Kuhirup udara pagiÂ
bersama selembar koran
Dan secangkir kopi
Iman-iman palsuÂ
ada di setiap baris
Cendekiawan narsis
Tabib-tabib penjual agama
Ditulis oleh seorangÂ
wartawan bengkak
Setiap kalimatnya dipertaruhkan
Berkerak dalam gerak-geriknya
Dipertontonkan bagai tarian
Berputar mengitari suatu dupa
Atau altar bila kau suka
Merayakan keadilan
Berhura-hura bersama demokrasi
Yang terjepit di antara rajaÂ
dan permaisurinya
di barisan belakang
Memegang kamera
Melihat sang hakimÂ
serupa ksatria yang ditelanjangiÂ
di depan sebuah gilotin
Mata pisaunya berkilauan
Matahari begitu terik
Baju zirahnya terlepas
Ksatria kita tercekik
Keringat berbaur dalam garam-garam
Tampaklah dia ituÂ
tidak berbadan bidang
Dan kelamin kecilnyaÂ
terlihat seperti seekor burungÂ
yang menggigilÂ
menantikan musim dingin berakhir
Tidak kemarin
Tidak hari ini
Besok bisa jadi
Salju akan menutup segala kebenarannya
Jika memang nilainya telah kadaluarsa
Serupa rengginang sisa lebaran
Atau kau dan aku, yangÂ
telah kehabisan akal sehatnya
2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H