalah ketika saya SMA, dimana kita sedang senang-senangnya jalan-jalan, nongkrong di mal, nonton bioskop, belanja, makan di luar, dan lain sebagainya. Tapi, saya cenderung bukan orang yang seperti itu. Tak berarti saya tak senang nonton bioskop, makan enak, dan jalan-jalan.
Seusai pulang sekolah, saya dan kedua sahabat saya memnutuskan untuk menukarkan kupon makan di salah satu restoran pizza. Tapi, karena banyak tambahannya (melebihin pesanan di kupon), tagihannya jadi lumayan besar yatu hampir 200 ribu rupiah untuk 3 orang. Bagi kamiitu sangat mahal, jika dibandingkan dengan uang saku kami yang sehari hanya 10 ribu. Paling besar didompet pun hanya selembar pecahan 50 ribu. Itu pun sudah dipotong ongkos dan lain-lain. Kami bertiga tak tahu harus bagaimana. Setelah seluruh isi dompet dikuras hanya mampu mengumpulkan kurang dari 150 ribu. Dimana kami dapat sisanya?
Kami bertiga bingung. Makanan sudah habis, tapi uang nihil. Rasanya makanan yang enak tadi, terasa hambar di mulut. Tak berasa apa-apa. Sempat berpikir kita mencuci piring aja untuk mengganti kekurangannya, seperti yang sering kami lihat di sinetron-sinetron. Sempat kami ingin menelpon teman kami yang kiranya tinggal sekitar sini untuk meminjamkan uang. Eh, ini kan pusat kota, jarang atau bahkan tak ada teman kita yang tinggal disini. Saya pun berusaha mencari serpihan-serpihan uang di sela-sela kantong dompet. Keluarlah selembar kartu berwarna ungu tua dan terpampang nama saya dengan jelas. Aha! Kan ada kartu ATM. Saya pun menanyakan kepada pelayan apakah bisa menggunakan kartu ini. Karena mesin EDC (electronic data capture) tidak cocok dengna kartu yang saya punya, jadi saya harus mengabil uang tunai dulu di ATM center tepat disebelah restaurant. Ah,,, plong sekali, seperti sedang tersesat di hutan yang akhirnya menemukan jalan keluar. Kedua teman saya pun sangat beruntung dengan adanya kartu tersebut. Mulai saat itu, saya merasa ada manfaat lain selain hanya sekedar mengambil uang.
--
Langkah kaki saya terburu-buru ketika menghadiri nangkring Jelajah Non Tunai karena saya telat 30 menit. Maklumlah, saya tidak mau ketinggalan seminar ini dan ingin tahu manfaat lebih banyak dari kartu non-tunai ini. Saya pun masuk ke gedung tua di depan jalan Thamrin, Jakarta Pusat ini. Meskipun arsitekturnya menunjukan bahwa gedung ini berdiri sejak jaman kolonial, tetapi pas saya masuk gedung ini bak hotel berbintang lima. Elevatornya pun cantik. Apalagi gedung aulanya di lantai 4 bak nonton boardway di Amerika sana. Ketika masuk aula, terlihat di ujung panggung, sang MC, Mas Isjet sedang mempersilahkan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas untuk naik ke atas panggung. Ternyata ada satu narasumber lagi, yaitu Trinity “The Naked Traveller”. Waahh... Acara ini bakalan lebih seru dari yang saya duga.
Pak Ronald Waas, si orang nomor 2 di BI menjelaskan bahwa BI berusaha mengampanyekan gerakan #saatnyanontunai ini. Manfaat-manfaatnya sangat banyak salah satunya adalah tidak perlu berat-berat membawa uang tunai sedangkan kita bisa membawanya dengna selembar kartu saja. Selain itu, kartu nontunai juga mengurangi tingkat kejahatan karena tidak terlihat membawa uang banyak. Distribusi uang ke pelosok-pelosok Indonesia pun semakin mudah dan murah dengan adanya kartu non tunai ini. Karena jika menggunakan uang tunai, perlu ongkos yang sangat mahal untuk mengantarkan kertas-kertas tersebut ke pulau-pulau. Disamping kelebihannya, masih banyak pula kekurangannya, yaitu infrastruktur memadai di pelosok-pelosok dan kuranya minat masyarakat tersebut terhadap kartu non tunai.
Trinity “The Naked Traveller” pun berbagi kisahnya ketika ia travelling ke pelosok Indonesia, maupun ke luar negeri. Manfaatnya sangat banyak, apalagi ketika travelling. Membawa uang tunai dalam jumlah banyak adalah merepotkan, untuk itu wajib hukumnya seorang traveller memiliki kartu nontunai. Bahkan wanita berkulit sawo matang ini pun menyamakan passport dengan kartu nontunai.Dengan kartu non-tunai berlogo tertentu seperti Visa dan cirrus, kita tak perlu menukarkan uang cash dengan mata uang setempat. Perlu di ingat juga, kita perlu mencari tahu fasilitas nontunai yang ada di negara tersebut, apakah bisa dipakai untuk kartu nontunai yang kita miliki dari Indonesia. Dan jangan salah, beberapa negara masih belum memiliki fasilitas kartu non tunai.
Ah... banyak sekali manfaat nya... itu pun belum saya eksplor lebih banyak dengan pengalaman pribadi. Setelah acara nangkring tersebut, saya semakin bersemangat untuk mendukung gerakan nontunai. Dan jangan sampai absen di sela-sela kantong dompet saya. Perlu diingat, dengan segala kemudahaan yang ada, jangan sampai menjadikan diri anda menanamkan budaya konsumtif. Karena kalau budaya konsumtif mengakar kuat dalam diri kita, akan sulit dihilangkan. Oleh karena itu, jangan lupa juga untuk menabung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H