Mohon tunggu...
Nuzul Mboma
Nuzul Mboma Mohon Tunggu... Peternak - Warna warni kehidupan

Peternak ayam ketawa & penikmat kopi nigeria.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sakratul Maut

0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ruangkita.blogspot.com

Tak ayal, Aku teringat guru agama di sekolah yang berujar perihal datangnya tanda-tanda sakratul maut. Aku fikir, mungkinkah Pak Raja yang dikenal polah baiknya ke sesama warga akan menjemput ajal secepat kilat. Kata Bahar, pamannya itu sudah berminggu-minggu selalu gundah dipenghujung malam. Mendengar suara gagak, burung hantu atau kadang ia merasakan ada seseorang di depan rumahnya memanggil-manggil namanya. Ketika di intip dibalik gorden jendela terlihat sosok lelaki kurus berjubah hitam. Wajahnya silau bercahaya berdiri mematung di sela-sela pohon pisang halaman rumah Pak Raja.

Tiba-tiba anak Pak Raja berjalan gontai ke depan pintu rumah seraya menyeka ingus yang bercampur air mata di lengan bajunya.

"Kak Har, sini masuk ke kamar. Ayah ingin bicara dan memberikan sesuatu kepadamu."

Bahar beranjak dari sampingku. Melangkah berat seraya menunduk masuk ke dalam rumah pamannya. Didalam kamar tercium aroma kematian, semua mata berkaca-kaca melihat Pak Raja yang terbaring lemah dengan mulut menganga ingin mengucapkan sesuatu tapi kata-katanya tertahan di tenggorokan.

Tiga hari sebelum ajal menjemputnya, Pak Raja menulis sebuah pesan di atas secarik kertas putih. Seakan-akan tahu kalau kematian akan datang tak lama lagi.

"Keponakanku yang kusayang....lima bulan lalu selepas kematian Ibuku, Aku merasakan beban berat karena belum menunaikan janjiku untuk membawa Ibuku naik haji. Padahal uang yang kusimpan sudah mendekati cukup untuk menunaikan rukun islam kelima itu. Aku menaruh uangku di kantong plastik merah dan kutimbun di bawah batu samping pohon pisang depan rumah karena Aku tahu jika kutitip ke istriku pasti akan tandas terbeli perhiasan.

 Ambillah uang itu Bahar dan sumbangkan ke pengurus masjid untuk membantu renovasi masjid lingkungan kita karena sebulan lalu kudengar desas-desus pembangunan masjid mandek tak cukup dana. Aku rasa hidupku di dunia ini tak akan lama lagi dan akan kutinggalkan segala-galanya kecuali amal kebaikan."

Kulihat langit hitam mendung dan gerimis landai membasahi permukaan bumi. Kutadahkan kedua tanganku yang diguyuri rintik hujan. Sedangkan di dalam rumah Pak Raja, isak tangis mulai bersahut-sahutan seirama dengan bulir air hujan yang tumpah di atas atap seng.

Semua merasa kehilangan, tak ada lagi sosok manusia teladan yang sangat dikagumi dan kontroversial di lingkunganku. Kematian Pak Raja meninggalkan sebuah pesan bermakna kalau kejahatan hanyalah penafsiran sebagian orang dan berita-berita di televisi. Setelah kematian itu, Bahar memutuskan melanjutkan profesi pamannya sebagai bandar togel sebulan sesudahnya. Memulai semuanya dari semula dengan bekal pengetahuan yang mumpuni selama menjadi asisten Pak Raja.

Di lain hari, entah mengapa Aku merasa senang dan mengiyakan permintaan Bahar karena mengangkatku sebagai asisten pencatat angka-angka. Ikut terlibat dalam profesi bandar togel di usia belia sangat menopang segi perekonomianku. Memenuhi uang jajanku sehari-hari, membayar iuran sekolah dan memenuhi lemari pakaianku dengan baju Cubitus. Semua kembali seperti sediakala. Orang-orang kembali memasang togel dengan harapan dan alasan berbeda-beda. Semenjak itu, kematian Pak Raja pelan-pelan terlupakan tapi tidak dengan kebaikan-kebaikan yang ditanamkan di lingkungan kami. ***

*Asrama ialah bangunan tempat tinggal yang dihuni oleh prajurit/purnawirawan beserta keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun