Mohon tunggu...
Ny. Irfansyah
Ny. Irfansyah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya tiba-tiba ingin (merasa perlu) latihan menulis. . T_T

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bapak-bapak dan Mas-mas Mari Membantu Ibu-ibu dan Mbak-mbak :D

23 Agustus 2012   03:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:26 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul asli: Pergeseran paradigma dalam batasan tugas pria dan wanita dalam urusan rumah tangga

Disclaimer: ada curcol di sini! :D

Bagi pekerja seperti saya, saat-saat liburan panjang lebaran seperti ini adalah saat kita rehat sejenak dari rutinitas berangkat ke kantor dan bekerja. . . yang digantikan rutinitas mengerjakan pekerjaan rumah tangga T_T (yang biasanya dikerjakan pembantu). Terlebih lagi, sejak suami saya merantau ke benua kanguru untuk studi, saya kembali ke rumah orang tua saya, di mana domain tanggung jawab konservatif pria (ayah, adik laki-laki saya) dan wanita (ibu, saya) sangat jelas batas-batasnya. Ibu saya –walaupun ia juga wanita yang bekerja- masih kekeuh dengan pandangannya bahwa tugas utama pria mencari nafkah, seyogyanya tidak dipusingkan lagi dengan urusan rumah tangga. Jadilah saya dan ibu yang mengerjakan hampir semua tugas rumah tangga yang “terasa” feminin: nyapu, ngepel, masak, cuci piring, cuci baju, setrika, menata tempat tidur, menata baju dan lemari, beres-beres dan bahkan membersihkan kamar mandi. Padahal kami berdua masih harus bekerja.

Sebenarnya, berdasarkan pengamatan saya selama ini, paradigma yang dianut ibu saya itu telah bergeser. Sepertinya sudah umum sekarang, para suami ikut andil dalam urusan domestik. Dari hasil survei kecil-kecilan :D (Hehehe, surveinya sebetulnya kurang lengkap sih, karena sampel saya adalah teman-teman saya yang hampir semuanya wanita bekerja, ditambah saya sendiri :P.) ternyata para suami sekarang bersedia dan lihai melakukan antara lain: masak, menanak nasi, nyapu, ngepel, nyetrika, ngurus anak (mandikan, nyuapin, cebok, dll), cuci baju, cuci piring, dan lain-lain. Oh iya, jadi ingat: Selain tugas rumah tangga yang perlu dibagi, yang lebih penting juga sebenarnya adalah urusan anak. Anak perlu mendapat 3A (Asah, Asih, Asuh) dari kedua orang tuanya, bukan ibunya saja. Pandangan ibu saya dan ibu mertua saya (keduanya wanita bekerja) mungkin bisa mewakili pandangan orang satu atau dua dekade yang lalu: urusan anak itu urusan ibu, ayah sudah direpoti pekerjaan, jangan direpoti anak lagi. Tapi, seperti halnya urusan rumah tangga, urusan anak pun kini tak enggan lagi para ayah ikut berperan serta. Melihat suami saya dan adik ipar saya yang lihai memandikan bayi, ibu mertua saya berkomentar, bahwa ayah mertua saya tak pernah sekalipun memandikan ketiga anaknya. “Zaman memang sudah berubah.” tambahnya. Urusan menyusui pun, kini jadi urusan penting yang musti disupport suami. Silakan lihat iklan layanan masyarakat dari AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) yang ada di youtube sebagai contohnya (link: http://www.youtube.com/watch?v=n7qrtVoB3ds)

Sepanjang pengamatan saya juga, di luar negeri (maksud saya, di negara maju yang jarang ada pembantu :P), suami istri berbagi tugas rumah tangga adalah hal biasa. Bukan hal aneh ketika saya berkunjung ke rumah pembimbing saya, dan dia yang seorang profesor itu menyiapkan suguhan sekaligus membersihkan dan mencuci sisa-sisanya menjelang saya pulang. Hehe berdasarkan pengalaman pula, saya sempat tergelitik ingin mempromosikan cowok-cowok jomblo yang pernah sekolah di luar negeri: mereka biasanya sudah terbiasa mengerjakan tugas rumah tangga sendiri: masak, cuci piring, cuci baju setrika dan lain sebagainya :D. Potensial sebagai suami idaman :D.

Kata seorang sahabat saya, seorang istri bekerja seyogyanya atas izin suami. Jika suami mengizinkan, sesungguhnya satu konsekuensi juga muncul: istri membantu mencari nafkah (jika bekerja dipandang sebagai kegiatan mencari nafkah), maka suami juga membantu urusan anak dan rumah tangga.. Syukurlah, suami saya satu visi dengan saya. Bagi saya, ini bentuk dukungan suami. Saya merasa semakin siap dan tertantang untuk memulai hidup keluarga kecil kami, bertiga saja, insya Allah 3 bulan lagi, di Sydney, Australia, sebagai pasangan suami istri dan satu anak yang studi lanjut bersama-sama. . jauh dari sanak saudara yang siap membantu T_T. Semoga bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun