5. Menjadikan masjid sebagai pesantren dan kampus masyarakat
Disaat banyak masjid yang sangat bergantung pada sumbangan warga sekitarnya, masjid jogokariyan justri tidak bergantung kepada infaq dan sedekah masyakarat. Bahkan dengan manajemen yang professional, keberadaan masjid jogokariyan mampu menjadikan ekonomi berbasis masjid sebagai penggerak ekonomi masyakarat. Prinsipnya "jika pasar mengalahkan masjid, maka masjid akan mati". Namun jika "masjid mengalahkan pasar, maka pasar akan hidup". Masjid jogokariyan selalu berupaya agar saldo infaq hanya setara nol rupiah. Alasannya sederhana, soldo yang sangat besar akan menyatiki saat sebagian warga yang sakit namun tidak bisa ke rumah sakit karena tidak mempunyai biaya, atau ada warga miskin yang tidak dapat bersekolah, dan sebagainya.
Pengelolaan manajemen yang baik oleh masjid jogoariyan tidak terlebas dari berbagai data base yang didapatkan oleh masjid jogokariyan. Data base ini tidak hanya mencakup nama kepala keluarga dan warga, pendidikan dan pendapatan. Akan tetapi, sampai pada siapa saja di natra warga yang telah menunaikan shalat dan yang belum, yang terbiasa berjamaah di masjid dan yang tidak, yang sudah berkurban dan membayar zakat di baitulmaal masjid jogokariyan, yang aktif mengikuti kegiatan di masjid dan belum, nama instansi tempat kerja, dan seterusnya. Data ini dibuat sangat detail, sehingga masjid jogokariyan mengetahui dari 1030 KK atau setara 4000an penduduk yang belum shalat sebanyak sekian orang. Data ini diperbaharui setiap tahun sehingga selalu update.Â
Dalam pengelolaan infaq sedekah, masjid jogokariyan memiliki program ingaq mandiri, yang mana langkah-laangkah dalam menghitung infaq mandiri, sebagai berikut:[6]
1. Hitung seluruh pengeluaran selama setahun
2. Dibagi per bulan dan per pekan
3 Hitung kapasitas masjid (dapat menampung berapa jamaah)
4. Bagi pengeluaran per pekan dengan kapasitas masjid