"Coba kalau BH mama ini ditukar dengan BH Arini gimana, Pa?"
"Lho, kok...?" Sang suami terlihat berubah mimiknya. Keheranan rupanya.
"Itu, si Arini kemarin merengek-rengek. Katanya, BH-nya sudah nggak enak lagi kalau disentuh. Gitu," sang mama mencoba mengemukakan alasan.
"Lha piye to? Kan BH Arini itu masih baru. Apa nggak dicekkan dulu saja ke tokonya. Biar ketahuan, kenapa kok nggak enak kalau disentuh," sang papa mencoba memberi solusi.
"Ah, Papa. Kayak nggak tahu Arini saja. Dia kan pemalu. Disuruh beli sendiri saja, malah minta tolong papa yang belikan."
"Ya, sih. Ya sudah, nanti malam coba saya periksakan dulu ke toko dulu. Kan garansi 2 tahunnya masih belum pernah terpakai?"
Ihh...masak BH kok pakai garansi. 2 tahun lagi. Yang bener saja. Masih saja aku bergelut dengan otak gagal pahamku. BH sudah nggak enak lagi disentuh. Lha, ngapain kok BH pakai disentuh-sentuh?
Ah, sudahlah. Aku tutup saja telingaku rapat-rapat. Apalagi pesanan makanan siangku pun sudah datang.
----------
.
[note: Membayangkan kejadian seandainya BB diartikan bukan sebagai Black Berry. Tapi diterjemahkan secara bebas sebagai Berry Hitam, atau disingkat BH.]