Vertical garden yang sekarang ini sedang tren di kota-kota besar di dunia bisa menjadi solusi. Â Atau yang biasa disebut sebagai green wall adalah metode bercocok tanam dengan menggunakan lahan yang sempit memanfaatkan dinding atau ruang secara vertikal. Â
Cara ini selain dapat digunakan untuk mengurangi polusi, tapi juga bisa meningkatkan nilai estetika pada gedung atau ruang. Beberapa mall dan hotel di Indonesia sudah melakukan hal ini dan cukup baik untuk mempercantik bangunan. Â
Dalam skala yang lebih besar, vertical garden yang hanya mengacu pada estetika dapat dikembangkan menjadi vertical farming untuk penanganan krisis pangan. Harapan saya kelak akan ada vertical farming seperti yang ada di Belanda atau di Jepang. Â
Konsep vertical farming adalah melakukan penanaman sayuran atau buah-buahan di dalam ruangan dengan sistem hidroponik. Sistem ini memungkinkan untuk melakukan penanaman bertingkat dalam satu ruangan. Â
Rak dan lampu UV digunakan untuk mengoptimalkan jumlah tanaman yang dalam satu ruangan. Dalam satu ruangan bisa mencapai 5-10 tingkat untuk penanaman sayuran yang berukuran kecil seperti sawi, selada, seledri, bayam, dan kangkung. Pembangunan vertical farming memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1. Tidak memerlukan lahan yang luas
Dengan membangun ruangan atau gedung secara bertingkat, maka luas kebun yang dapat dibangun menjadi lebih luas. Misal dengan tanah seluas 100 m yang dibangun menjadi bangunan 10 lantai, maka kita akan mendapatkan kebun seluas 1.000 m.
2. Mengurangi polusi di perkotaan
Vertical farming yang dibangun di tengah kota dapat membantu mengurangi polusi udara. Banyaknya tanaman dalam satu area dapat menyerap polusi di area tersebut. Â
Pembuatan ventilasi yang baik akan memudahkan pertukaran udara dengan polusi dari luar gedung dengan udara oksigen hasil fotosintesis tanaman dalam gedung.
3. Mengurangi biaya dan polusi selama distribusi