Sistem pemilihan yang dianut dan diterapkan berbagai negara di dunia beraneka ragam, namun pada umumnya disepakati bahwa varian sistem pemilihan setidaknya dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu sistem pemilihan distrik, proporsional, dan campuran. Varian sistem pemilihan tersebut terbagi lagi dalam model-model pemilihan yang lebih spesifik. Tulisan ini merupakan reading lock tiga varian sistem pemilihan tersebut sebagai awal untuk memahami pengertian dari sistem-sistem pemilihan yang ada dan telah digunakan sebagai model representasi kedaulatan rakyat pada umumnya.
Bahasan pertama adalah pemilihan dengan sistem distrik atau seringpula dinamakan dengan single member constituency. Dalam sistem pemilihan ini, sebuah negara dibagi dalam beberapa distrik atau daerah pemilihan dimana jumlah wakil rakyat yang dipilih jumlahnya sama dengan jumlah distrik tersebut.Â
Bila suatu negara terdiri dari 50 distrik, maka jumlah wakil rakyat yang mewakilinya juga berjumlah 50. Dalam sistem ini, berlaku frasa yaitu kandidat terpilih adalah dia yang mendapatkan suara terbanyak dalam sebuah pemilihan tanpa memperhitungkan selisih perolehan suara. Dengan kata lain, suara kandidat yang kalah dianggap hilang, seberapa kecil pun selisih perolehan suara tersebut.
Selama ini sistem distrik dianggap menguntungkan dalam hal penyederhanaan jumlah partai politik karena suara-suara partai kecil sulit untuk memenangkan pemilihan , sehingga pemerintahan dan sistem politik relatif lebih stabil.
 Selain itu partai politik yang akan berkompetisi akan semakin selektif dalam menentukan kandidatnya di distrik mana mereka akan mengikuti pemilihan, sehingga hal ini juga bagus untuk menekan oligarki politik di tingkatan partai politik sebab hanya calon yang kompeten dan populis yang memiliki potensi besar memenangkan suara di distrik tersebut.Â
Namun sistem distrik juga dianggap memiliki kelemahan terutama dalam hal sistem ini dianggap kurang representatif atau mewakili suara dari kelompok-kelompok minoritas karena tidak memiliki wakil yang diakibatkan berlakunya prinsip  tersebut.Â
Kandidat terpilih juga dikhawatirkan hanya mementingkan kepentingan rakyat di distriknya untuk mengamankan dalam mendulang suara dalam pemilihan berikutnya, sehingga harapan agar wakil rakyat dapat mementingkan kepentingan rakyat di distrik lain semakin kecil.
Berbeda dengan sistem distrik, sistem pemilihan dengan sistem proporsional mempertimbangkan proporsi jumlah kursi dengan jumlah penduduk/pemilih di sebuah daerah pemilihan. Dalam sistem ini, daerah pemilihan yang memiliki jumlah penduduk yang besar akan mendapatkan jumlah kursi yang lebih besar pula dalam sebuah lembaga perwakilan. Selain itu, dipertimbangkan juga proporsi perolehan suara partai politik untuk dikonversi menjadi kursi yang diperoleh oleh partai politik.Â
Dengan demikian, partai politik dapat mencalonkan lebih dari satu kandidat dalam daerah pemilihan, juga terbuka peluang bagi partai-partai kecil untuk mendulang kursi dalam daerah pemilihan tersebut.
Sistem proporsional menjawab kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam sistem distrik yaitu dianggap lebih mewakili suara semua kelompok masyarakat karena suara kandidat yang kalah tetap diperhitungkan, sehingga potensi suara hilang dapat diminimalisir dan partai-partai kecil tetap dimungkinkan untuk memiliki wakil di lembaga perwakilan.Â
Kelemahan dalam sistem ini adalah dianggap membuka peluang bagi tumbuh kembangnya sistem multipartai yang berimbas pada sulitnya untuk memunculkan stabilitas politik, juga dengan banyaknya kandidat yang maju dalam pemilihan maka berpotensi mengurangi populisitas dan animo masyarakat untuk mengenal lebih dekat kandidat-kandidat tersebut sehingga visi, misi, dan platform yang ditawarkan kurang mampu dipahami oleh pemilih.
 Di sisi lain, kandidat lebih memiliki keterikatan dengan partai yang mengusungnya alih-alih mencoba mendapatkan legitimasi politik dari rakyat.
Beberapa kelemahan yang dijumpai dalam sistem distrik dan proporsional memungkinkan beberapa negara di dunia menganut sistem pemilihan campuran. Dalam sistem pemilihan ini, sebagian anggota lembaga perwakilan dipilih melalui sistem distrik, sedangkan sebagian lainnya dipilih melalui sistem pemilihan proporsional. Hal ini jamak dijumpai dalam sistem pemerintahan sebuah negara yang lembaga legislasinya menganut bikameralisme.Â
Sistem pemilihan campuran menggabungkan antara keterwakilan dengan kondisi geografis dalam suatu negara, sehingga pemilihan tidak menghilangkan suara minoritas juga memiliki mekanisme keterwakilan berdasarkan wilayah untuk meningkatkan representasi kedaulatan rakyat.
Komisioner KPU Kota Blitar menggelar sosialisasi Pemilu 2024 sambil membawa poster saat peluncuran tanggal pemilihan umum (Pemilu) Tahun 2024 di Monumen Pemberontakan Tentara PETA di Blitar, Jawa Timur, Senin (14/2/2022).
Promosi Baru berusia 29 tahun, ini sosok COO Widodo Makmur Perkasa. KPU RI mengeluarkan surat keputusan (SK) KPU RI Nomor 21 tahun 2022 yang berisi penetapan tanggal Pemilu 2024 yang jatuh pada 14 Februari 2024.Â
Komisioner KPU Kota Blitar Ninik Sholikhah, Rangga Bisma Aditya, Hernawan M. Khabib dan Edy Saputra mencoblos poster saat peluncuran tanggal pemilihan umum (Pemilu) Tahun 2024 di Monumen Pemberontakan Tentara PETA di Blitar, Jawa Timur, Senin (14/2/2022). (Antara/Irfan Anshori) Pelaksanaan sosialisasi pemilu tersebut bertepatan dengan terjadinya sejarah Pemberontakan Tentara PETA yang dipimpin Supriyadi dan diperingati setiap tanggal 14 Februari.Â
"Dalam deklarasi ini, kami mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyukseskan Pemilu 2024. Dengan begitu kami berharap nantinya partisipasi masyarakat bisa meningkat, dan Pemilu 2024 berjalan luber, jurdil sesuai azas Pemilu,"
Sementara itu, tahapan Pemilu 2024 masih menunggu surat kepastian dari KPU RI. Namun sebagai Langkah pertama, akan segera dilaksanakan verifikasi partai politik. Jumlah pemilih dari hasil pemutakhiran data pemilih berkelanjutan itu bertambah 450 pemilih jika dibandingkan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Pilwali Kota Blitar 2020. Jumlah DPT di Pilwali Kota Blitar 2020 sebanyak 114.890 pemilih.
 "Kami telah selesai melaksanakan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan di Juli 2021. Hasilnya, terdapat penambahan jumlah pemilih jika dibandingkan jumlah DPT di Pilwali 2020," kata Komisioner KPU kota Blitar Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan SDM. pemutakhiran data pemilih berkelanjutan ini sesuai amanah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Surat KPU RI Nomor 366 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan di Luar Tahapan Pemilu.
Dikatakannya, dalam proses pemutakhiran data pemilih berkelanjutanKPU kota Blitar mendapatkan 200 pemilih baru yang terdiri atas pemilih pemula, pemilih pindahan, dan purnawirawan TNI/Polri. KPU juga mencoret sebanyak 169 pemilih yang tidak memenuhi syarat di DPT. Sejumlah pemilih tidak memenuhi syarat itu terdiri atas pemilih meninggal dunia, pemilih pindah ke luar kota, dan pemilih yang masuk anggota TNI/Polri.
"Pemutakhiran data pemilih berkelanjutan ini akan kami lanjutkan lagi di Agustus 2021. Untuk itu, kami meminta masyarakat pro-aktif terhadap progres pemutakhiran data pemilih berkelanjutan," ujarnya. Rangga meminta masyarakat pro-aktif dengan melaporkan dan berkonsultasi terkait data pemilih ke Posko Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan di Kantor KPU kota Blitar, terutama bagi pemilih baru yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih, tapi belum terdaftar di DPT/DPB terakhir.
"Masyarakat juga bisa melapor kalau ada perubahan atau perbaikan elemen data pemilih dan pencoretan data pemilih yang tidak memenuhi syarat dalam DPT/DPB terakhir," katanya
narasumber: eko patrio  3 april 2022
sebagai mantan pengurus KPU 2020 di desa tumpang kab blitar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H