Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Sastra: Sebuah Perjuangan atau Kesenangan Semata?

4 Oktober 2023   18:31 Diperbarui: 4 Oktober 2023   18:43 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Melihat perkembangannya, polemik yang ada di dalam kebudayaan Indonesia tampaknya tidak pernah usai. Berpuluh tahun lalu pernah terjadi pergulatan ideologi antara Lekra dan Manifes Kebudayaan. 

Selepas Indonesia merdeka, Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) muncul sebagai organisasi yang mengajak para seniman dan pekerja kebudayaan untuk terjun langsung ke lapangan dalam upayanya mengedepankan kebudayaan atas dasar cita-cita yang berkerakyatan. Namun, dikarenakan adanya seniman-seniman yang tidak sepakat dengan ideologi tersebut, Manifes Kebudayaan muncul sebagai tandingan. 

Dalam surat semacam "manifesto", mereka menyebutkan bahwa seniman atau para pekerja kebudayaan (budayawan) harus independen dan terbebas dari tujuan politis.

Singkatnya, barang seni atau budaya yang diakui oleh Lekra adalah seni yang "setia pada kebenaran" dan tidak memiliki batasan-batasan kreativitas (bentuk dan gaya). Karena bagi Lekra, "berpihak pada rakyat dan mengabdi kepada kebenaran adalah satu-satunya jalan bagi seniman-seniman, sarjana-sarjana, maupun pekerja-pekerja kebudayaan lainnya". Lekra menjunjung tinggi sikap politik di dalam karya seni.

Sedangkan menurut Manifes Kebudayaan, sikap Lekra dianggap sebagai bentuk fetisy dalam berkarya atau berbudaya, di mana fetisy ini dimaksud sebagai sesuatu yang mempunyai pretensi kesenian revolusioner dan dianggap sebagai sikap pendewaan atas sesuatu. 

Oleh sebab itu, Manifes Kebudayaan menyebut kesenian fetisy itu sebagai "kesenian dengan pengabdian palsu". Seniman-seniman Manifes Kebudayaan "tidak mendewakan revolusi, karena kami tidak mempunyai pengabdian palsu, sebaliknya kami pun tidak mempersetankan revolusi, karena kami tidak pula mempunyai pengabdian palsu."

Dalam perjuangannya mengedepankan humanisme universal, mereka tidak mempunyai pretensi apa-apa, dengan kata lain bersikap apolitis dalam berseni. Ringkasnya, paham Manifes Kebudayaan adalah paham yang tidak mengorbankan politik bagi estetik, dan sebaliknya, tidak pula mengorbankan estetik untuk politik.

Adanya sejarah dari keduanya adalah sesuatu yang menandakan bahwa kita adalah bangsa yang masih menganggap seni dan budaya sebagai sesuatu yang penting. Terlebih, sebagai negara yang terdiri atas berbagai macam budaya yang terus harus diwariskan turun-temurun, bangsa ini tidak boleh luput dalam memperjuangkan kebudayaan. Namun, saya akan tegaskan menurut pendapat saya, bahwa antara Lekra dan Manifes Kebudayaan, tidak ada di antara dua itu yang lebih buruk atau lebih baik.

Ideologi Lekra di satu sisi baik karena mereka hendak mengedepankan barang-barang seni yang berkedudukan atas kepentingan rakyat, namun di satu sisi, saya menemukan suatu sikap fanatisme sehingga menjadikan ideologi Lekra yang realisme sosialis, sebagai sesuatu yang kasar dan keras dalam memanusiakan manusia, sehingga tidak manusiawi jadinya.  

Di satu sisi, Manisfes Kebudayaan yang mengedepankan humanisme universal yang mengutamakan kebebasan berekspresi atas dasar manusia melawan unsur-unsur yang membelenggu manusia itu sendiri, sehingga memberikan kesan menggugah dalam balutan manusiawinya. Namun di lain sisi, ia juga bersifat meromantisasi kepedihan yang membelenggu manusia, sehingga membuka potensi masyarakat untuk mendayu-dayu dalam kemalangannya.

Tujuan dari ideologi Manifes Kebudayaan adalah "membebaskan manusia dari rantai-rantai yang membelenggunya" yang terkesan utopis, namun di bagian lain, mereka menolak setiap bentuk utopia karena menyadari bahwa "dunia ini bukan surga", yang apabila "politik telah jadi sempurna, maka tidak perlu lagi kesuasteraan dan kesenian, tidak perlu lagi estetika".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun