Meskipun masuk jalan kecil beraspal yang hanya muat untuk satu mobil, mata ini masih menikmati suasana desa pada siang bolong di pinggir sungai dengan lebar sekitar 20 meter. Perjalanan ini pun berakhir di jalan buntu yang berujung di Bendung Katulamapa. Setelah itu saya baru tahu kalau sungai yang tadi menemani perjalanan saya dan tim bukanlah sungai Ciliwung yang awalnya saya duga, tetapi sungai irigasi dari sungai ciliwung.
[caption id="attachment_383436" align="aligncenter" width="600" caption="Bendung katulampa (dok. pri)"][/caption]
Setelah memarkir mobil Avanza silver, kami pun turun dari mobil yang kami tumpangi tersebut. Sebuah rumah yang berukuran sekitar 10 x 5 meter dengan beranda rumah yang menghadap bendung itu adalah tempat dimana informasi prediksi banjir pertama kali diinfokan ke Jakarta. Terlihat jelas, dua meter di depan kantor bendung katulampa tersebut berdiri Automatic Weather Station (AWS) berpagar yang terlihat usang dan mungkin sudah tidak pernah dikontrol lagi. Sekitar 10 meter dari AWS tersebut juga berdiri AWS lainnya dengan kondisi serupa.
Langsung saja langkah kami menuju pintu masuk kantor yang pintu nya sudah dibuka sedari tadi. Seorang pria pun menyambut kami dan tanpa basa-basi dia langsung berkata, “nanti saya panggil dulu pak Andinya”. Kami pun mengangguk dan menunggu di dalam kantor. Di dalam terpasang beberapa peta das ciliwung yang titempel di dinding, foto-foto dokumentasi yang salah satunya ada bersama pak Jokowi, monitor pemantau cctv beserta lampu indikator siaga dan beberapa peralatan rafting. Saya pun penasaran dengan seluk beluk bendung katulampa ini, saya pun sedikit eksplorasi segala yang ada di bendung ini.
[caption id="attachment_383440" align="aligncenter" width="600" caption="foto bersama Jokowi beberapa bulan lalu (dok. pri)"]
Sejak kami menginjakan kaki di sini, suara air deras melantun dengan indah. Serasa di air terjun, hehehe. Persis di sebelah kanan kantor, ada cctv yang memantau sekaligus memisahkan antara sungai dan kantor. Beberapa cctv lainnya pun tersebar di sekitar bendung untuk memantau. Ada tiga pintu air yang bisa di buka tutup dan pada saat itu sepertiganya ditutup. Terlihat dari pagar pemisah sungai dan kantor, beberapa warga sekitar membawa pancingan dan ember untuk mencari ikan yang hidup di sungai ciliwung tersebut. Selain para pencari ikan, ibu-ibu setempat pun masih memanfaatkan air sungai irigasi untuk keperluan cuci mencuci.
Seorang bapak berumuran 30-40 an pun datang menghampiri kami dengan baju putih yang sudah berubah warna dengan warna lumpur. Bapak tersebut menjabat tangan kami dan menyatakan bahwa namanya pak Andi. Kami pun diajak masuk sambil ia menjelaskan bahwa ia sedang bekerja bakti membersihkan sungai irigasi. “Sudah kegiatan rutin membersihkan kali” kata bapak dengan kacamata ini. Ia pun dengan ramahnya menannyakan keperluan kami datang kemari. Seperti sudah bisa membaca pikiran kami, ia pun dengan sigap menjelaskan data-data yang tersedia di bendung yang sudah berdiri sejak tahun 1911 ini.
[caption id="attachment_383439" align="aligncenter" width="640" caption="Pak andi sedang mengecek data-data yang tersedia (dok pri)"]
Setiap sejam sekali, ia dan 7 rekan lainnya mencatat tinggi muka air di bendung katulampa. Memang merupakan hal yang mudah tapi tak banyak orang yang menyadari kalau setiap angka yang ditulis pak Andi dan rekan-rekannya adalah harta yang berharga dan mungkin tak bisa dibayar dengan kocek yang ada di dompet kita. Di pagi buta, mereka harus membaca nilai tinggi muka air di mulut bendung, lalu mencatatnya di selembar kertas bertabel. Lalu siang hari, matanya siap memonitor tinggi muka air dari cctv yang terpasang tepat di depan garis vertikal siaga lalu mencatat tinggi muka air setiap jamnya. Dan kembali lagi malam hari ia bergelap-gelapan membaca angka tersebut.
Semua itu hanyalah angka-angka. Ya, hanya angka angka yang bagi sebagian besar orang tak berguna. Tapi angka-angka tersebut akan diburu oleh orang-orang seperti kami yang membutuhkan untuk dimasukan ke sebuah software, kemudian di gabungkan dengan data-data lainnya sehingga diperoleh hasil yang berguna bagi masa depan untuk setiap jiwa yang menjadi korban banjir, merasa dirugikan dengan banjir dari sungai ciliwung, dan untuk warisan masa depan generasi-generasi tunas bangsa yang nanti akan memperjuangkan kehidupan ciliwung.
Setiap musim hujan, bendung ini menjadi sorotan jutaan pasang mata yang merasa dirugikan jika hilir ciliwung meluap. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik masyarakat Jakarta mendengarkan info dari bendung yang terletak di kota Bogor ini. Jika tinggi muka air mencapai batas merah, bersiaplah selama 7-8 kemudian hilir ciliwung meluap dan menggenangi puluhan kecamatan di Jakarta. Segala aktivitas ekonomi, pemerintahan, dan pendidikan pun lumpuh, ratusan orang mengungsi, milyaran bahkan triliyunan uangpun melayang.
Belajar mencintai sungai
Sangat sulit untuk membuat orang-orang untuk mencintai sungai. Plung sana, plung sini. Sampahpun menumpuk. Pemerintah lagi yang disalahkan. Meskipun sudah dikeruk ratusan kali, jika masyarakat tidak sadar, hal ini bagaikan lingkaran setan yang tak perah ada ujungnya. Dulu saya sempat berpikir dan ingin membuat warga pinggir sungai cinta dengan lingkungannya. Kebetulan rumah saya pun di pinggir kali. Ingin sekali membuat tempat wisata kecil selain mampu memberikan manfaat secara ekonomi, dapat pula memberikan manfaat secara lingkungan karena masyarakat akan menjaga sumber ekonominya tersebut.