Mohon tunggu...
Nur Dini
Nur Dini Mohon Tunggu... Buruh - Find me on instagram or shopee @nvrdini

Omelan dan gerutuan yang terpendam, mari ungkapkan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Surat Keterangan Dokter Diperjualbelikan

18 Juni 2019   07:59 Diperbarui: 18 Juni 2019   09:31 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hallo,
Perkenalkan, saya adalah salah satu karyawan di pabrik sepatu.  Seperti yang diketahui bersama, pabrik sepatu termasuk industri padat karya, karyawannya buanyaaaakkk banget. 

Meskipun jumlah karyawan fluktuatif, saat ini jumlah karyawan sedang banyak-banyaknya, 24.000 an.  Setiap jengkal pabrik selalu ada orang.  Jalan masuk gerbang penuh orang, ke kantin desak-dekasan, ke kamar mandi antri, jajan sikut-sikutan, pokoknya rame banget.  Secara pribadi saya lebih suka kondisi 2 tahun lalu saat karyawan masih 19.000 an.  Rasanya lebih lega dan pikiran tidak kusut karena terlalu banyak bertemu orang.

Akhir-akhir ini saya merasa bahwa kebosanan dan mungkin stress dalam pekerjaan dialami oleh banyak karyawan, bukan hanya saya saja.  Saya masih dalam tahap mempersiapkan pengunduran diri.  

Saya bukan termasuk orang yang asal keluar, lalu mendadak tidak bisa makan.  Saya sudah ancang-ancang, dan sampai sekarang masih ancang-ancang.  Anda berpikir kalau saya terlalu banyak pertimbangan? Iya, memang saya seperti itu.

Meskipun saya bosan, saya berusaha untuk setiap hari masuk kerja, kecuali saya mengajukan cuti.  Saya juga mencoba untuk selalu menyelesaikan pekerjaan saya, meskipun setelah itu rasanya langsung mengantuk dan punggung pegal semua.  

Berhubung saya masih diberi upah, saya merasa harus hadir setiap hari dan mematuhi aturan yang ada dari perusahaan karena seperti ada beban moral kalau saya tidak melakukan hal itu.  

Di tempat saya bekerja, ada sejumlah karyawan yang statusnya no work no pay.  Persis seperti terjemahannya, karyawan itu kalau tidak masuk kerja ya tidak diberi upah kecuali jika mengajukan segala macam cuti atau sedang sakit.  

Besaran upah yang tidak dibayarkan sebesar gaji pokok dibagi jumlah hari kerja pada bulan itu, jadi besarannya bisa berbeda tiap bulan.  Untuk yang tidak masuk kerja tanpa keterangan, selain tidak diberi upah, karyawan yang bersangkutan juga diberi surat peringatan.  Kebanyakan karyawan, termasuk saya, tidak keberatan dengan surat peringatan.  

Kami lebih memikirkan besaran upah yang tidak dibayarkan ketika tidak masuk kerja.  Masalah surat peringatan, nanti setelah 6 bulan juga otomatis hangus, kembali ke fitrah.  Tidak perlu khawatir. 

Kesadaran akan kelonggaran aturan tersebut membuat banyak karyawan yang pura-pura sakit.  Sebenarnya mungkin memang sakit, tapi masih taraf yang bisa ditahan dan dibawa untuk masuk kerja.  Karena faktor M, males, itu tadi ada yang akan "ah, cari surat dokter aja, biar dibayar".  Hal ini membuat beberapa tempat praktik dokter "menjual" surat dokter tersebut.  

Saya beri istilah menjual karena dari beberapa cerita oknum ini akan memberikan harga yang berbeda tergantung jumlah hari yang diinginkan.  Jadi setelah diperiksa, "pasien" akan ditanya mau istirahat berapa hari? Harga rekomendasi istirahat 1 dan 2 hari beda.  Tapi itu masih rumor yang saya dengar, karena saya belum pernah mengalami sendiri.  

Karena sahabat saya yang bernama beban moral tadi tidak mengizinkan saya melakukan ini.  Kalau bukan karena saya sakit kepala sampai pandangan gelap, saya tetap masuk kerja.  

Banyaknya kasus SKD (surat keterangan dokter) palsu ini, diantisipasi dengan blacklist beberapa klinik atau tempat praktik dokter, saking gampangnya mereka menerbitkan SKD.  Yang lucu, ada 1 puskesmas juga ikut di-blacklist.  

Padahal puskesmas kan milik pemerintah, bahkan untuk daftar CPNS yang harus melampirkan surat keterangan sehat dari RS pemerintah saja, kalau ingin tes di puskesmas juga cukup untuk kelengkapan berkas dan bisa lolos.  Tapi oleh perusahaan swasta justru di-blacklist.  Ironis sekali.

Dari seorang teman yang juga seorang dokter saya mengetahui bahwa seharusnya dokter tidak boleh memperjualbelikan SKD.  Hal itu menyalahi sumpah dokter, dan izin praktiknya bisa dicabut. Tapi kenapa masih ada yang berani untuk nakal? Ungkapan ada gula ada semut dan ada asap ada api sangat cocok untuk kasus perdagangan SKD ini.  Oknum dokter nakal muncul karena memang ada pasarnya.  Calon pembelinya banyak.  Bisa dibilang tiap tahun demand-nya meningkat sudah macam pasar saham saja. 

Artikel ini muncul karena saya mendengar teman saya berencana sakit.  Saya jadi terinspirasi untuk membahasnya.  Bayangkan, saat ini semua harus serba terencana.  Selain resign saya yang harus terencana, kasus kejahatan yang terencana, bahkan sakit pun bisa direncanakan.  Tadi pagi ada salah satu teman yang sakit, entah sakit sungguhan atau sakit-sakitan, dan tidak masuk kerja.  

Partnernya lalu berkomentar kalau sebenarnya dia juga ada niat tidak masuk kerja hari ini seandainya tidak ada deadline.  Dia berpikir kalau partnernya akan masuk kerja dan bisa diajak kerja sama menyelesaikan deadline ini, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, dia harus menyelesaikannya sendiri.  Dia lalu ditanya, kalau kamu hari ini tidak masuk kerja, akan menggunakan alasan apa.  

Dia jujur menjawab sakit.  Orang yang mendengar langsung simpati karena berpikir ini orang hebat sakit tapi masih kerja.  Saat ditanya lagi sebenarnya dia sakit apa, dia jawab "yah, nanti nurut dokternya aja".  Yang sakit siapa, cincau?

Di perusahaan saya, ada aturan yang tergolong baru, kalau ketahuan menggunakan SKD palsu akan langsung PHK tanpa pesangon.  Nah, kalau ada PHK, laporan itu pasti akan sampai ke Disnakertrans.  Kalau sampai hal itu terjadi, maka akan ketahuan oknum yang memberi SKD palsu.  Kalau mau diusut lagi, bisa tuh kejadian ada laporan ke konsil tenaga kesehatan dan akhirnya izin praktik yang bersangkutan dicabut.

Kalau menurut saya, andai memang sudah bosan sekali, lebih baik langsung resign saja.  Kalau memang masih ada yang "menahan", anda harus tetap bertanggung jawab pada pihak yang memberikan anda penghasilan.  Anda dibayar, tapi tidak mau masuk kerja, buat apa? Kalau memang ingin tidak masuk kerja, silakan cuti atau absen lah.  Tidak perlu pura-pura sakit dan cari SKD.  

Kalau diri sendiri sudah berlabel buruk, entah karena malas atau performa kerja yang buruk, jangan menarik orang lain untuk masuk ke lingkaran label jelek milik anda.  Jangan membawa profesi lain untuk terlibat dalam kemalasan bermata duitan anda.  Tidak perlu menulari paham ga mau rugi yang anda anut pada profesi dokter yang baik-baik saja.  Kalau jelek, jangan ngajak-ngajak. Bye!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun