Mohon tunggu...
Nur Dini
Nur Dini Mohon Tunggu... Buruh - Find me on instagram or shopee @nvrdini

Omelan dan gerutuan yang terpendam, mari ungkapkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Malas Membaca, Suka Bertanya

2 Agustus 2019   09:49 Diperbarui: 2 Agustus 2019   09:50 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hallo!

Beberapa waktu yang lalu saya memperoleh notifikasi berisi tawaran untuk mendaftar sebagai local guide di Google Maps.  Saya sebenarnya kurang tahu maksud local guide itu, jadi karena itulah saya setuju sebagai local guide.  

Dengan menjadi local guide, ketika ada orang mengajukan pertanyaan tentang tempat yang pernah kita kunjungi, otomatis akan muncul notifikasi di smartphone kita dan kita bisa membantu menjawabnya.  

Saya awalnya cukup senang saat hari-hari pertama menjadi local guide.  Saat ada notifikasi masuk, saya langsung melihat notifikasi dan menjawab pertanyaan, sudah seperti lomba cerdas cermat saja.  Tapi hari-hari terakhir ini saya jadi tidak suka dengan notifikasi yang muncul karena pertanyaan berulang yang muncul.  Sehari bisa ada empat sampai tujuh orang menanyakan hal yang sama dan berulang untuk keesokan harinya, keesokan harinya, dan keesokan harinya.

Saya mencantumkan alamat rumah saya dan lokasi tempat kerja saya di Google Maps.  Saya pikir itu akan memudahkan saya untuk mengukur jarak antara tempat A dari rumah atau dari tempat kerja.  

Sayangnya, saya menjadi local guide, sehingga pertanyaan tentang tempat kerja saya otomatis masuk ke smartphone saya.  Pertanyaan berulang yang masuk sekitar lowongan pekerjaan.  

Apa masih ada lowongan? Apa masih boleh daftar? Apa ada lowongan untuk laki-laki? Apa ada lowongan untuk perempuan? Apa ada lowongan untuk lulusan SMK? Apa ada lowongan untuk sarjana S1 jurusan managemen? Masih banyak apa-apa lain yang intinya sama, menanyakan lowongan pekerjaan.  Saya menjawab pertanyaan itu secara standar, "silakan coba masukkan lamaran ke kotak yang telah disediakan".

Satu pertanyaan lewat, muncul yang ke dua.  Pertanyaan ke dua terjawab, datang yang ke tiga.  Begitu terus sampai beberapa hari.  Pernah saya baru saja mengirim jawaban detik berikutnya muncul lagi pertanyaan yang sama, apa masih ada lowongan? Saya mulai kesal kalau begini terus, saya mulai mengabaikan tapi notifikasi tetap muncul.  Ternyata rasa kesal saya juga dialami oleh sesama local guide.  

Ada satu akun yang awalnya menjawab pertanyaan lowongan itu dengan manis, lama-kelamaan jadi makin sewot.  Para generasi pencari kerja itu suka bertanya malas membaca.  

Padahal kalau dia mau usaha sedikit, dia bisa scroll sedikit ke kebawah dan membaca pertanyaan terdahulu beserta jawabannya.  Mungkin ada yang berpikir, siapa tahu jawaban terdahulu sudah tidak valid.  Kalau selang 5 menit, mana mungkin langsung tidak valid.

Kalau A bertanya tentang lowongan pada jam 10.00 dan B bertanya pada 10.05 pertanyaan yang intinya sama, apa masih masuk akal? Apa selang 5 menit kuota melamar pekerjaan sudah habis? Kan tidak begitu sistemnya.  

Kalau lowongan yang tersedia 200, yang mendaftar 3000, yang dipilih untuk diterima pasti 200 terbaik bukan 200 pelamar tercepat.  Memangnya dikira pesan tiket kereta api atau pre-sale konser Westlife Reunion 2019?

Seandainya oknum itu mau sedikit lebih rajin membaca, artikel ini tidak perlu ada.  Padahal sudah banyak pihak mengkampanyekan budaya membaca, tapi info penting justru tidak pernah dibaca.  Gossip artis terkini paling paham, tapi info penting untuk keberlanjutan hidupnya sendiri diabaikan.  

Saya jadi ingat pada saat saya mencari pekerjaan 4 tahun yang lalu.  Untuk mendapat info, saya membaca lowongan yang ada di web pencari kerja atau grup lowongan kerja di facebook.  

Pertanyaan yang dengan sangat terpaksa saya ajukan berkisar di syarat lamaran, itupun kalau tidak tercantum atau setelah saya baca sampai pojok bawah belum ada yang menanyakan hal itu.  Terpaksanya saya harus mengulang pertanyaan, berarti pertanyaan sebelumnya belum terjawab oleh penulis karena mungkin notifikasinya tertutup dengan yang baru.  

Saya yakin tulisan ini tidak akan mengubah apapun.  Tukang tanya di Google Maps tetap akan tanya dan malas membaca.  Yang membaca curhatan saya tetap akan rajin membaca dan tidak akan semudah itu  bertanya, kecuali sudah sangat mentok dan informasi di internet meragukan.  Saya simpulkan, tulisan ini unfaedah. BYE !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun