Mohon tunggu...
Nuzul Mboma
Nuzul Mboma Mohon Tunggu... Peternak - Warna warni kehidupan

Peternak ayam ketawa & penikmat kopi nigeria.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Alunan Suara Terompet

20 Desember 2019   10:28 Diperbarui: 23 Desember 2019   12:23 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
9gambar.blogspot.com

Aku lahir dan dibesarkan di lingkungan militer. Dulu, ketika guru di sekolah bertanya ke semua murid, kalau besar bercita-cita jadi apa? Aku paling pertama yang menjawab lantang ingin jadi tentara bu guru. Masa kecil dulu ketika Kakekku sehabis menerima gaji pensiun, Aku sesekali di-beli-kan susu dancow. Selain gembira, yang membuatku berseri-seri ialah saat mendapat hadiah buku dongeng terbungkus plastik yang menempel di belakang kotak susu.

Sekali-kali juga, kalau Kakek mempunyai uang sen atau sehabis kusemir sepatu laras hitamnya, ia menggendongku riang gembira di punggungnya menuju gerobak penjaja majalah di tepi jalan guna membeli majalah bobo. Alangkah senangnya Aku membaca buku dongeng dan majalah bobo. Seingatku, terakhir kali kubaca kumpulan buku itu saat menginjak kelas tiga sekolah menengah pertama.

Waktu itu sering kubaca dalam sebuah cerita dongeng; Kokok ayam jantan akan membangunkan manusia di muka bumi dari tidurnya di pagi hari. Tapi Aku katakan, cerita itu tidak berlaku untuk penduduk asrama. Biasanya Aku atau warga disini bukan dibangunkan kokokan ayam jantan melainkan suara terompet berirama sayup yang menyentuh gendang telinga.

Nyaris saban pagi terompet itu terngiang. Aku selalu bertanya-tanya mengapa selalu terdengar tiupan terompet bertalu-talu dari kejauhan. Dan Kakek menimpali, "Oh, itu suara terompet dari dirigen Korps Musik Angkatan Darat. Tiap pagi seperti itu, meniup terompet selama beberapa menit. Biasanya latihan sebelum apel pagi."

Adakalanya sebelum berangkat ke sekolah pukul tujuh tigapuluh, Aku berjemur diri di teras rumah membiarkan kulitku disapa mentari pagi yang menyembul pelan dari timur jauh. Kulit terasa hangat di sela-sela suasana pagi yang masih terasa sejuk bau embun. Rumahku berada di posisi strategis berhadapan muka lapangan voli asrama yang juga berfungsi sebagai jalur lalu-lalangnya para manusia. Aku biasa melihat satu-satu warga memulai aktifitasnya.

Guru dengan seragam cokelat menenteng tas berjalan kaki menuju sekolah inpres ke arah utara asrama. Bocah-bocah sekolah dasar berlenggak-lenggok ke sekolah dengan bedak cussons baby menempel di wajahnya. Selain itu, terlihat juga para prajurit berpakaian loreng hijau kelabu, bersepatu laras hitam pekat.

Kebanyakan kulihat mempunyai tanda garis merah-merah di seragam lengan kirinya saat berangkat kerja. Semua bergegas, seiring dengan hilangnya suara terompet tadi. Orang-orang yang melintas di depan rumah nampak meninggalkan jejak di tanah yang masih sembab. Sepatu guru, anak sekolah, prajurit dan manusia-manusia lainnya.

***

Kukubur dalam-dalam hasratku menjadi tentara karena posturku tidak memenuhi syarat. Ditambah gigi depanku patah, terjatuh sehabis belajar mengemudi sepeda motor. Lenyap sudah cita-cita itu dan kuputuskan untuk kuliah. Menginjak bangku perkuliahan, kurasa mata pelajaran semakin bertumpuk dan sangat asing kudengar. Kalau dulunya Aku akrab dengan penjaskes, muatan lokal atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Kini, Aku di suguhi pelajaran tentang teori kesusatraan, sastra indonesia, dasar-dasar politik, sejarah dan sederet mata kuliah lainnya. Suatu hari di awal bulan oktober Aku dibuat tercengang saat seorang dosen berkata. "Angkatan darat dulu memiliki masa lalu kelam. Banyak manusia dibantai, dijebloskan ke penjara dan rumah-rumah orang PKI serta simpatisannya dibakar setelah peristiwa lubang buaya."

"Apakah benar omongan itu, apa yang terjadi di lubang buaya?!"

Perkataan dosen itu membuat Aku rasa-rasanya tersinggung karena menyebut institusi yang juga menjadi lingkungan tempat tinggalku. Meskipun Aku bukan tentara. Lambat laun kutekuni buku-buku sejarah demi menjawab rasa penasaran dari seorang dosen. Kadang Aku membeli buku di dekat kampus atau jika tak punya uang sepeser pun Aku menghabiskan waktu senggang di perpustakaan kota dengan aroma khas buku-buku tua. Pelbagai buku berjajar dari berbahasa belanda, buku panduan memasak, barisan buku sejarah atau sastra cetakan ejaan lama. Semua nampak buluk dan beberapa bagian buku termakan rayap.

Suatu hari Aku takjub setiap kali kubaca buku-buku sejarah yang kertasnya mulai menguning terutama terbitan berlogo banteng menanduk di sampul bagian bawah. Selain isi bukunya sesuai kebutuhanku, juga terpampang jelas coretan nama pemilik buku yang semuanya kuketahui memiliki nama yang sama. Dan selalu disertai kode tahun '50, '55, '62 atau '65. Tercetak stempel biru pertanda "Buku ini milik negara" atas sumbangan dari.........

Kutelusuri sebuah nama melalui smartphone. Klik. Pemilik buku itu adalah eks-tentara angkatan darat yang dulunya menduduki jabatan publik era orde baru. Aku melongo, mengapa buku-buku usang berlogo banteng menanduk yang pada akhirnya kuketahui diterbitkan oleh partai raksasa yang terlarang era orba itu justru disumbangkan sebagian besar oleh seorang perwira angkatan darat.

***

Suatu hari Aku menjumpai seorang purnawirawan di lingkungan asrama tempatku bernaung. Rambut pendek seputih kapas, badan masih terlihat bugar sekalipun kulitnya nampak keriput. Bahkan sekali waktu kulihat ia hobi berjalan kecil mengitari lapangan voli kala fajar menyingsing di usianya yang senja. Aku sering menghampiri dan ikut berolahraga seraya mendiskusikan topik apa pun dari perjanjian renville, pertempuran surabaya atau atmosfir politik era orde lama. Kalau-kalau bisa kumintai pandangannya tentang G30S.

Meskipun usiaku terpaut jauh bagaikan langit dan bumi, tidak kutemukan kesulitan dalam memulai percakapan karena kuanggapnya sebagai kakek sendiri dan sebaliknya, ia menganggapku sebagai cucu karena kami masih berlindung di rumah yang sama "asrama tentara". Si kakek adalah mantan prajurit di Komando Distrik Militer. Salah satu cerita yang sering diulang-ulang kalau ia pernah mendapatkan tugas berjaga di areal mattoangin disekitar jalan yang akan dilalui iring-iringan rombongan Presiden Soekarno. Ketika itu sang presiden melawat ke Makassar 7 Januari 1962 guna menyampaikan pidato di gedung mattoangin.

Ia menceritakan peristiwa itu diatas bale-bale yang terlindung pohon pisang tempat kami mengaso selepas olahraga. Katanya dengan antusias, "Pada saat itu ada seorang dari keramaian manusia berjejalan di tepi jalan cendrawasih melempar granat ke arah mobil Presiden yang melintas. Sayangnya meleset tapi granat mengenai mobil lain dan melukai orang-orang disekitarnya. Banyak masyarakat yang berada di tepi jalan terluka akibat peristiwa itu. "

"Kalau mengenai situasi tahun 1965 selepas gerakan satu oktober. Pandangan kakek bagaimana?"

Ia kaget mendengar pertanyaan dariku. Menyerap ingatan yang masih tersisa seakan membawanya ke masa silam yang nahas itu.

"Wah, kamu sekarang katanya kuliah? Jurusan apa?"

"Sastra kek. Jawabku datar"

"Waktu itu situasi genting sekali setelah peristiwa di jakarta. Banyak orang-orang PKI di kota ini digiring ke kodim untuk ditahan atau interogasi. Ada juga dibawa ke sebuah bangunan dekat karebosi. Disitu ada bekas gedung yang secara mendadak dijadikan tempat penahanan orang-orang sipil atau yang dituduh terlibat G30S. Bukan cuma itu, banyak juga tentara yang soekarnois atau dekat dengan PKI dijebloskan ke RTM diujung asrama." Seraya tangan keriputnya menunjuk ke arah utara. Ia melanjutkan lagi.

"Waktu itu kakek masih berusia sepertimu. Setelah peristiwa itu aku tak tahu diapakan tahanan politik itu kemudian". Bibirnya gemetar seraya menatap kosong ke tanah lapang.

"Aku melongo dan merasa Kakek tahu banyak situasi yang terjadi di masa silam di kota ini. Ataukah tak mudah mengungkapkan genosida yang dilakukan institusi Kakek menurut buku-buku yang kubaca sejauh ini." Pikirku. Tapi aku tidak secara langsung berbicara hal tabu melainkan membahas tentang alat penyebaran ideologis.

"Apakah betul kek, dulu, buku-buku terbitan PKI juga menjadi target pelenyapan angkatan darat yang konon katanya aman terjaga di tangan tentara sendiri?"

"Hmm ya, mungkin begitu. Karena komandanku waktu itu, ketika kukunjungi rumahnya mempunyai banyak koleksi buku-buku." seingatku ada buku pokok-pokok gerilja-nya Nasution, buku kesaksian Soepardjo di hadapan mahmilub, Dibawah Bendera Revolusinya Bung Karno dan paling banyak itu buku-buku sitaan dari terbitan banteng menanduk milik PKI.

Saat itu buku-buku seperti itu aman ditangan prajurit atau perwira angkatan darat dari pelenyapan pasca genosida 65. Apalagi jika perwira itu pada dasarnya hobi membaca buku terbitan milik PKI tersebut.

Seingat kakek, dulu, kalau ia suka membaca buku strategi perang gerilya bersampul merah tulisan Mao Tse Tung yang diterbitkan oleh tentara divisi empat siliwangi. Itu salah satu buku kesukaan Kakek di rumah komandannya.

***

Aku ke perpustakaan beberapa tahun yang lalu. Kebetulan melihat sebuah buku yang dilembaran pertamanya tercoret nama ejaan suwandi bekas pemilik sebelumnya. Aku membaca nama yang berderet dari atas ke bawah. Bertanda ada dua nama pemilik buku sebelumnya. Aku memutuskan meminjam buku itu dan membawanya pulang. Kini tercoret tiga nama pemilik dan buku itu menjadi koleksi rak buku Aku untuk selamanya.

Di lain hari, Aku membaca kembali buku itu di atas bale-bale. Menyendiri. Terhanyut seperti terbang bersama buku Kakek tua ke masa lampau. Dihujung sana, suara terompet mengalun lambai dari kejauhan. Sedangkan di atas kepalaku, pelepah pohon pisang bergoyang-goyang malu dihembus semilir angin pagi. Mengeluarkan suara-suara ritmis. Hening. Lambat laun suara terompet jua samar-samar lenyap terbawa angin ke langit biru...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun