Namun sebenarnya, Barat belum selesai membaca bukunya saat itu. Sesuatu datang di dalam kepalanya, sesuatu yang lain dari biasanya. Tiba-tiba saja sosok itu mengatakan sesuatu dengan sebuah nada. Sebuah simfoni, yang mendorong Barat untuk ingin mati. Dan itu membuatnya menutup buku dengan menitikkan air mata.
Saya setiap malam datang ke kuburannya Barat, semata-mata didorong oleh perasaan rindu yang amat menyesakkan. Betapa saya tergugah dengan kehidupan seorang yang buta itu.Â
Dia selalu merasa hidupnya ramai, "duniamu ini begitu sepi," katanya, "aku sudah menjalani bisingnya hari-hari di dalam sini," Barat menunjuk kepalanya, "tidakkah kau merasa begitu?"
"Hanya di sana, kita merasa damai."
Itu yang membuat saya jatuh cinta kepada dia. Tapi karena cara jatuh cinta kami berbeda, maka Barat tak bisa membalas cinta saya. Dan setiap malam saya mendambakan dia untuk bangkit dari kuburnya, dan tersenyum kepada saya.
Tak ada salahnya kan untuk mempercayai sesuatu yang seperti itu? Lagipula pekuburan tampak cantik setiap malam. Ada seribu kunang-kunang yang bernyanyi. Dan itu membuat semuanya terasa ramai.[]
Padang, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H