[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]Langit masih lumayan gelap, matahari sepertinya enggan muncul cepat menyambut saya dan suami di titik kumpul yaitu di Ampera. Sang pemilik rumah menyambut kita dengan semangat 45, semangat merebut kemerdekaan 70 tahun yang lalu. Berkenalan dengan teman jalan baru adalah ritual yang paling menarik, karena diatas kepala kita seribu tanda tanya berterbangan seperti apa nanti perjalanan serta petualangan yang akan kita hadapi.
Cek semua logistik, packing, juga cek kesiapan mental menghadapi medan yang belum pernah diinjak oleh kami semua dari rombongan Jakarta. Sang Hanoman sudah siap kita recokin dan siap bersabar dengan celoteh para perempuan. Dengan doa yang tulus di hati masing-masing kami ber 6 ; Pak Ganden, Mama Ade, Mbak Mala, Balqis, Abang Al Idrus suami saya dan saya tentunya.
Jalanan Jakarta pagi ini lumayan lengang padahal bersiap menghadapi long weekend, arah Bandung sepertinya mulai padat sejak semalam, kami agak dagdigdug juga takut jalanan tersendat, banyaknya orang yang akan liburan menuju arah ujung pulau Jawa bagian barat. Alhamdullilah jalanan lancar melalui tol JORR arah Tangerang menuju Serang, sempat mampir untuk sesuatu yang tidak boleh ditahan, perjalanan kami teruskan untuk bertemu dengan rombongan Serang. Sesuai di rencana perjalanan kami akan bertemu di Mall Of Serang, tetap aja meeting pointnya yang gampang adalah Mall alias pusat perbelanjaan modern, padahal kita akan berpetualang ke alam bebas.
Petunjuk di atas jalan tol sudah terlihat jelas yaitu Serang Timur, kami harus keluar dari jalan bebas hambatan menuju jalan banyak perempatan, sempat menunggu beberapa ratus detik terlihatlah tanda merah di pipi oh maaf salah itumah lagu, Oktin dan rombongan Serang yaitu Ayi serta Kang Lukman siap memandu kami menjelajah alam bebas dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, sesuai jurnal yang dibagikan Oktin kepada kami, serasa mau ujian tesis nanti disana.
Perjalanan dilanjutkan dengan kejutan luar biasa, mobil didepan yang memandu kami tidak mengenal namanya lampu sign, belok yang langsung belok, berhenti yang ngerem mendadak, ujian pertama sudah dimulai. Para pereli Putri Paris Dakar di Hanoman mengeluarkan seribusatu aturan mengemudi dengan aman tapi sepertinya di daerah Banten cukup pengemudi dan Tuhan saja yang tahu kapan belok dan kapan berhenti dan di Jakarta itu hanya berlaku untuk Bajaj.
Kita sempat mampir ke Pasar di daerah Rangkas Bitung, katanya belanja kebutuhan untuk memasak, karena nanti kita yang akan masak, terutama bumbu-bumbu, karena didalam sana tidak mengenal garam dan sebagainya. Jajanan kaki lima sepanjang pasar menggoda untuk dicicipi tapi karena kita harus menjaga asupan makanan, takutnya nanti bermasalah karena akan timbul masalah berikutnya yaitu tidak ketersediannya tempat untuk mengeluarkan sesuatu senyaman yang ada dirumah masing-masing.
Oktin sempat bertanya mau cari sarapan dulu, kami memutuskan untuk langsung cari makan siang, sarapan sudah kami lakukan dengan menguyah roti. Jalanan yang kami lalui lumayan bersahabat tidak seperti saat kami pergi ke Sawarna yaitu kehadiran jalanan zebra, 10km jalananan ancur 1km mulus.
Sepanjang jalan kami disuguhi macam-macam atraksi jalanan yang membuat kami seru membahasnya, dari mulai tiba-tiba mobil depan berhenti dan mengangkut penumpang, kami kira itu bagian dari rombongan tenyata di tengah jalan turun, lalu duren, pete, rambutan menyambut dengan senyum minta untuk dicoba dengan membeli tentunya, ternyata banyak terdapat tambang pasir dipinggir jalan yang kami lewati dan yang menarik ada tulisan “Pasir 24 jam” sepertinya pasir disini lebih darurat di banding dokter dan rumah sakit, kita bahas sepanjang jalan dimana tingkat kedaruratannya itu pasir.
Kurang lebih 2,5 jam dari Serang kami masuk kearea parkir tempat makan yang cukup sederhana, tolong dicatat bukan rumah makan ‘Sederhana’ yang bayarnya tidak sesederhana namanya. Dengan menu yang tidak begitu banyak kita semua mengisi perut sebagai awal persiapan menuju medan perang, menurut sang Pemandu yaitu Kang Luqman memilih makan disini untuk menghindari penuhnya tempat makan di titik awal pertualangan karena sepertinya akan banyak yang menjelajah alam Baduy. Ujian awal datang dari kamar mandi yang penuh dengan lubang yang bisa intip sana intip sini, padahal ada yang sudah dibangun bagus tapi tidak bisa dipakai, justru kamar mandi dengan penuh lubanglah yang berfungsi.
Di warung-warung yang menghadap panggung banyak anak-anak dan warga Baduy yang sedang duduk-duduk seperti menunggu pertunjukkan dimulai. Wajah mereka yang polos dan menggemaskan tidak luput untuk disapa dan diambil gambarnya.