Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Earth Hour 2018", Hari Ini!

24 Maret 2018   07:11 Diperbarui: 24 Maret 2018   08:35 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengisi liburan dengan melakukan perjalanan menjadikan kita belajar banyak,  baik tentang lingkungan maupun kehidupan masyarakat yang kita jumpai.  Hari itu bertepatan dengan Hari Raya Nyepi, rencana kami sudah matang mau berpetualang di lautan pasirnya Bromo, ternyata jalan yang kami pilih ditutup sementara selama perayaan Nyepi, kami dicegat pecalang lingkungan Bromo, kamipun harus balik arah dan mencari jalan lain, atau menunggu hari itu berlalu, karena area Bromo banyak pemeluk agama Hindu.  

Keputusan diambil kami mencari jalan memutar, tidak terasa hari mulai merambat malam, ditengah sunyinya jalan yang kami lalui, dengan medan mulai menanjak, salah satu mobil rombongan kami butuh perhatian lebih, kami memilih untuk beristirahat sejenak sembari meluruskan pinggang dan menunggu mobil bisa jalan kembali. Tiba-tiba temanku berteriak, lihat ke atas, semua segera menengok keatas, lukisan alam karya Sang Pencipta bersinar dan berkedip-kedip bagai jutaan kunang-kunang. Kami yang berasal dari Surabaya, Bandung dan Jakarta seperti terdampar  di hamparan bintang dilangit kelam, udara dingin, angin menerpa wajah dan rerumputan, pemandangan ini sangat sulit ditemukan di kota besar, polusi udara adalah salah satu penyebabnya dan juga terangnya lampu yang menyala diberbagai sudut.

Rindu dengan segala rasa alam yang asli, sulit itu mengembalikan itu semua tapi kita bisa untuk tidak merusaknya sampai musnah.  Dengan gerakan mematikan lampu selama enampuluh menit, yang tahun ini jatuh pada hari sabtu tanggal 24 Maret 2018 pukul 20.30 -- 21.30 WIB, gerakan yang disebut dengan Earth Hour.  Sebenarnya gerakan ini jauh telah dilaksanakan oleh masyarakat  Indonesia penganut agama Hindu dengan perayaan Hari Raya Nyepi.

Tahun ini Earth Hour di Indonesia khususnya Jakarta -- Palembang bertepatan dengan diselenggarakannya ASIAN GAMES 2018. WWF Indonesia bekerja sama dengan Indonesiaa Asian Games Organizing Committee (INASGOC) dan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK), akan memadamkan lampu penerangan dan dekorasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno selama satu jam (20.30 -- 21.30 WIB).  Gelora Bung Karno yang semakin hijau dan mulai bebas kendaraan yaitu kendaraan dilarang masuk ke area GBK, seperti ada asupan oksigen baru ditengah pusat kota yang penuh dengan polusi udara baik dari kendaraan maupun dari industri.

Asian Games 2018 Jakarta -- Palembang menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, selain kita memperkenalkan Indonesia kepada para peserta, maskot yang digunakanpun berasal dari satwa langka yang berada di Indonesia yaitu Burung Cendrawasih (Paradisaea Apoda), Rusa Bawean (Hyelapus Kuhli), dan Badak Bercula satu (Rhinoceros Sondaicus) dengan nama sebutan Bhinbhin, Atung, Kaka. Burung Cendrawasih menggambarkan strategi, Rusa Bawean menggambarkan kecepatan dan Badak Bercula Satu menggambarkan kekuatan. Kompetisi olahraga tidak lepas dari strategi, kecepatan dan kekuatan dengan tidak mengabaikan sportifitas.pemilihan maskot yang tepat tidak terlepas bahwa  kita semua diingatkan perdagangan satwa langka sama bahayanya dengan peredaran narkoba, perdagangan manusia,perdagangan senjata.  Satwa-satwa langka tersebut bukan untuk diperdagangkan secara bebas, tapi untuk dijaga keberadaannya, tidak musnah oleh manusia-manusia yang tidak bertanggungjawab.

Dengan semakin hijaunya GBK, kita-kita para pecinta jogging semakin dimanjakan, sarana dan prasarana yang semakin lengkap, udara bersih yang kita hirup, tidak harus pusing dengan kendaraan yang hilir mudik dan jalan berlubang. Olahraga diluar ruangan sebenarnya bagian dari hemat energi, karena dalam ruangan kadang memerlukan lampu dan tenaga listrik untuk menggerakan alat.

Gerakan Earth Hour hanya salah satu cara untuk mengingatkan kita bijak dalam menggunakan energi, bumi yang semakin tua, jangan sampai membuat kita juga rapuh menjaganya,  Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batu bara, nikel,  yang semakin terkikis keberadaannya.  Penggalian dan memanfaatkan energi alternatif seperti tenaga panas matahari, biogas, tenaga angin sudah lama digaungkan tetapi banyak masyarakat yang belum maksimal pemanfaatannya. 

 Indonesia yang berada di daerah tropis dengan sinar matahari yang bersinar sepanjang musim kecuali saat turun hujan dan malam hari, tapi pemanfaatan untuk listrik tenaga matahari masih sangat jarang, selain kekurangpengetahuan masyarakat juga alat penunjangnya cukup mahal.  Peternakan sapi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke belum sepenuhnya memanfaatkan kotoran sapi sebagai penghasil biogas yang bisa digunakan untuk keperluan peternakan itu sendiri bahkan masyarakat sekitar peternakan.  Beberapa daerah di Indonesia diberi potensi angin berlebih, seperti dibeberapa negara di Eropa menggunakan tenaga angin sebagai tenaga alternatif,  pemanfaatan tenaga ini mulai dicoba didaerah Sulawesi Selatan. Pemerintah dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk segera bergerak menggalakan penggunaan tenaga alternatif, sebagai bagian gerakan menjaga bumi.

WWF sebagai motor penggerak Earth Hour mungkin sosialisi untuk gerakan ini harus setahun sebelumnya, karena gaungnya terang redup, setiap kali mengikuti acara ini kadang begitu banyak lampu dipadamkan, begitu syahdunya satu jam tanpa penerangan, bintang dilangit terlihat terang bahkan sampai jelas gugusannya, tapi dilain kali tidak terasa gaungnya, hanya nonton di layar kaca saja bahwa acara itu telah berlalu, karena biasanya terjadi hari sabtu dimana banyak acara yang penerangannya lebih dari biasanya.

 Mari kawan semua kita tergerak untuk mematikan lampu malam ini dari pukul 20.30 -- 21.30 WIB, kita di Indonesia belajar dari hari Raya Nyepi oleh penganut agama Hindu, mereka  sanggup seharian tanpa penerangan, jadi ajang perenungan diri dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan.  Pulau Bali dengan destinasi wisata yang luar biasa mampu menonaktifkan segala sarana prasaran selama seharian penuh kecuali Rumah Sakit dan fasilitas gawat darurat lainnya. Bandara Ngurah Rai yang termasuk bandara tersibuk di dunia mampu seharian tidak ada aktifitas penerbangan. Masa kita tidak mampu, SEMANGAT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun